Tari Langen Mandra Wanara merupakan salah satu jenis kesenian yang berasal dari Yogyakarta. Tari ini menggabungkan beberapa cabang kesenian, seperti tarian, lagu, drama, serta musik gamelan dalam setiap penampilannya.
Dilansir dari laman Kratonjogja.id, penamaan tari Langen Mandra Wanara diambil dari tiga kata yang berbeda. Kata "Langen" memiliki arti hiburan atau bersenang-senang.
Sementara itu, kata "Mandra" berarti banyak. Terakhir, kata "Wanara" bisa diartikan sebagai kera. Definisi ini sesuai dengan penampilan Langen Mandra Wanara yang banyak menampilkan penari wanara dalam jumlah banyak.
Tahukah Kawan bahwa keberadaan tari tradisional ini sudah ada sejak lama di Yogyakarta? Bahkan keberadaan tari Langen Mandra Wanara sudah ada jauh sebelum masa kemerdekaan Indonesia.
Adipati Danurejo VII merupakan sosok penting yang menciptakan genre tari yang satu ini. Menantu dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII tersebut menciptakan tari tradisional ini pada akhir abad ke-19.
Lantas bagaimana kisah dibalik penciptaan tari Langen Mandra Wanara oleh Adipati Danurejo VII tersebut? Simak ulasan lengkapnya dalam artikel berikut ini.
Ketertarikan Adipati Danurejo VII dengan Kesenian
Adipati Danurejo VII merupakan salah satu patih yang ada di Kesultanan Yogyakarta. Beliau menjabat sebagai Pepatih Dalem dari 1 Maret 1912 hingga Oktober 1933.
Sebelum menjadi Pepatih Dalem, Adipati Danurejo VII bernama Kanjeng Pangeran Haryo Yudanegara III atau KPH Yudanegara III. Dilansir dari skripsi Nurendro Dani Priambodo, "Dari Istana ke Rakyat: Seni Pertunjukan Langen Mandra Wanara di Yogyakarta di Yogyakarta, 1918-1961," KPH Yudanegara III diketahui memiliki ketertarikan lebih terhadap kesenian.
Terlebih KPH Yudanegara III memiliki ketertarikan khusus terhadap seni tari dan pertunjukkan. Salah satu bentuk ketertarikan ini adalah ketika KPH Yudanegara III sering menampilkan tari Srandul yang merupakan salah satu jenis tarian rakyat.
Tari Srandul ini merupakan tarian yang mengambil cerita dari Serat Menak. Dalam prosesnya, tarian ini diiringi oleh beberapa instrumen berbeda, seperti angklung, kendang, dan lainnya.
Akan tetapi, ketertarikan terhadap KPH Yudanegara III terhadap seni pertunjukan, khususnya tarian rakyat ternyata mendapatkan pertentangan dari sang ayah, KPH Yudanegara II. KPH Yudanegara II lebih ingin KPH Yudanegara III untuk lebih menyukai kesenian dengan corak keraton.
Namun keinginan tersebut tidak sesuai dengan KPH Yudanegara III. Sebab dirinya merasa bahwa kesenian dengan corak keraton dirasa terlalu rumit dan mengikat.
Akhirnya KPH Yudanegara II menyarankan KPH Yudanegara III untuk menciptakan seni pertunjukan yang masih sesuai dengan pandangannya, tetapi juga mencantumkan corak keraton di dalamnya.
Terciptanya Tari Langen Mandra Wanara
Atas dasar inilah, KPH Yudanegara III kemudian menciptakan tari Langen Mandra Wanara pada 1890-an. KPH Yudanegara III menciptakan tari ini dengan menggabungkan dua kesenian berbeda, yakni pertunjukkan Langendriyan dan tari Srandul.
Dalam penampilannya, tari Langen Mandra Wanara mencampurkan Langendriyan yang menari dalam posisi jongkok dengan tari Srandul. Ketika pertama kali diperkenalkan, tari ini menggunakan cerita yang berasal dari Serat Menak.
Namun seiring berjalannya waktu, KPH Yudanegara II menyarankan agar tari Langen Mandra Wanara menggunakan lakon Ramayana dalam pementasannya.
Pada awal kemunculannya, tari ini sempat mendapatkan respon negatif dari pihak keraton. Sebab penampilan tari Langen Mandra Wanara terlihat urakan.
Selain itu, ada juga penggunaan dialog dalam pementasan yang tidak seperti biasanya. Meskipun demikian, penampilan tarian ini menunjukkan keakraban di antara penari serta penonton.
Hal ini sesuai dengan tujuan KPH Yudanegara III yang ingin mengenalkan seni pertunjukkan secara lebih luas. Dengan demikian, pertunjukkan tersebut bisa dinikmati oleh rakyat dari semua kalangan.
"KPH Yudanegara III ingin memperkenalkan kalau kesenian istana bisa dinikmati oleh semua kalangan. Dengan demikian, seni pertunjukan yang awalnya eksklusif bisa menjadi inklusif," jelas Nurendro kepada tim GNFI pada Rabu, 28 Mei 2025.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News