kumpulan contoh puisi iduladha - News | Good News From Indonesia 2025

15 Contoh Puisi Iduladha yang Menyentuh Hati, Emosional, dan Bergelora

15 Contoh Puisi Iduladha yang Menyentuh Hati, Emosional, dan Bergelora
images info

Puisi tidak akan pernah lepas dari makna dan emosional dari topik yang diangkat. Seringkali penulis mengekspresikan diri lewat untaian kata yang membentuk berbait-bait pemikirannya. Seperti halnya ingin membuat puisi Iduladha, puisi tersebut pasti tidak akan jauh mengandung nilai kemuliaan hari raya, berkurban, hingga pandangan pribadi tentang Iduladha.

Jika Kawan GNFI sedang mencari inspirasi puisi Iduladha, 15 contoh puisi Iduladha yang menyentuh hati ini dapat membantumu menggali ide dan buah pemikiran tema Iduladha. Tidak hanya menyentuh hati, puisi-puisi ini juga menggali emosional manusia dan bergelora.

Yuk, disimak 15 contoh puisi Iduladha ini!

baca juga: 45 Tema Iduladha 2025 Menarik untuk Kegiatan Keagamaan hingga Desain Poster

Kumpulan Contoh Puisi Iduladha yang Menyentuh Hati

Puisi 1: Hari Raya
Karya: Seilen Syahirah

Terdengar senandung lembut di angkasa
Sama seperti atmosfer rumah
Seperti kembali, namun ditempat yang berbeda
Hari raya ini, di pagi ini, dari kejauhan
Semoga yang berkurban semakin taat
Semoga yang tak mampu mendapat jatah
Semoga yang di rumah dalam keadaan sehat

(Sumber: Puisi Nuansa)

 

Puisi 2: Matahari
Karya: T. Ahmad Dadek

Maaf matahari aku bangun sebelum engkau membuka mata
Menikmati kegelapan malam sambil memetik hikmah 
Pagi indah di bulan Idul Adha, qurban, nahar 
Bulan mendekatkan pada pemilik alam Hidup dekatkan dengan langit, 
letakan hati di hati belas kasihan

Sebuah skenario menjadi milyaran adegan pengorbanan 
Ketaatan dan kasih sayang melahirkan haji, qurban dan zamzam
Mekkah mukaramah, kota kedekatan Ibrahim dan rabbnya 
Derajat manusia adalah arafah dan mahsar keadilan

Berapa tahun kamu tunggal di dunia?
Hari sehari bahkan cuma setangah hari
Dunia dekat akhirat jauh mahsar menunggu.
Kiamat penutup tentang kesedihan dan kesenangan

(Sumber: ANTOLOGI PUISI GEULUMBANG MULYA)

Puisi 3: Kurban
Karya: Angga Tri Aditia Permana

Korban berdarah
Daging dan tulang terpisah
Diujung nadi
Ditangan jagal

Suka cita berbagi
Sukuri pencapaian diri
Tak hanya sekedar ritual
Atau perayaan tanpa makna

(Sumber: 40 + 3 Kumpulan Puisi)

 

Puisi 4: Idul Adha 2
Karya: Angga B. Nugraha

Di kala Sa’i adalah harapan
Thawaf adalah cermin penghambaan
Wukuf menjadi wujud ketundukan
Serta lemparan jumrah adalah perjuangan

Kambing serta sapi adalah simbolik
Tapi, hangatnya keluarga dan saling memberi
kepada sesama adalah yang hakiki

SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA
MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN

(Sumber: Orat-Oret untuk Meroket)

 

Puisi 5: Idul Adha
Karya: Marzuli RIdwan Al-bantani

Allaahu Akbar
Allaahu Akbar
Allaabu Akbar Laa ilaaha illallaabu wallaabu Akbar
Allahu Akbar walillahilhamd

Allahu Akbar kabiiraa
Walhamdulillaabi katsiiraa Wasubhaanallaahi bukrataw wa ashilaa

