Perkembangan teknologi telah mengubah cara mahasiswa dalam mengakses dan menikmati bacaan. Buku elektronik atau e-book yang praktis dan mudah diunduh mulai menjadi pilihan utama bagi sebagian mahasiswa, terutama di tengah mobilitas dan tuntutan akademik yang tinggi.
Namun, tak sedikit pula yang tetap memilih buku fisik karena dianggap lebih autentik dan memberikan pengalaman membaca yang lebih fokus. Perbedaan preferensi ini mencerminkan gaya belajar generasi Z yang semakin beragam.
Dari kenyamanan membaca di layar smartphone hingga sensasi membalik lembar demi lembar halaman buku cetak, setiap pilihan membawa kelebihan tersendiri bagi tiap individu. Lantas, media baca mana yang benar-benar efektif dan digemari bagi mahasiswa masa kini?
Berdasarkan hasil riset yang telah dilakukan terhadap sejumlah mahasiswa di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, ditemukan bahwa 65% dari 100 responden masih lebih menyukai membaca menggunakan buku fisik dibandingkan e-book.
Sementara itu, 35% lainnya memilih e-book karena alasan kepraktisan, kemudahan akses, dan efisiensi ruang. Penelitian ini diambil pada bulan Mei, 2025 melalui platform survei menggunakan Google form dengan kriteria responden berusia 18-25 tahun dan berstatus mahasiswa.
100 orang dengan status mahasiswa aktif telah mengisi survei tersebut dan memberi tanggapan mereka tentang pilihan media baca di masa kini.
Tidak sedikit juga yang mengatakan membaca lewat e-book bisa mengurangi pengeluaran uang karena harga buku cetak yang bisa dibilang cukup tinggi, terutama buku impor. Mahasiswa yang memilih buku fisik umumnya mengaku merasa lebih fokus saat membaca, tidak mudah terdistraksi, dan merasakan kenyamanan tersendiri saat membalik halaman secara langsung.
Salah satu responden bernama Sindi (22), mahasiswa Universitas Negeri Malang, mengatakan bahwa buku fisik membantunya untuk lari dan tenggelam dalam dunia yang ia baca, juga mempermudah dalam mengingat materi saat ia membaca buku pelajaran tertentu.
"Tanpa pikir dua kali saya katakan bahwa saya lebih menyukai buku fisik ketimbang elektronik. Alasannya klise, saya suka wangi buku sedang e-book tidak berbau. Namun, terlepas dari itu, menurut saya buku fisik lebih bernyawa sehingga pada detik saya membukanya langsung saja saya tersedot ke dalamnya. E-book kerap gagal menghidupkan dunia baru layaknya buku fisik karena banyaknya distraksi dari sana-sini. Sejujurnya, dengan keadaan ekonomi negara kita yang kian bobrok dan harga buku yang semakin melonjak, e-book lebih menggiurkan, ya, tetapi sekali lagi bahwa tujuan membaca adalah untuk melarikan diri, jika e-book gagal membawa lari maka baiknya tidak sama sekali," ujarnya.
Salah satu responden anonim juga mengatakan, "Aku pilih buku fisik, karena feelsnya beda sama baca e-book. Selain ga bikin sakit mata kalo kelamaan baca, aku juga suka bau buku pas kita balik tiap lembarnya."
Di sisi lain, pengguna e-book menyebutkan bahwa kemudahan membawa banyak buku dalam satu perangkat digital menjadi keunggulan utama. E-book juga dinilai lebih ekonomis dan ramah lingkungan karena tidak membutuhkan kertas.
"Saya lebih suka e-book karena sebenarnya dalam segi fleksibilitas, e-book lebih unggul daripada buku fisik karena bisa dibaca melalui HP yang dimana selalu kita bawa. Namun jika memiliki uang lebih, saya prefer untuk beli buku fisik karena memiliki buku fisik merupakan bentuk respect dan support kepada author buku tersebut," ucap salah satu responden lainnya dari beberapa responden anonim yang mengisi survei.
Meskipun teknologi terus berkembang dan fasilitas digital makin meluas, hasil survei ini menunjukkan bahwa buku fisik masih memegang istimewa di hati mayoritas mahasiswa Indonesia. Hal ini mengisyaratkan bahwa kehadiran buku elektronik atau e-book belum sepenuhnya mampu menggantikan pengalaman membaca konvensional, setidaknya dalam waktu dekat.
Dengan hasil riset yang menunjukkan dominasi buku fisik di kalangan mahasiswa, dapat disimpulkan bahwa meskipun teknologi digital terus berkembang, tidak semua perubahan bisa diterima secara mutlak.
Preferensi mahasiswa terhadap media baca mencerminkan bahwa pengalaman membaca bukan sekadar soal teks, tetapi juga soal kenyamanan, fokus, dan keterikatan emosional. Ke depannya, perpustakaan dan institusi pendidikan diharapkan dapat menyeimbangkan penyediaan bahan baca dalam bentuk fisik maupun digital, agar kebutuhan dan gaya belajar mehasiswa yang beragam tetap terakomodasi.
Sebab pada akhirnya, apapun medianya, yang terpenting adalah semangat membaca itu sendiri tetap tumbuh di kalangan generasi muda.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News