kisah di balik penemuan lukisan gua berusia 51 ribu tahun di maros sulawesi selatan - News | Good News From Indonesia 2025

Kisah di Balik Penemuan Lukisan Gua Berusia 51 Ribu Tahun di Maros, Sulawesi Selatan

Kisah di Balik Penemuan Lukisan Gua Berusia 51 Ribu Tahun di Maros, Sulawesi Selatan
images info

Tebing-tebing karst di kawasan Leang-Leang, Maros, Sulawesi Selatan, menyimpan jejak peradaban purba yang mulai terkuak. Di balik dinding gua yang kokoh, terdapat lukisan-lukisan prasejarah yang menggambarkan kehidupan manusia ribuan tahun silam. 

Figur babi hutan, manusia pemburu, dan adegan naratif lainnya dilukis dengan pigmen merah, menjadi bukti nyata keberadaan manusia purba lebih dari 51.000 tahun lalu. 

Penemuan ini tidak hanya mengubah peta arkeologi dunia, tetapi juga membuktikan bahwa nenek moyang kita telah mengenal seni dan simbolisme jauh lebih awal dari perkiraan sebelumnya.

Perjalanan Penelitian yang Penuh Tantangan

Adhi Agus Oktaviana, peneliti muda dari Pusat Riset Arkeometri BRIN, adalah salah satu tokoh kunci di balik penemuan spektakuler ini.

Ia menceritakan perjalanan panjang penelitiannya, mulai dari ekspedisi melewati sungai, mendaki tebing terjal, hingga menjelajahi kegelapan gua. Dedikasi dan kecintaannya pada ilmu pengetahuan menjadi pendorong utama dalam mengungkap misteri lukisan gua tertua di dunia ini.

Awalnya, penelitian lukisan cadas di Maros telah dipublikasikan pada 2014 dalam Journal Lecture, dengan perkiraan usia sekitar 40.000 tahun. Temuan itu sempat masuk dalam daftar 10 terobosan ilmiah terbesar versi Science Magazine.

Kemudian, pada 2019, tim peneliti kembali mempublikasikan hasil riset mereka, termasuk lukisan adegan perburuan di Sulawesi yang diakui sebagai salah satu penemuan revolusioner.

Kolaborasi dengan Google Arts & Culture

Pada 2020, saat Adhi sedang melakukan ekskavasi di Leang Tedongnge, ia menerima kabar bahwa Google tertarik untuk berkolaborasi mendokumentasikan gambar cadas prasejarah. 

Meski awalnya tidak ada tindak lanjut, hal itu memicu inisiatif Adhi dan timnya untuk mendata ulang situs-situs lukisan gua yang pernah diteliti.

“Kami menyadari bahwa dokumentasi kami sangat penting. Publikasi kami pada 2014 dan 2019 telah menarik perhatian dunia, termasuk Google Arts & Culture,” jelas Adhi.

Akhirnya, pada 2022, kolaborasi resmi terjalin, dan tim peneliti bersama Google memulai proyek digitalisasi dan pelestarian budaya.

Baca juga Lukisan Gua Tertua di Dunia Ternyata Ada di Indonesia

Medan Ekspedisi yang Ekstrem

Mencapai lokasi gua-gua prasejarah di Sulawesi bukanlah hal mudah. Para peneliti harus berjalan kaki selama tiga jam dari desa terdekat, melewati sungai, hutan, dan mendaki tebing karst yang licin.

Salah satu gua, Leang Tedongnge, terletak di daerah terpencil yang hanya bisa diakses dengan perjalanan melelahkan.

“Dari Kampung Liang-Liang, butuh tiga jam berjalan kaki, melewati sungai dan mendaki pegunungan. Medannya sangat menantang, tetapi pemandangannya luar biasa,” kenang Adhi.

Momen tak terlupakan terjadi pada 17 Agustus, saat tim berada di Leang Uhallie, Bone. Di tengah kesunyian alam, mereka mengibarkan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

“Itu sangat emosional. Kami seperti menyambungkan masa lalu ribuan tahun dengan semangat kebangsaan saat ini,” ujarnya.

Teknik Digitalisasi dan Proses Analisis Lukisan

Salah satu tantangan terbesar dalam penelitian ini adalah kondisi lukisan yang nyaris tidak terlihat oleh mata telanjang. Tim peneliti menggunakan teknik digitalisasi mutakhir, seperti D-Stretch (Decorrelated Stretch), untuk memperjelas gambar.

Setelah diolah secara digital, lukisan kemudian ditelusuri kembali (tracing) secara manual.

“Lukisan di Leang Karampuang, yang berusia minimal 51.000 tahun, kami trace manual selama hampir sebulan. Saya mengerjakannya sambil menyelesaikan disertasi,” cerita Adhi, yang baru saja meraih gelar doktor dari Griffith University, Australia.

Penanggalan lukisan dilakukan dengan sangat hati-hati. Setelah ditemukan pada 2017 oleh tim Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX, sampel diambil pada 2019 dan dianalisis di Griffith University, Australia, melalui kerja sama dengan PAPEX (Palaeoanthropology and Palaeolithic Excavation).

Hasilnya diumumkan pada 2023: lukisan tersebut berusia minimal 51.200 tahun, menjadikannya lukisan gua tertua di dunia.

Lukisan ini menggambarkan babi liar dan figur manusia dalam sebuah adegan naratif, menunjukkan bahwa manusia purba telah memiliki pemikiran simbolik dan kemampuan artistik yang maju.

Warisan Budaya untuk Masa Depan

Penemuan ini tidak hanya menjadi prestasi akademis, tetapi juga warisan sejarah yang harus dijaga. Melalui digitalisasi, situs-situs prasejarah yang sulit dijangkau kini dapat diakses oleh masyarakat luas.

“Kami berharap, dengan dokumentasi digital, lebih banyak orang bisa mengenal sejarah dan kekayaan arkeologi Indonesia,” tutup Adhi.

Lukisan gua di Maros bukan sekadar coretan di dinding batu, melainkan pesan dari masa lalu tentang asal-usul manusia. Ia mengingatkan kita bahwa Indonesia bukan hanya kaya akan alam dan budaya, tetapi juga memiliki peran penting dalam sejarah peradaban dunia.

Baca juga Misteri Lukisan Tertua di Indonesia, Jejak Seni Prasejarah di Gua Leang Karampuang

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firdarainy Nuril Izzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firdarainy Nuril Izzah.

FN
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.