Laa ilaaba illallaabu wallaabu akbar
Allaahu Akbar walillahilhamd

/1/
Ini malam Idul Adha, kawan
gema takbir membelah angkasa,
segala puja dan puji hanya untuknya
hanya untuknya

Dia Penguasa alam semesta
hidup dan mati kita di tangannya di tangannya
Kita ini kecil, kawan
tiada daya dan upaya
melainkan hanya dengan kuasa
dan pertolongannya
hanya dengan kuasa dan pertolongannya

/2/

Di malam Idul Adha ini,
dalam tafakurku yang sunyi
kucari mencari hakikat diri
diri-diri kita sang pengabdi

Adakah kita bertuhan kepada rupa?
kepada nama-nama besar kita?
kepada setiap pangkat, kepada jabatan yang melekat?
atau kepada kemewahan harta dunia yang menyilau mata?

/3/
Ini malam Idul Adha, kawan
malam paling sunyi untuk mengenang kembali
kisah ketaatan, kepatuhan dan pengorbanan
yang indah
: nabiyullah Ibrahim dan Ismail putranya

Lalu di manakah kita dengan segenap kuasa dan segala yang dipunya?

/4/
Ini malam Idul Adha, kawan
malam yang disambut dengan rasa syukur
takbir yang mengucur
agar bersihlah jiwa dari segala kesombongan diri,
bertuhankan materi

(Sumber: Perjalanan Sebuah Puisi)

baca juga: 35+ Twibbon Iduladha 2025 Gratis dan Terbaru yang Keren untuk Medsosmu

Puisi 6: Idul Adha
Karya: Susilowati

Yang ke 1436 Η
Harga-harga melambung tinggi menggapai langit 
Tangis menderu hanya dikulum dalam kalbu 
Pasar pun merunduk lesu 
Menunggu pelanggan tak kunjung datang

Dolar pun di atas angin
Tertinggi di muka bumi Indonesiaku
Hampir tak terjangkau bersaing di internasional
Rupiah semakin merendah, resah
Namun, negaraku adem ayem
Seperti tak terusik oleh rakyat kecil yang digadang
Dulu, waktu pemilu
Seandainya bukan... karena
Dapur negara terjungkir balik
Porak poranda

Melangit membumbung tinggi bak asap mengabut
Menghitam menyesakkan dada
Silih berganti keluar masuk hidung
Menyumbat paru-paru
Ketika butiran mutiara perlahan menuruni bumi
Langitku tersibak cerah membiru
Beriring iring berjuta mutiara langit

Bersahabat berseri, menyirami bumi yang panas

Ketika pertama butiran mutiara langit jatuh, tersebar
Memancar ke seluruh penjuru dunia, dingin
Harum aroma tanahku tercium kembali, segar
Meresap ke jantung dan paru-paru dunia

Gegap-gempitanya suara derap langkah
Air hujan deras berlomba membasuh debu
Deru langkahnya membelah bumi, gemuruh, seru
Menakutkan juga menyejukkan hati

Subhanallah walhamdulillah...
Berjuta juta kubik air mata dunia menyambutmu
Hujan, kau memadamkan api asmara punggawa
Lama menderita cercaan tetangga negara

Namun, hanya dengan kuasa-Mu semua selesai
Adakah kau dengar teguran Tuhanmu?

Mentari pun terbelalak menatap seisi bumi
Cahaya cerah kembali, seperti dulu Isu asap, kebakaran hutan mereda lagi
Program kebingungan pun berlalu

Payung pun selalu siap

(Sumber: Buku Kumpulan Puisi Pintu Hati)

 

Puisi 7: Idul Adha
karya: Denny JA

Seperti Nabi Ibrahim
Berkorbanlah kamu

Sembelihlah hewan
Yang bersembunyi dalam dirimu

Sembelihlah kebencian
Yang tumbuh di hatimu

Lakukan berkali kali
Hingga yang tersisa hanya CINTA

(Sumber: Mengembalikan Puisi Ke Ruang Publik)

