Alwi Johan Yogatama alias Alwijo adalah kreator konten Indonesia yang sering mengangkat topik edukasi sejarah melalui kontennya. Pada awal-awal kemunculannya di jagad media sosial, ia kerap melontarkan kuis di sejumlah tempat. Kontennya menarik perhatian karena penjawab mendapat hadiah berupa buku jika jawabannya benar.
Mendapuk diri sebagai orang pedalaman Temanggung, Jawa Tengah, Alwi memiliki minat besar terhadap bahasan sejarah. Kendati mengenyam bangku pendidikan tinggi Ilmu Komunikasi di Universitas Padjadjaran (Unpad), sejarah menjadi “senjata” baginya dalam membuat konten yang beruntungnya mendapat sambutan baik oleh masyarakat.
Namun, Alwi mulanya tidak langsung menyukai sejarah. Pengalaman semasa duduk di bangku sekolah di mana kemampuan bercerita (storytelling) guru yang minim justru mendorongnya lebih ingin tahu lebih dalam kesejarahan secara mandiri melalui buku bacaan.
Ngantuk saat Belajar Sejarah
Kemampuan bercerita atau memaparkan kembali sejatinya mesti dimiliki sejarawan terutama yang terjun dalam dunia pengajaran. Harapannya dari situ siswa-siswi bisa menyerap dengan baik bahasan-bahasan yang diberikan dan kemudian pemahaman sejarah bisa hidup di dalam akal, bukan cuma sekadar menjadi hafalan.
Sayangnya, tidak semua guru sejarah memiliki kemampuan bercerita yang baik. Alwi sendiri sebagai penikmat sejarah merasakan hal itu semasa duduk di bangku sekolah di mana rasa kantuk lebih sering mendera ketika pembelajaran sedang berlangsung.
“Kalau dalam film guru sejarah biasanya storytelling-nya bagus segala macam. Gita Wirjawan salah satunya menekankan guru itu storytelling-nya harus bagus. Sementara, guru sejarah SD, SMP, SMA saya (bikin) ngantuk semua!” ucap Alwi kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Alwi turut menyayangkan langkah repetitif yang dilakukan guru sejarah di sekolah-sekolah Indonesia. Sering ia melihat soal-soal tahun lalu diulang untuk anak murid tahun berikutnya sehingga metode hafalan menjadi jamak dipakai untuk mengincar skor tinggi saat ujian.
Ia pun merasa metode seperti itu justru mengaburkan metode pemahaman terhadap sejarah. Sebuah perlawanan pun dilakukan Alwi saat pelajaran sejarah di sekolah yang tak sesuai prinsipnya yakni dengan tidur di kelas.
“Bahkan guru saya itu kalau misal ujian akhir pakai soal tahun lalu. Jadi kami itu belajar bukan membaca belajar baca LKS, buku paket, enggak! Tapi mempelajari soal tahun lalu dan menghafalkannya. Karena kadang ABC-nya itu tidak diubah, kan anak-anak SMA pintar belajarnya hafalin ABC-nya itu. Saya tidak menemukan esensi belajar sejarah. Itu kan menjadikan saya malas, jadi kebanyakan pelajaran sejarah saya tidur,” ungkap pemuda yang juga gemar menulis lewat blognya tersebut.
Peristiwa Gerakan 30 September 1965
Alwi kemudian lebih menggali informasi sejarah lewat buku bacaan. Semakin banyak membaca, semakin pula ia mengerti bahasan-bahasan sejarah yang tidak diajarkan di sekolahnya.
Satu peristiwa nasional yang membuatnya menyukai sejarah ialah Gerakan 30 September 1965. Peristiwa berlatar belakang kudeta yang mengakibatkan enam jenderal serta satu perwira itu gugur setelahnya memakan lebih banyak korban jiwa. Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sedang naik popularitasnya lantas dituduh sebagai biang keladinya.
Beberapa bulan setelahnya, peristiwa yang lebih mencekam pun terjadi. Mereka yang simpatisan PKI atau atau dikira simpatisan dibantai. Presiden Sukarno kemudian lengser dan digantikan Suharto yang melancarkan propaganda lewat pemerintahan yang baru.
Bagi Alwi sendiri, peristiwa kompleks ini membuka cakrawalanya mengenai sejarah kelam tersebut. Ia merasa segala bentuk propaganda yang pernah dirasakannya jauh berbeda setelah membaca bacaan yang lebih valid.
“Ketika saya membaca apa yang terjadi sebenarnya. Misalnya nonton stand up itu ada endingnya punchline. Saya membaca buku Jakarta Method, Riwayat Terkubur, itu punchline di setiap paragraf. Waduh, ternyata negara ini busuk ya, ternyata ini yang disembunyikan. Dan ketika mempelajari itu, saya seperti ada yang menentang status quo, jadi saya suka topik-topik 65 karena benar-benar tidak dipelajari,” kata Alwi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News