mengupas dampak lingkungan fast fashion slow fashion hadir sebagai solusi - News | Good News From Indonesia 2025

Kupas Dampak Lingkungan Fast Fashion, Slow Fashion Hadir sebagai Solusi

Kupas Dampak Lingkungan Fast Fashion, Slow Fashion Hadir sebagai Solusi
images info

Dunia mode adalah salah satu aspek yang bertumbuh dengan cepat di era globalisasi. Menurut United Nations Environment Programme (UNEP), fast fashion menempati industri terbesar nomor 2 yang menggunakan banyak air dan menyumbang 10% emisi karbon dunia. 

Model pakaian yang terus berganti sesuai dengan musim bahkan dalam satu musim bisa memproduksi lebih dari satu koleksi. 

Pakaian juga dianggap sebagai simbol status sosial oleh sebagian kalangan. Banyak dari mereka tidak mau ketinggalan zaman dan harus selalu mengenakan baju sesuai perkembangan tren. Kemudahan berbelanja lewat situs e-commerce juga salah satu penyebab meningkatnya produksi fast fashion.

Selain itu, para influencer kerap kali memamerkan berbagai koleksi baju yang mereka pasarkan berhasil mempengaruhi para pengikutnya di media sosial. 

Produsen pakaian meresponnya dengan menciptakan konsep fast fashion, yaitu produksi baju dengan biaya murah dan menggunakan bahan dengan kualitas rendah. 

Ide dasarnya muncul dari para produsen baju dapat membuat baju yang mirip seperti di catwalk dalam waktu singkat dan produksi dalam jumlah banyak. Lalu, dapat dijual ke konsumen dengan harga murah. 

Dimulai tahun 1990-an di New York, salah satu merk fashion terkenal dari Eropa memulai fenomena ini dengan menghadirkan satu koleksi dari mulai proses perancangan model, produksi hingga distribusi ke toko retailnya dalam waktu 15 hari.

Saat ini, ada retail pakaian dari China yang dapat memproduksi hanya membutuhkan 10 hari.

Dampak Negatif Fast Fashion untuk Lingkungan

Merujuk pada situs earth.org, setiap tahunnya dunia memproduksi 100 juta ton produk garmen, 92 juta ton berakhir di tempat pembuangan akhir. 

Sehubungan dengan masifnya produksi fast fashion, terdapat konsekuensi terhadap lingkungan mulai dari banyaknya volume air yang dibutuhkan untuk proses pembuatan baju, emisi karbon, dan aliran sungai yang tercemar oleh limbah pabrik. 

Contohnya untuk membuat satu kaos berbahan dasar katun, membutuhkan 2,700 liter air. Jumlah ini setara dengan air minum untuk 1 orang dalam waktu 2,5 tahun. 

Mengutip dari laporan Levi Strauss & Co tahun 2015, gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari proses pembuatan satu pasang celana jeans setara dengan GRK mobil yang menempuh perjalanan lebih dari 80 mil.

Ada beberapa industri tekstil yang tidak mengolah hasil limbahnya sebelum dialirkan ke sungai. Limbah kimia pabrik tekstil sangatlah beracun untuk kehidupan biota sungai dan juga untuk kehidupan masyarakat setempat yang kehidupan sehari-harinya memanfaatkan air dari sungai.

Menurut United Nations Framework Convention on Climate Change, diperkirakan emisi yang dihasilkan dari industri tekstil akan melambung tinggi sebanyak 60% di tahun 2030.

Apabila kita kulik lebih lanjut tentang dampak negatif yang dihasilkan dari industri fast fashion serta pakaian-pakaian yang dibuang begitu saja menumpuk di tempat pembuangan akhir. 

Di Indonesia sendiri, menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 2,3 juta ton limbah pakaian. Sejauh ini Indonesia hanya mampu mengatasi sebesar 0,3 juta ton. 

Tahun 2022, Pusat Riset Oseanografi Institut Pertanian Bogor melakukan riset di Sungai Citarum. Hasilnya sebesar 70% komposisinya adalah mikroplastik. Dipastikan di daerah tersebut terdapat pabrik tekstil yang membuang limbahnya langsung ke sungai tanpa memperhatikan dampak ke lingkungan sekitar. 

Baca juga: Fast Fashion, Mengapa Berbahaya dan Solusinya?

Slow Fashion sebagai Jawaban Menekan Produksi Fast Fashion

Sebagai reaksi dari sisi negatif fast fashion, beberapa kelompok masyarakat menerapkan gaya hidup slow fashion. Mereka berkomitmen untuk membeli pakaian yang memiliki kualitas terbaik supaya bisa dipakai dalam jangka waktu panjang. 

Istilah ini dikenalkan oleh Kate Fletcher, beliau adalah seorang profesor di bidang Sustainability, Design, and Fashion tepatnya di Arts London’s Centre for Sustainable Fashion. 

Menurutnya dengan waktu yang sangat singkat untuk proses perancangan hingga distribusi fast fashion, dipastikan ada eksploitasi lingkungan dan pekerja. 

Slow fashion menekankan pada prinsip quality over quantity. Gaya hidup konsumtif dari masyarakat perlu diubah. Industri tekstil perlu membatasi produksinya serta yang paling penting melakukan analisis dampak lingkungan mengenai limbah yang dihasilkan dari proses produksi. 

Dengan begitu, pentingnya konsep slow fashion ini dikenal dan dipraktekkan oleh masyarakat luas. Semakin banyak orang yang sadar akan konsekuensi lingkungan dari fast fashion, maka industri tekstil diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk fashionnya dan juga menjaga ekosistem makhluk hidup di dalamnya. 

Baca juga : Kampanye Sustainability: Upaya Mengurangi Dampak Fast Fashion

Cara yang Dapat Dilakukan untuk Menerapkan Slow Fashion

Berikut beberapa langkah/cara yang dapat dilakukan untuk menerapkan gaya hidup slow fashion

1. Memakai baju yang ada di lemari

Mix and match baju yang sudah kita miliki untuk datang ke berbagai acara, tidak perlu membeli baju baru ketika diundang ke suatu acara

2. Membeli pakaian dengan kualitas yang baik supaya bisa dipakai dengan jangka waktu lama

Untuk membuat suatu hal dengan kualitas tinggi memiliki waktu yang tidak sebentar. Proses produksi yang memakan waktu lama karena perlu perhatian lebih di setiap komponennya. 

3. Perhatikan bahan utama dari setiap pakaian yang akan dibeli 

Bahan utama pakaian sangatlah penting untuk diketahui, pakaian yang berbahan dasar polyester/plastik akan sulit sekali terurai serta tidak nyaman dipakai karena tidak mampu menyerap keringat.

4. Turut berpartisipasi di acara tukar baju

Tukar Baju hadir di beberapa kota di Indonesia. Setiap peserta wajib membawa 5 baju yang masih layak pakai untuk ditukarkan dengan 5 baju di acara tersebut. Cara tersebut dapat menjadi solusi untuk sebagian kalangan yang ingin memperbaharui model pakaian di lemarinya. 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DP
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.