 

Puisi 8: Idul Adha
Karya: Woro Tradjuarti

Takbir berkumandang
Bergema seantero negeri
Tanda hari raya tiba
Itu dulu
Sebelum berlakunya SE baru

Kesadaran meruap
Kembali senyap
Sepi kembali
Memenuhi hati
Gema takbir lirih terdengar

Diri tersadar
Hari ini raya hadir
Dengan getir
Shalat Idul Adha digelar
Beralas tikar
Berjarak
Bermasker

Tanpa salaman
Hanya anggukan kepala
Pertanda anda ada
Senyum pun tak tampak di balik masker

Wajah ceria dan bahagia
Menatap binatang kurban yang ada
Panitia bersiap
Ada pemotong
Pemasak
Pembagi
Semua guyub
Bertugas
Tak seramai
Tahun-tahun lalu
Namun suasana
Selalu dirindu

(Sumber: Antologi Puisi: Bicara realita Kehidupan)

 

Puisi 9: Sudahkah Kita Berkorban? (Renungan Idul Adha)
Karya: Amir Ma’Ruf

Dengarlah sapi dan kambing bertakbir!
Barangkali mereka mengingatkan kita
tentang karunia Tuhan yang melimpah
dan kita menikmatinya tanpa nurani
karena habis oleh keserakahan nafsu.

Dengarlah sapi dan kambing bertakbir!
Barangkali mereka menegur kita
tentang hak sang fakir yang dititipkan di rizki kita
kapan hendak kita sampaikan kepada mereka?
Atau mungkin hak merekalah yang kita korbankan?

Dengarlah sapi dan kambing bertakbir!
Barangkali mereka mencela kita
yang tak pandai belajar dari korban kita
sebab kita terus saja mengabaikan ihwal saudara kita
karena kita sibuk dengan urusan diri kita.

Dengarlah sapi dan kambing bertakbir!
Barangkali mereka mengecam kita
yang terlalu pandai berkoar
menyeru orang lain untuk berkorban
demi kepentingan kita.

Dengarlah sapi dan kambing bertakbir!
Barangkali mereka mengutuk kita
ketika ketamakan dan kekikiran bercampur amat kental
mengalir di sekujur urat nadi
hingga menumpuk keengganan berkorban

Dengarlah sapi dan kambing bertakbir!
Barangkali mereka melaknat kita
ketika kebinatangan mengalahkan kemanusiaan
menjadikan kita monster buas
yang tega mengorbankan orang lain.

Dengarlah sapi dan kambing bertakbir!
Barangkali mereka berlindung dari kita
agar tidak menjadi korban kesia-siaan.
Jika demikian,
sudahkah kita berkorban?

(Sumber: PUISI JUZ’AMMA)

 

Puisi 10: Kurban
Karya: Asmi Norma Wijaya

Setiap ingatanku menyeberang jauh ke ingatanmu
Aku mengingat bagaimana caramu menggendong tubuh kecilku

Saban kali imajinasiku melintas ke dalam benakmu
Aku mengerti bagaimana aku yang rewel bisa lelap dalam pelukmu

Aku mesti terkenang padahal tak sedang mengenang
Selalu kau jadi bayang-bayang padahal gelap tlah menggenang

Jika ada cinta pertama, kau bahkan sebelum yang pertama
Jika ada cinta terakhir, kaulah paling akhir dari yang terakhir

Dunia itu pahit, Ibu
Dan kematianmu jadi bagian yang paling pahit

"Jangan menangis, doakan saja aku."
Sebuah kalimat menjadi pesan, agar tangis tak sia-sia
Aku tak hendak mengurai kesedihan
Atau merumuskan kepedihan

Aku tengah berbakti untuk tak menangis
Aku bahkan tak sanggup menangis lagi

Doamu dapat terbang menembus langit
Lantas apakah doaku bisa menembus dadamu?

