Pulau Sumatra menyimpan segudang keunikan yang menjadi magnet bagi penjelajah dari berbagai belahan dunia sejak berabad-abad lalu.
Sejarah mencatat telah banyak Kerajaan-kerajaan besar yang berada di Pulau Sumatra, baik Kerajaan Buddha maupun Kerajaan Islam.
Sejarah Sumatra telah dikuliti sebagian oleh mendiang Anthony Reid dalam buku Sumatera Tempo Doeloe: dari Marco Polo sampai Tan Malaka (2014).
Dalam buku ini, terdapat 38 tulisan yang menampilkan wajah Sumatra dari abad 9 sampai abad 20. Namun, di artikel ini hanya akan membahas catatan tentang Sumatra dari abad 9 sampai 14. Langsung saja kita bahas yuk, Kawan GNFI!
Kerajaan Sriwijaya dalam Catatan Pedagang Arab
Pada abad ke 9 tepatnya tahun 851, seorang pedagang Arab singgah di Kerajaan Sriwijaya. Ia adalah Sulayman. Catatan perjalanannya begitu singkat, tetapi sangat menarik.
Sulayman menuliskan terdapat tradisi unik yang dilakukan raja Sriwijaya pada masa itu. Setiap raja yang berkuasa menabung emas di danau kecil dekat istana. Apakah Kawan GNFI dapat membayangkan bagaimana caranya?
Setiap pagi, pelayan istana akan membawakan batangan emas kepada raja. Kemudian, pelayan tersebut akan melemparkan batangan emas ke danau dengan disaksikan oleh raja secara langsung. Kegiatan ‘menabung emas’ ini dilakukan setiap hari selama raja berkuasa.
Raja Sriwijaya menabung emas di danau bukan untuk dirinya sendiri. Namun, untuk pewaris, pejabat istana, dan orang kurang mampu. Saat raja meninggal barulah emas-emas di danau kecil ini diambil dan dilebur. Emas hasil leburan tersebut dihitung jumlahnya lalu dibagikan kepada pihak yang berhak menerima sesuai dengan posisi dan pangkatnya.
Semakin lama, umur raja maka semakin banyak emas yang ia tabung di danau. Semakin harumlah nama raja tersebut di Kerajaan ini.
Baca juga: Mengenal Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Kanibalisme dan Unicorn Sumatra
Apakah Kawan GNFI tahu bahwa di Sumatra Utara pada masa lalu pernah ada kebiasaan kanibalisme? Seorang penjelajah dari Venesia, Marco Polo, mencatat tentang adanya aktivitas kanibalisme di Sumatra Utara tepatnya di daerah Pidie. Ia datang ke Sumatra tahun 1290-an dan tinggal selama lima bulan lamanya.
Marco Polo mengatakan bahwa Masyarakat di Pidie begitu primitif karena masih menyembah berhala dan masih adanya praktik kanibalisme.
Galamai, Makanan Tradisional dari Sumatra Barat yang Disajikan dalam Acara Penting
Kronologinya seperti ini.. Jika ada orang yang sakit maka keluarganya akan memanggil penyihir (alias dukun) yang akan meramal apakah orang sakit tersebut bisa sembuh atau tidak.
Kalau orang sakit tersebut dinyatakan oleh dukun tidak bisa sembuh dan akan meninggal. Maka, si sakit harus dibunuh oleh orang tertentu yang ditunjuk oleh keluarga si sakit.
Setelah meninggal, si sakit akan dimasak dan disantap sampai tak tersisa oleh keluarganya. Sisa tulang si sakit disimpan di peti mati yang bagus dan digantungkan di dalam gua yang tidak bisa dijangkau hewan buas.
Marco Polo menjelaskan alasan di balik praktik tersebut berdasarkan kepercayaan masyarakat Pidie masa itu. Bagi orang Pidie, jika masih ada sisa tubuh orang yang sakit, nantinya tubuh itu akan mengeluarkan cacing.
Kalau cacing tersebut mati, maka jiwa orang yang sakit itu akan berdosa dan sengsara. Maka dari itu tubuh si sakit harus dimakan agar tidak mengeluarkan cacing-cacing.
Selain tradisi itu, Marco Polo juga menyebutkan masyarakat Pidie juga bisa memakan orang asing yang dijadikan tawanan. Jika orang asing tersebut tidak bisa menebus dirinya sendiri, maka Masyarakat akan membunuh dan menyantapnya.
Hal unik tidak hanya terjadi di Pidie, tetapi juga terjadi di daerah Peusangan. Marco Polo kembali tercengang saat menemukan hewan berbentuk seperti percampuran antara kerbau dan gajah yang punya tanduk besar di tengah keningnya seperti unicorn. Hewan itu suka berkubang dalam lumpur.
Menurut Marco Polo, unicorn di Sumatra tidak sama dengan unicorn yang biasa dikenal di dunia barat. Ia menyebut hewan itu sebagai unicorn karena punya tanduk di keningnya. Namun, dari sifatnya yang buas dan bentuknya yang unik sama sekali tidak bisa disamakan dengan unicorn ala barat.
Unicorn Sumatra yang ditemui Marco Polo sebenarnya adalah badak bercula dua.
Pengembaraan Ibn Battuta di Kesultanan Pasai
Ibn Battuta merupakan seorang penjelajah Islam yang berasal dari Maroko. Pada tahun 1345, ia singgah di Kerajaan Samudra Pasai selama 15 hari. Kedatangannya di pesisir Samudra Pasai disambut baik oleh perwakilan kerajaan.
Wilayah kerajaan Samudra Pasai digambarkan sebagai kota besar dan indah yang dikelilingi dinding dan menara kayu. Saat menuju istana, Ibn Battuta menemukan hal unik yaitu tombak-tombak yang ditancapkan di kedua sisi jalan.
Tombak-tombak ini menandakan bahwa setiap orang yang menaiki kuda harus turun dari kudanya dan berjalan kaki menuju istana kecuali sang raja.
Saat sudah sampai di istana, Ibn Battuta diminta untuk menunggu selama tiga malam sebelum bertemu raja. Hal ini bertujuan agar setiap tamu yang ingin bertemu raja dapat beristirahat terlebih dahulu. Saat beristirahat, Ibn Battuta diberikan pakaian ganti, makanan, buah, dan panganan manis.
Setelah tiga malam berlalu, akhirnya Ibn Battuta bisa bertemu raja al-Malik az-Zahir. Menurut pandangan Ibn Battuta, raja Samudra Pasai saat itu merupakan sosok yang terbuka, rendah hati, dan sangat melindungi ahli ilmu agama.
Musim berlayar tiba menandakan akhir penjelajahan Ibn Battuta di Samudra Pasai. Ibn Battuta izin pamit kepada raja untuk kembali ke negara asalnya. Raja menghadiahkan kapal jung, bekal perjalanan, dan hadiah mahal untuk Ibn Battuta.
Setelah membaca artikel ini, menurut kawan GNFI, catatan perjalanan mana yang paling menarik?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News