job fair di tengah gejolak ekonomi mencari peluang di era persaingan ketat - News | Good News From Indonesia 2025

Job Fair di Tengah Gejolak Ekonomi, Mencari Peluang di Era Persaingan Ketat

Job Fair di Tengah Gejolak Ekonomi, Mencari Peluang di Era Persaingan Ketat
images info

Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan nasional, fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam skala besar kembali menjadi momok menakutkan bagi dunia ketenagakerjaan.

Laju inflasi yang belum sepenuhnya terkendali, melemahnya daya beli masyarakat, serta lesunya aktivitas produksi di berbagai sektor turut mempersempit ruang gerak pencari kerja.

Pada Februari 2025, jumlah angkatan kerja di Indonesia tercatat mencapai 153,05 juta orang, mengalami peningkatan sebesar 3,67 juta dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Tingkat pengangguran terbuka mengalami penurunan tipis sebesar 0,06 persen poin, menjadi 4,76 persen, yang menunjukkan adanya perbaikan dalam penyerapan tenaga kerja. Selain itu, rata-rata upah buruh juga mengalami dengan dominasi pengangguran berasal dari lulusan SMA dan perguruan tinggi

Di sisi lain, gelombang disrupsi digital dan transformasi industri menuntut adanya keterampilan baru yang belum sepenuhnya dimiliki oleh sebagian besar angkatan kerja.

Bonus Demografi dan Sedikitnya Lapangan Pekerjaan, Gen Z Harus Apa?

Dalam situasi seperti ini, muncul pertanyaan mendasar: apakah penyelenggaraan job fair masih relevan sebagai instrumen penyerapan tenaga kerja? Realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak job fair yang bersifat seremonial dan tidak mampu mengatasi mismatch antara kebutuhan industri dan kompetensi pencari kerja.

Namun, di tengah keterbatasan tersebut, job fair tetap menyimpan potensi sebagai ruang interaksi strategis antara dunia usaha dan angkatan kerja. Dengan catatan, job fair harus dihadirkan secara lebih adaptif, inklusif, dan selaras dengan dinamika ekonomi yang terus berubah.

Sebab, tanpa pembaruan paradigma, job fair berisiko menjadi sekadar formalitas tahunan yang jauh dari solusi ketenagakerjaan yang sesungguhnya.

Potret Ketidakseimbangan dan Tantangan Ketenagakerjaan

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2025 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) nasional sebesar 4,76 persen, dengan penurunan kecil sebesar 0,06 persen poin dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun, kondisi pengangguran ini tidak merata di seluruh provinsi, di mana beberapa daerah seperti DKI Jakarta dan Aceh justru mengalami kenaikan TPT, sementara provinsi seperti Kalimantan Tengah dan Jawa Timur mencatat penurunan.

Variasi ini mencerminkan perbedaan yang signifikan dalam kemampuan daerah untuk menyerap tenaga kerja serta tantangan ekonomi yang dihadapi masing-masing wilayah.

Faktor utama yang mempengaruhi disparitas tersebut meliputi struktur ekonomi lokal, ketersediaan lapangan pekerjaan, dan tingkat pendidikan tenaga kerja di setiap daerah.

Meskipun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) nasional pada Februari 2025 mengalami penurunan, tantangan struktural dalam dunia kerja Indonesia tetap signifikan. Persaingan di pasar tenaga kerja semakin ketat, terutama bagi lulusan baru dan pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK), yang sering kali belum memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri.

Ketidaksesuaian antara kompetensi yang dimiliki pencari kerja dan permintaan pasar kerja menciptakan kesenjangan yang menghambat penyerapan tenaga kerja secara optimal.

Selain itu, informasi mengenai lowongan kerja sering kali tidak tersebar secara merata, terutama di daerah-daerah terpencil, sehingga memperburuk ketimpangan akses terhadap peluang kerja.

Job Fair sebagai Ruang Interaksi dan Pembinaan Karier

Job fair tidak hanya berperan sebagai ajang pertemuan antara pencari kerja dan perusahaan, melainkan juga sebagai ruang interaksi yang strategis untuk pembinaan karier. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan pada tahun 2024 menunjukkan bahwa lebih dari 60% peserta job fair mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan keterampilan singkat yang diselenggarakan bersamaan dengan acara tersebut.

Pendekatan ini membantu pencari kerja menyesuaikan kompetensi mereka dengan kebutuhan pasar yang terus berubah, terutama di era digitalisasi industri. Selain itu, interaksi langsung dengan perwakilan perusahaan membuka peluang bagi pencari kerja untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai profil pekerjaan dan kultur organisasi.

Mahasiswa Tanpa Pengalaman dan Skill, Memang Bisa Dapat Pekerjaan?

Dengan demikian, job fair dapat berfungsi sebagai wahana pembinaan yang memperkuat kesiapan kerja dan meningkatkan daya saing angkatan kerja. Pemerintah dan penyelenggara diharapkan mengembangkan program-program pembinaan yang terintegrasi dalam job fair, seperti pelatihan soft skills dan bimbingan karier.