Jika Ibrahim diperintah Allah untuk menyembelih Ismail
Maka kusembelihkan atasmu, Ismail dalam diriku

Untuk embik yang tercabik
Untuk duka hewan yang meregang nyawa
Kutitip doa sebanyak aku bisa berdoa

(Sumber: Cinta Pukul 6 Pagi: Kumpulan Puisi)

Baca juga: 35 Poster Iduladha 2025 Gratis yang Simple tapi Keren, Share ke Medsos!

Puisi 11: Kurban
Karya: Fauzan Al Ayyuby

"Apa kau berani meng-urban-kan anakmu?"
Sapi betina itu memotong nyali tukang jagal
Nyawa di ujung ketiadaan
Menjadi segenggam kepercayaan

"lupakan saja"
Sapi jantan di sebelahnya pasrah bersuara
Rindu kepada tuhan menjadi acuan untuk pulang

"apakah kalian berdua ingin menentang ritual?"
Tukang jagal di tumbuhi ranting-ranting kemarahan
Di dalam kepalanya; mungkin hatinya
Atau tajam parang panjang di tangannya

"sembelih dulu kemarahan di hatimu"
Pengemis tua memotong di sela percakapan
"Seperti hilangnya kakiku dan sebelah tanganku"
Mereka bertiga tercengang dan diam adalah pemimpinnya

Tukang jagal mengangkat parang
Menebas seluruh makhluk yang terlibat dialog panjang
"kita semua harus menyembelih lidah kita yang terlalu banyak mengeluh", katanya.

(Sumber: Antologi Puisi: Luka Daur Ulang)

 

Puisi 12: Tali Asih Qurban
Karya: Isyakdiah Matapa

Idul qurban sebuah 'itibar
Di dalamnya Ismail berhabar
Harapkan Ibrahim dapat bersabar.

Kisah Ismail sangat heroik
Memberi pelajaran hidup yang baik
Seorang anak yang bakti dan cerdik
Menjadi tuntunan anak sholeh yang apik.

Ibrahim bapak yang penuh tawakal
Anak tercinta akan dipenggal
Tetap istiqomah jalankan perintah Yang Maha Tunggal
Tak ada perlawanan maupun pengawal
Mereka berdua pasrah dalam doa yang dipintal.

Ibrahim dan Ismail prototipe hidup
Abadi sepanjang masa tak akan redup
Bukti pengorbanan tak kenal cukup
Membuat jantung kita kencang berdegup
Dalam rongga dada penuh gugup
Adakah insan lain yang sanggup?

Perjuangan melawan syaitan durjana
Yang merasuk jiwa tebar bencana
Tak goyahkan iman mereka yang bijaksana
Kukuh Nabi Ibrahim dan Ismail dalam rencana
Turut perintah Tuhan Yang Maha Sempurna.

Idul qurban sangat dinanti
Bagi insan yang punya hati
Untuk berbagi sepenuh hati
Satukan tali asih yang sangat berarti.

Ya Razzaq, Yang Maha Pemberi Rezeki
Inginkan insan teguh jangan berteka-teki
Rezeki Allah luas silakan dicari dan dimiliki.

(Sumber: Puisi Telelet Sahasika Salik (Sketsa Jalan Kehidupan))

 

Puisi 13: Idul Adha
Karya: Angga B. Nugraha

Kumandang takbir menggema
Pertanda Idul Adha t’lah tiba…

Sucikan diri di hari yang fitri…
Berkurban hilangkan nafsu hewani…

Haji adalah kewajiban…
Bukan untuk dibanggakan!

