Setiap tanggal 2 Juli, bangsa Indonesia memperingati Hari Kelautan Nasional. Momen ini bukan sekadar seremonial tahunan, tetapi saat yang tepat untuk mengenang, menyadari, dan menyelami kembali siapa kita sebenarnya: bangsa yang besar karena laut.
Indonesia bukan hanya negara kepulauan, tetapi bangsa maritim yang tumbuh dan hidup dari lautan.
Laut bukan sekadar tempat menangkap ikan atau berwisata. Ia adalah ruang hidup, bagian dari budaya, dan sumber kehidupan yang tak ternilai harganya. Karena itu, Hari Kelautan Nasional adalah waktu terbaik untuk menguatkan kembali jati diri bangsa maritim bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan kesadaran dan tindakan.
Indonesia, Negeri Maritim dengan Laut yang Kaya
Indonesia adalah negara dengan lebih dari 17.000 pulau, garis pantai sepanjang 99.083 kilometer, dan wilayah laut yang lebih luas dari daratan. Laut Indonesia menyimpan kekayaan alam luar biasa mulai dari ikan, terumbu karang, hingga energi dan pariwisata bahari.
Menurut laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), hingga Oktober 2024, produksi hasil perikanan dan rumput laut nasional mencapai 18,26 juta ton, terdiri dari 5,36 juta ton perikanan tangkap, 4,88 juta ton budidaya, dan 8,02 juta ton rumput laut.
Nilai ekspor hasil laut juga signifikan, yaitu USD 4,23 miliar, dengan surplus perdagangan sebesar USD 3,87 miliar (KKP, 2024).
Angka ini menunjukkan bahwa laut adalah pilar ekonomi yang nyata. Jika dikelola dengan bijak dan berkelanjutan, laut akan terus menjadi tumpuan pembangunan nasional.
Baca Juga: 45 Ucapan Hari Kelautan Nasional 2025, Mulai Peduli Lautan, yuk!
Ancaman yang Harus Kita Hadapi
Sayangnya, laut Indonesia masih menghadapi berbagai masalah serius. Sampah plastik, kerusakan terumbu karang, penangkapan ikan berlebihan, dan abrasi pantai menjadi tantangan nyata. Bahkan, sebagian besar sampah laut berasal dari daratan, yang masuk melalui sungai-sungai dan bermuara di laut.
Jika tidak ditangani dengan baik, dampaknya akan besar bagi ekosistem dan masyarakat pesisir. Oleh karena itu, menyelamatkan laut artinya menyelamatkan masa depan bangsa.
Laut dalam Budaya dan Sejarah Kita
Laut bukan hanya penting secara ekonomi, tapi juga punya tempat istimewa dalam budaya dan sejarah bangsa. Banyak cerita rakyat dan adat istiadat yang lahir dari laut. Misalnya, tradisi Petik Laut di Banyuwangi atau Sasi Laut di Maluku yang mengatur waktu kapan laut boleh "diambil hasilnya".
Dulu, kerajaan-kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit juga berjaya karena kuat di laut. Mereka berdagang ke berbagai negara dengan perahu-perahu besar. Artinya, sejak lama laut sudah menjadi bagian dari kejayaan bangsa ini.
Hari Kelautan Nasional mengingatkan kita bahwa jati diri bangsa Indonesia tak bisa dilepaskan dari laut. Menjadi bangsa maritim bukan hanya karena kita tinggal di kepulauan, tetapi karena laut ada dalam sejarah, budaya, dan kehidupan kita sehari-hari.
Anak Muda dan Komunitas, Penjaga Laut Masa Kini
Semangat menjaga laut kini hidup kembali, terutama di kalangan anak muda. Banyak komunitas lahir dan bergerak untuk menyelamatkan lingkungan laut, pantai, dan sungai sebagai satu ekosistem yang utuh.
Salah satu contoh inspiratif adalah Pandawara Group. Komunitas yang terdiri dari lima pemuda ini aktif membersihkan sungai-sungai dan pantai dari tumpukan sampah.
Meski mereka tidak langsung menyelam ke laut, dampak aksi mereka sangat besar. Sebab, sampah yang mereka angkut dari sungai dan pantai adalah sampah yang seharusnya berakhir di laut.
Melalui media sosial, Pandawara tidak hanya menggerakkan massa, tetapi juga menyuarakan keresahan generasi muda terhadap krisis lingkungan.
Dengan gaya unik dan pesan yang mudah diterima, mereka berhasil membangkitkan kesadaran banyak orang tentang pentingnya menjaga laut dan air sebagai bagian dari lingkungan hidup yang saling terhubung.
Apa yang dilakukan Pandawara menunjukkan bahwa aksi menjaga laut bisa dimulai dari hulu, dari sungai dan pantai, sebagai gerbang utama laut. Ini adalah wujud nyata cinta terhadap tanah air dan lautnya.
Selain Pandawara, komunitas seperti Divers Clean Action juga turut aktif menjaga laut. Mereka rutin melakukan pembersihan bawah laut dan konservasi terumbu karang di berbagai wilayah Indonesia.
Sementara di daerah-daerah pesisir, masyarakat mulai menerapkan kembali kearifan lokal seperti Sasi Laut di Maluku, yaitu aturan adat yang mengatur kapan laut boleh dimanfaatkan.
Di sektor pariwisata, kawasan seperti Raja Ampat, Wakatobi, dan Labuan Bajo menjadi contoh sukses pemanfaatan laut secara berkelanjutan. Pariwisata tumbuh, ekosistem tetap terjaga, dan masyarakat lokal ikut merasakan manfaatnya.
Semua ini membuktikan bahwa jati diri bangsa maritim tidak hilang hanya perlu dibangkitkan kembali, dan kini sedang tumbuh di tangan generasi muda.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Menjaga laut tidak harus dimulai dari hal besar. Justru, langkah kecil yang konsisten lebih mudah dilakukan dan berdampak besar:
- Tidak membuang sampah ke sungai dan pantai
- Mengurangi plastik sekali pakai
- Mengikuti kegiatan bersih pantai atau sungai
- Mengedukasi diri dan orang sekitar tentang pentingnya laut
- Mendukung produk hasil laut dari nelayan lokal
Laut yang bersih dan sehat adalah tanggung jawab kita semua, bukan hanya pemerintah atau aktivis.
Menjaga Laut, Menjaga Jati Diri
Hari Kelautan Nasional bukan sekadar simbol. Ia adalah ajakan untuk kembali pada akar pada identitas maritim yang selama ini mungkin kita abaikan. Di dalam laut, tersimpan sejarah kejayaan, kekayaan alam, dan harapan masa depan
Menjadi bangsa maritim artinya menjaga laut sebagai ruang hidup, bukan objek eksploitasi. Maka, mari jaga laut bersama dengan kesadaran, cinta, dan tindakan nyata. Karena dengan menjaga laut, kita sedang menjaga jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News