Beberapa waktu lalu, jagat siber Tanah Air diramaikan oleh cuitan jurnalis asal Inggris, Liam Rice. Ia adalah pewarta yang bekerja untuk Oxford Mail dan datang ke Indonesia untuk meliput turnamen sepak bola Piala Presiden 2025 yang juga diikuti klub asal kota kantornya berada, Oxford United.
Lewat X, Rice membagikan cerita saat ia menghadiri pertandingan di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta. Bukan soal permainan tim di lapangan, melainkan nasi kotak yang disiapkan panitia sebagai konsumsi bagi para jurnalis di ruang pers.
Bagi jurnalis dan masyarakat Indonesia, nasi kotak mungkin hal biasa dan bisa ditemukan di mana-mana. Namun tidak demikian bagi Rice. Disuguhi nasi kotak di ruang pers stadion adalah hal yang diakuinya baru pertama kali dialaminya.
"Tanpa diragukan lagi, ini adalah sambutan terbaik yang pernah saya lihat di ruang pers sebelum pertandingan Oxford United," tulis Liam Rice dalam unggahannya di X, Minggu (6/7/2025).
"Ini sangat bagus! Seseorang harus melakukannya. Senang sekali bisa berada di sini," katanya lagi dalam unggahan selanjutnya.
Diplomasi Gastronomi yang Tak Disengaja
Indonesia sebetulnya melakukan diplomasi gastronomi tanpa disengaja. Penyelenggara Piala Presiden 2025 mungkin hanya berniat menyediakan nasi kotak sebagai pelayanan kepada wartawan yang sudah mau meliput turnamen tersebut, namun yang terjadi justru lebih dari itu: Muncul citra Indonesia sebagai negara dengan mampu melayani tamunya dengan baik lewat suguhan makanannya.
Cuitan Rice di X menuai banyak tanggapan, tidak hanya dari warganet Indonesia melainkan juga orang asing. Sebagian besar komentarnya positif, selain sejumlah warganet Indonesia yang dengan nada satir membandingkannya dengan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk siswa sekolah.
Bagi Liam sendiri sebagai orang Inggris yang jamak diketahui tidak memiliki budaya kuliner yang kuat, dari cuitan-cuitannya dapat terlihat bahwa nasi kotak di SUGBK merupakan pengalaman baru.
"Semoga saja itu nanti menang Piala Dunia makanan stadion." katanya dalam cuitan terpisah.
Seperti diketahui, diplomasi gastronomi bisa dimaknai sebagai upaya suatu negara untuk membangun hubungan baik dan citra positif di mata dunia dengan menggunakan makanan sebagai alatnya. Banyak negara menerapkan diplomasi satu ini, tak terkecuali Indonesia.
Biasanya, diplomasi gastronomi -sebagaimana diplomasi pada umumnya- lekat dengan nuansa elitis. Pelaksanannya berwujud agenda seperti pameran, jamuan makan resmi, atau pembukaan restoran yang membutuhkan modal besar. Orang yang melaksanakannya pun para pejabat. Sementara itu di SUGBK, aktor diplomasi gastronominya justru orang biasa. Staf panitia turnamen yang melayani jurnalis bukanlah pembesar, jurnalisnya apalagi.
Jika dilihat dari kacamata teori hubungan internasional, fenomena nasi kotak di SUGBK mungkin bisa digolongkan sebagai people to people contact. Pihak yang ditarget dan yang mengeksekusi diplomasinya (secara tidak sengaja) adalah bagian dari "masyarakat biasa" yang menjadi bagian dari komunitas internasional di kancah sepak bola.
Tiga Pelajaran yang Bisa Dipetik
Apa yang terjadi bisa memberi kita setidaknya tiga pelajaran penting. Ketiganya mungkin bukan hal baru atau revolusioer, akan tetapi patut diperhatikan guna diplomasi gastronomi atau diplomasi kebudayaan secara lebih luas bisa dijalankan terus secara people to people dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat seluas-luasnya.
Pertama, diplomasi gastronomi bisa dilakukan dengan cara yang sederhana. Tidak perlu selalu harus dengan pameran mentereng, jamuan supermewah, atau munculnya orang-orang beken berjabatan tinggi untuk endorse kuliner Indonesia. Makanan
Kedua, kekuatan media sosial perlu dimaksimalkan. Cerita tetang nasi kotak di SUGBK bisa menyebar berkat kekuatan besar media sosial. Apalagi, orang Indonesia memang dikenal sangat aktif di media sosial.
Masyarakat Indonesia perlu lebih "berisik" lagi dalam mengenalkan aneka kekayaan budayanya kepada masyarakat dunia. Dengan konten yang dikemas secara kreatif dan menarik, budaya Indonesia bisa mendunia. Selain nasi kotak, tarian aura farming pacu jalur adalah contoh lainnya.
Ketiga, semua yang kita miliki selalu memiliki keunikan. Ini berkaitan erat dengan pelajaran pertama. Nasi kotak yang biasa dan sederhana bagi kita, ternyata unik dan bahkan bisa jadi istimewa bagi orang dari belahan dunia lain.
Perlu selalu diingat bahwa banyak orang di luar sana mungkin belum tahu banyak tentang Indonesia, sebagaimama banyak juga hal di dunia yang belum kita ketahui. Maka dari itu, sudah saatnya hal-hal sederhana dari Indonesia bisa mendunia berkat (katanya) The Power of Netizen.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News