Angrahatana Pasundan Moot Court (APMC) Fakultas Hukum, Universitas Pasundan (FH UNPAS) menjadi tuan rumah untuk Musyawarah Nasional (Munas) ke-15 Himpunan Komunitas Peradilan Semu Indonesia (HKPSI), 22–25 Mei 2025 lalu.
Kegiatan ini dirangkaikan dengan seminar nasional bertema “Quo Vadis Forum Previlegiatum? Upaya Mewujudkan Peradilan yang Profesional dan Berintegritas; Tela’ah Kritis Terhadap Tindak Pidana oleh Penyelenggara Negara”.
Acara yang berlangsung selama 4 hari tersebut mempertemukan para mahasiswa hukum dari 18 universitas di Indonesia, praktisi hukum, dan tokoh nasional. Mereka tidak hanya membahas agenda organisasi, tetapi juga melakukan refleksi mendalam terhadap sistem hukum Indonesia—khususnya menyangkut keberlanjutan forum previlegiatum, sebuah forum peradilan khusus untuk pejabat negara.
Forum Previlegiatum dalam Sorotan Akademik
Dalam pembukaan seminar yang berlangsung di Aula Mandala Saba Ir. H. Djuanda, Kampus Tamansari UNPAS, Seminar dan musyawarah nasional ini dihadiri oleh sejumlah tokoh.
Di antaranya Wakil Rektor Bidang Belmawabud Unpas, Prof. Dr. Cartono, M.Pd., M.T., mahasiswa FH Unpas serta perwakilan dari 18 perguruan tinggi di Indonesia yang mewakili Himpunannya masing-masing.
Menjawab Tantangan Kriminalitas dengan Solusi Berbasis Literasi Hukum
Selain itu, 2 keynote speaker tampak hadir, yakni Ketua Pengadilan Tinggi Bandun, Dr. M. Eka Kartika E.M., S.H., M.Hum, dan Hakim Pengadilan Tinggi Bandung, Dr. Jonlar Purba, S.H., M.H.
Panelis dalam seminar ini adalah:
- Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat ,Dr. Halila Rama Purnama, S.H., M.Hum.,
- Hakim Yudisial sekaligus Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Umum Mahkamah Agung RI, Hasanudin, S.H., M.H.,
- dan Dekan FH Unpas Prof. Dr. Anthon Freddy Susanto, S.H., M.Hum.
- Hadir melalui Virtual Meeting Room, Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, sekaligus Ketua DPN PERADI, Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.M.
Forum previlegiatum merupakan bagian dari sejarah hukum Indonesia. Pernah diatur dalam Pasal 148 Konstitusi RIS 1949 dan Pasal 106 UUDS 1950, forum ini memungkinkan Mahkamah Agung mengadili pejabat tinggi negara dalam satu tingkat tanpa melalui pengadilan tingkat pertama atau banding.
Dalam pandangan beberapa akademisi, model ini menjadi penting sebagai bentuk efisiensi dan kepastian hukum. Walaupun juga menimbulkan kontroversi terhadap prinsip checks and balances.
Sebagaimana disampaikan Dr. Halila Rama Purnama, Aspidum Kejati Jabar, “Reformasi hukum harus tetap berpijak pada nilai keadilan substansial, bukan sekadar prosedural. Forum previlegiatum bisa menjadi jawaban atas krisis akuntabilitas pejabat negara.”
Otto Hasibuan, Reformasi Hukum Tidak Boleh Setengah-Setengah
Salah satu momen penting dalam seminar ini adalah pemaparan dari Prof. Dr. Otto Hasibuan, yang hadir secara virtual melalui Zoom Meeting. Dalam materinya, Otto menekankan pentingnya membangun kultur hukum yang etis, humanis, dan progresif.
“Reformasi hukum tidak boleh setengah-setengah. Kalau kita mau peradilan berintegritas, semua harus dimulai dari integritas manusianya, dari hakim, jaksa, advokat, sampai ke mahasiswa hukum seperti rekan-rekan HKPSI,” ujar Otto Hasibuan dengan penuh semangat.
Otto juga memberikan dorongan moral kepada peserta untuk tidak hanya fokus pada aspek teknis hukum, tetapi juga menjaga idealisme dan keberanian dalam menegakkan keadilan. Apalagi dalam menghadapi kejahatan yang bersifat struktural seperti korupsi politik dan penyalahgunaan kekuasaan.
Jansen Lori Yuvindom Mahasiswa Harus jadi Pelopor Etika Hukum
Sambutan pembukaan juga disampaikan oleh Jansen Lori Yuvindo, Koordinator Pusat HKPSI. Dalam pidatonya, Jansen menyampaikan harapan agar Munas ini tidak hanya menjadi ajang seremonial, tetapi mendorong mahasiswa hukum menjadi pelopor dalam membangun kesadaran etis dalam penegakan hukum nasional.
Di Balik Palu Hakim, Kepastian Hukum dan Rasa Keadilan
“HKPSI harus tetap berdiri sebagai komunitas intelektual yang mendorong transparansi, akuntabilitas, dan keberanian moral dalam sistem hukum kita. Kita sebagai mahasiswa tidak boleh hanya jadi penonton sejarah hukum, tapi harus menjadi pelaku utamanya,” tegas Jansen disambut tepuk tangan peserta.
Jansen juga menyinggung pentingnya merancang sistem kaderisasi organisasi yang inklusif dan mendorong penguatan forum kajian hukum yang aktual dan responsif terhadap isu publik.
Komitmen Badilum dan Tantangan Integritas
Pada kesempatan yang sama, Dirbinganis Badilum Mahkamah Agung RI, Hasanudin, menyampaikan komitmen institusinya untuk membangun peradilan yang bersih.
Berdasarkan laporan resmi, sepanjang tahun 2025 Badilum telah menjatuhkan sanksi kepada lebih dari 28 aparat peradilan, termasuk hakim yang terlibat dalam praktik suap.
Hasanudin menekankan pentingnya menerapkan layanan digital dan non-transaksional, termasuk promosi dan mutasi hakim yang kini dapat diakses melalui sistem virtual untuk mencegah korupsi struktural dalam birokrasi kehakiman.
Refleksi dan Reorganisasi HKPSI
Selain sesi seminar, Munas juga memfokuskan agenda pada evaluasi kinerja pengurus periode sebelumnya, pemilihan pimpinan HKPSI yang baru, serta perumusan Grand Design Program HKPSI untuk periode 2025–2026.
Melalui suasana dinamis dan penuh antusiasme, peserta saling bertukar gagasan, memperluas jejaring, dan menguatkan posisi mahasiswa sebagai garda depan penjaga nilai-nilai keadilan.
Munas HKPSI XV bukan hanya peristiwa organisasi, melainkan simbol konsolidasi moral dan intelektual mahasiswa hukum Indonesia dalam menjawab tantangan zaman.
Dengan mengangkat kembali wacana forum previlegiatum dan memunculkan diskusi soal integritas sistem hukum, forum ini memperkuat cita hukum nasional yang adil, cepat, dan bermartabat.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News