Evaluasi rutin terhadap efektivitas program ini juga penting untuk memastikan relevansi dan dampaknya bagi peserta. Dengan pengelolaan yang tepat, job fair akan berkontribusi signifikan dalam membangun sumber daya manusia yang adaptif dan produktif.

Optimalisasi Job Fair untuk Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja

Optimalisasi job fair sebagai instrumen peningkatan kualitas tenaga kerja menjadi sangat penting dalam menghadapi dinamika pasar kerja yang kian kompetitif. Berdasarkan laporan Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2024, job fair yang terintegrasi dengan program pelatihan keterampilan mampu meningkatkan peluang penempatan kerja hingga 35% dibandingkan dengan job fair konvensional.

Hal ini menegaskan bahwa penyelenggaraan job fair yang mengedepankan pengembangan kompetensi secara langsung berdampak positif terhadap kesiapan kerja peserta.

Optimalisasi tersebut dapat diwujudkan melalui penyediaan pelatihan upskilling dan reskilling yang disesuaikan dengan kebutuhan sektor industri, seperti teknologi informasi dan manufaktur.

Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan institusi pendidikan menjadi faktor kunci untuk menyelaraskan standar kompetensi yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Job fair juga harus didesain sebagai ruang dialog interaktif yang memungkinkan pencari kerja memperoleh informasi mendalam serta membangun jejaring profesional.

Penggunaan teknologi digital dalam pelaksanaan job fair, misalnya melalui platform daring, juga dapat memperluas akses bagi pencari kerja di wilayah terpencil.

Dengan demikian, job fair yang dioptimalisasi tidak hanya meningkatkan kuantitas penyerapan tenaga kerja tetapi juga kualitas dan relevansi tenaga kerja yang tersedia.

Kolaborasi Sinergis antara Pemerintah, Dunia Usaha, dan Institusi Pendidikan

Kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan institusi pendidikan menjadi fondasi penting dalam membentuk ekosistem ketenagakerjaan yang adaptif dan berdaya saing.

Berdasarkan data World Bank tahun 2023, sekitar 55% lulusan pendidikan tinggi di Indonesia mengalami kesenjangan kompetensi karena kurikulum yang tidak selaras dengan kebutuhan industri.

Untuk itu, diperlukan sinergi yang konkret melalui penyusunan kurikulum berbasis kebutuhan pasar kerja (demand-driven curriculum) yang melibatkan pelaku usaha secara langsung.

Pemerintah, melalui program Link and Match, telah memfasilitasi lebih dari 5.000 kerja sama antara kampus dan perusahaan hingga akhir 2024. 

Upaya ini perlu diperluas agar hasil pendidikan tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga aplikatif dan sesuai dengan dinamika industri. Dunia usaha pun diharapkan memberikan kontribusi dalam bentuk pelatihan magang, sertifikasi keterampilan, dan perekrutan berbasis kompetensi.

Sementara institusi pendidikan perlu aktif melakukan pembaruan kurikulum serta membekali mahasiswa dengan soft skills dan literasi digital yang kuat.

Dengan kolaborasi yang sinergis, job fair tidak hanya menjadi forum rekrutmen, tetapi juga wujud nyata dari ekosistem pembinaan dan penempatan tenaga kerja yang berkelanjutan.

Kebijakan untuk Penguatan Peran Job Fair dalam Ketenagakerjaan

Penguatan peran job fair dalam sistem ketenagakerjaan nasional memerlukan dukungan kebijakan yang bersifat holistik dan berorientasi pada hasil. Berdasarkan data BPS Februari 2025, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) nasional berada pada angka 4,76%, dengan dominasi pengangguran berasal dari lulusan SMA dan perguruan tinggi.

Oleh karena itu, kebijakan perlu difokuskan pada digitalisasi job fair secara nasional, dengan platform terpadu yang mengintegrasikan data lowongan, kompetensi pencari kerja, dan kebutuhan industri.

5 Tips Anti Burnout Lawan Prokrastinasi Atau Kebiasaan Menunda Pekerjaan

Pemerintah pusat dan daerah juga harus menetapkan standar penyelenggaraan job fair berbasis sektor prioritas dan wilayah, agar kegiatan tersebut tidak bersifat seremonial semata. Selain itu, perlu adanya insentif bagi perusahaan yang aktif merekrut melalui job fair serta memberikan pelatihan pra-kerja secara terstruktur.

Penguatan regulasi kerja sama antara Dinas Ketenagakerjaan, pelaku usaha, dan lembaga pendidikan juga krusial dalam memastikan kesinambungan proses rekrutmen berbasis kompetensi.

Dengan dukungan kebijakan yang terukur dan adaptif, job fair dapat menjadi alat strategis dalam menekan angka pengangguran dan mendorong pertumbuhan tenaga kerja yang produktif dan berdaya saing.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

PP
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.