Silaturahmi jangan dilupakan
Ukuwah untuk menjaga persatuan

Ketaatan Nabi Ibrahim
Kesalehan Nabi Ismail
Keikhlasan Siti Hajar

Tak ada kerelaan yang sia-sia…
Apa yang kita berikan akan kembali kepada kita…
Berlipat-lipat pahalanya…

Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar walillahil hamd

Hati yang pernah tersakiti oleh lidah ini
Jiwa yang terluka oleh kata-kata

Sapa dan maaf kami sampaikan
Doa dan salam kami haturkan

(Sumber: Orat-Oret untuk Meroket)

 

Puisi 14: Antara Sholat Idul Adha, Kenangan dan Rumah Sebelah....
Karya: Linda Djalil

Rumput terhampar
merekah hijau
berhias embun malam
tergelar sejadah warna warni dan cantik rupa
aroma melati
dan pohon kelapa di pinggir taman yang masih sama

Segala puji puja
bagi Sang Pengasih yang mengamati semua
putih-putih busana sholat yang bersih bening
berada di belakang para lelaki dekat mimbar
berulang kumandang sejuta nama
dari DIA yang lagi-lagi tengah mengamati

Kurban muncul karena sebuah ketulusan
hanya sekedar berharap memperoleh ridho
bersiaplah segala manusia yang sebentar lagi menyantap
hidangan
yang mungkin tak pernah dikecap karena minim
kemampuannya

Hati ini rasanya dekat sekali
dengan sang Khalik yang muncul bersama sinar menemani kerumunan umat yang
beribadah dengan penuh nikmat

Hati ini rasanya dekat sekali
dengan segunung kenangan yang muncul secara tiba-tiba sendiri berbalut busana
putih bening
sendiri berdoa menggapai cintaNYA
sendiri menempuh jalan yang sangat diyakininya
akan menjadi patokan perkembangan nafas selanjutnya

Rumah sebelah di dekat hamparan lautan manusia
beratap pergola merah yang masih sama
dulu aku di sana
bersama kemewahan yang tiada putusnya
bersama air mata yang tiada habisnya
bersama ketakutan yang selalu membara
bersama lelaki yang salah apa pun tetap kucinta...

Rumah sebelah kini tinggal kenangan
dari sini, rerumputan peribadahan sholat Idul Adha...
aku bersyukur tiada habisnya kenangan
menjadi harta terbesar..
dan keputusan tak mungkin salah
karena Allah maha penyeleksi alam luar biasa..
DIA tahu apa yang sepatutnya dilakukan seorang wanita
mana yang harus dipertahankan
mana yang harus dibuang ke ujung jalan...

Kuhapus air mata yang muncul setitik
dengan senyum pensyukuran nikmat yang dalam
telah kubuktikan sesuai guliran waktu
bahwa rahasia Tuhan membawa hikmah yang sungguh luar 
biasa sempurna....

(Sumber: Cintaku lewat kripik blado: kumpulan puisi jurnalistik)

 

Puisi 15: Suara-suara Rorban Idul Adha
Karya: Ibnu Kasir

Kecap simpuh padu seluruh
Urat menyirat tetes darah membasuh

Sumringah merusuh
Acap kian mengeruh
Hentikan tanya seucap rapuh

Kelu menyingsing bulu-bulu hati
Mengibas redam punuk-punuk merpati

Awan mega menggugur
Helai-helai jatuh mengguyur
Timpa bumi sehancur-lebur
Remuk redam terkucur

Bumi sedang mengorban ajal
Kebiri-kebiri menumpuk terpenggal
Inilah pengorbanan, pesta penggal

Hewan-hewan itu tak menjerit
Melainkan tangis bahagia terima pahit

(Sumber: Penyair Sosmed: Kumpulan Puisi)

baca juga: 10 Khutbah Iduladha 2025 Sedih hingga Menyentuh Hati dari Muhammadiyah-NU

Demikian 15 contoh puisi Iduladha yang menyentuh hati, emosional, dan bergelora. Kawan GNFI dapat memanfaatkan puisi-puisi dari penulis hebat ini sebagai sumber inspirasi menulis. Kawan GNFI suka contoh puisi Iduladha yang mana, nih?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Alethea Wijaya lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Alethea Wijaya.

AW
KG
FS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.