“Mimpinya adalah memiliki satu atau dua ekor kucing. Ya, dalam kondisi ekonomi seperti ini,” tulis A.W Prihandita, salah seorang penulis fiksi yang memenangkan berbagai penghargaan.
A.W Prihandita menulis mimpi tersebut dengan tegas dan jelas, sebagai penutup profilnya di laman resmi awprihandita.com.
Anselma Widha Prihandita atau lebih dikenal sebagai A.W. Prihandita adalah sosok penulis fiksi spekulatif yang berhasil menorehkan sejarah di kancah global. Ia disebut menyumbang nama sebagai orang Indonesia pertama yang memenangkan Nebula Award.
A.W. Prihandita berhasil memenangkan kategori Best Novelette Nebula Award 2024 melalui karyanya “Negative Scholarship on the Fifth State of Being.” Penghargaan itu diberikan di Kansas City Marriott Country Club Plaza, pada 5-8 Juni 2025.
AI dan Lonjakan Konsumsi Listrik: Mengapa Data Center Membutuhkan Energi Lebih?
Tidak Cukup AI, Manusia Butuh Intuisi
Karya agung yang memenangkan penghargaan itu mengambil cerita tentang hubungan antara manusia dan robot, dalam hal ini AI.
Dikisahkan, seorang dokter manusia ditugaskan merawat spesies alien yang sangat langka. Ia menggunakan bantuan teknologi berupa AI dan mesin penerjemah untuk memahami pola komunikasi.
Meski demikian, perlahan sang dokter menyadari bahwa segala alat canggih ini tidak cukup untuk memahami kebutuhan makhluk asing tersebut.
Ia baru benar-benar memahami kondisi pasiennya ketika berhenti bergantung pada algoritma dan mulai mengedepankan intuisi emosional, yang tak bisa dijangkau oleh data atau statistik semata.
AI dan Lonjakan Konsumsi Listrik: Mengapa Data Center Membutuhkan Energi Lebih?
Jejak Masa Kecil dan Awal Menulis
Siapa sangka, folklor atau cerita rakyat asal Indonesia lah yang secara tidak langsung mengantarkan A.W. Prihandita menghasilkan karya-karya kreatifnya yang tembus penghargaan dunia. Ia tumbuh dari dongeng dan cerita rakyat Indonesia yang kerap dibacakan ibunya.
Data Kemendikbud mencatat, ada ribuan cerita rakyat yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Maka, memori A.W. Prihandita penuh dengan cerita-cerita yang unik dari Nusantara.
Meski demikian, seiring bertambahnya usia, ia menyadari bahwa Indonesia belum memiliki karya fantasi lokal untuk anak-anak. Perkenalannya dengan dunia fantasi bermula dari Harry Potter dan The Lord of the Rings dalam bahasa Inggris. Dari fiksi itu, imajinasi A.W. Prihandita makin tumbuh liar.
“Saya harus membaca versi bahasa Inggris—ada kamus selalu di samping saya,” ungkapnya.
Kebiasaan ini juga turut membentuk kemampuannya berbahasa asing.
Nenek Renia, Satu dari Sekian Penutur Sastra Lisan “Korehan” yang Masih Setia
Perjalanan Akademik dan Kreatif
Setelah menamatkan studi S1 Sastra Inggris di Universitas Indonesia, Anselma melanjutkan kuliah S3 di University of Washington (UW), Seattle. Ia meraih gelar PhD di bidang Language and Rhetoric.
Disertasinya mengangkat tema dekolonial, menyoroti tantangan penulis dari wilayah non-Barat dalam menulis untuk pembaca dominan barat.
Pandemi membuka kembali gairah kreativitasnya. Ia menemukan ruang untuk mengeksplorasi penelitian akademiknya lewat narasi fiksi.
Inspirasi datang dari mata kuliah “Science and Speculative Fiction of Southeast Asia” yang ia ambil dan kemudian ajarkan di Universitas Washington.
Tentang SARA yang Seharusnya Tidak Lagi Dibatasi dalam Karya Sastra
Karya Unggulan dan Magang Kreatif
Karyanya tersebar di berbagai media spekulatif: Clarkesworld, Cast of Wonders, khōréō, dan Uncanny Magazine. Di antara karyanya yang paling menonjol adalah
- "Negative Scholarship on the Fifth State of Being" (Clarkesworld, Nov 2024). Karya ini juga menjadi finalis dalam 2025 Eugie Foster Memorial Award.
- "My Mother’s Voice and the Shadow" (Cast of Wonders, Sep 2024)
- "The Cursing of Herman Willem Daendels" (khōréō, Sep 2023)
Karya-karya ini membalut tema hubungan bahasa, budaya, dan kekuatan dekolonial dalam balutan fiksi spekulatif.
Salim Said, Tokoh Pers yang Geluti Banyak Bidang: dari Sastra hingga Militer
Nebula Award: Puncak Prestasi
Pada 7 Juni 2025, A.W. Prihandita menorehkan sejarah di Nebula Award for Best Novelette—menjadi pemenang pertama dari Indonesia.
Penghargaan Nebula adalah salah satu penghargaan tertinggi bagi penulis spekulatif yang telah didirikan sejak tahun 1965. Penghargaan ini diberikan oleh Science Fiction and Fantasy Writers of America (SFWA).
Nebula Award sendiri diberikan berdasarkan suara para penulis SFWA—penulis senior, associate, hingga anggota penuh—sehingga membuatnya berbeda dari penghargaan berbasis publik.
Dengan prestasi ini, A.W. Prihandita bukan hanya mengukir nama di panggung global spekulatif, tetapi juga turut andil membuka jalan bagi karya-karya Asia Tenggara dalam literatur dunia.
Aveus Har Curhat Susahnya Jaring Ide Menulis Sambil Jual Mi Ayam
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News