kongres budaya jawa di yogyakarta pada 1924 cikal bakal tercetusnya pendirian museum sonobudoyo - News | Good News From Indonesia 2025

Kongres Budaya Jawa di Yogyakarta pada 1924, Cikal Bakal Tercetusnya Pendirian Museum Sonobudoyo

Kongres Budaya Jawa di Yogyakarta pada 1924, Cikal Bakal Tercetusnya Pendirian Museum Sonobudoyo
images info

Mundur hampir seabad silam, di Yogyakarta pernah diadakan sebuah pertemuan yang secara umum membahas tentang kebudayaan Jawa. Pertemuan yang digelar di Yogyakarta tersebut bernama Kongres Budaya Jawa.

Kongres Budaya Jawa di Yogyakarta diinisiasi oleh sebuah organisasi berbasis kebudayaan, yakni Java Instituut. Kongres yang diadakan di akhir 1924 ini memiliki peranan penting dalam perkembangan budaya Jawa pada waktu itu.

Salah satu dampak yang dihasilkan oleh Kongres Budaya Jawa pada 1924 adalah tercetusnya ide untuk mendirikan Museum Sonobudoyo yang masih bisa diakses di Yogyakarta hingga saat ini. Selain itu, pertemuan ini juga membahas tema-tema seputar kebudayaan Jawa pada waktu itu.

Lantas bagaimana penjelasan lebih lanjut terkait kongres yang diadakan oleh Java Instituut pada waktu itu? Simak ulasan lengkap terkait tema ini dalam artikel berikut.

Kongres Budaya Jawa Yogyakarta 1924

Dilihat dari skripsi Abyan Habib Baskoro yang berjudul, "Kongres Budaya Jawa di Yogyakarta dan Surakarta dalam Majalah Djawa (1925-1940)," Kongres Budaya Jawa di Yogyakarta diselenggarakan pada 24 hingga 27 Desember 1924. Acara yang digelar oleh Java Instituut ini secara langsung dilindungi oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono VIII.

Adanya pertemuan ini berkaitan dengan situasi masyarakat Jawa pada waktu itu. Abyan menjelaskan bahwa berlangsung kongres pada tahun ini masih berkaitan dengan adanya Perang Jawa yang terjadi pada abad ke-19.

Kekalahan orang-orang Jawa dalam perang tersebut secara tidak langsung memberikan dampak yang cukup signifikan bagi masyarakat. Tidak hanya itu, dampak yang diberikan ini juga berdampak pada perkembangan budaya Jawa pada waktu itu.

"Perang Jawa yang terjadi pada abad ke-19 adalah sebuah peristiwa penting yang berdampak signifikan terhadap masyarakat Jawa. Kekalahan orang-orang Jawa mengakibatkan para elitenya tunduk terhadap kolonial Belanda. Lemahnya elite Jawa saat itu juga berpengaruh pada perkembangan kebudayaan Jawa yang terhenti karena budaya kolonial Belanda memiliki efek buruk bagi kebudayaan Jawa," jelas Abyan kepada tim GNFI pada Jumat, 2 April 2025.

Atas dasar inilah Kongres Budaya Jawa kemudian digelar oleh Java Instituut pada 1924. Terdapat dia isu utama yang diangkat dalam pertemuan ini. 

Pertama, kongres ini membahas tentang nilai-nilai yang dimiliki oleh monumen Jawa kuno bagi kebudayaan. Sementara itu, poin kedua yang dibahas dalam kongres ini adalah cara agar budaya asli lebih berkeadilan dalam pendidikan bangsa.

Jalannya Kongres

Helatan Kongres Budaya Jawa dibagi dalam empat hari yang berbeda. Pada hari pertama 24 Desember 1924, rangkaian awal acara dimulai dengan adanya pertemuan para peserta kongres beserta beberapa pentas kesenian.

Sementara itu pada hari kedua 25 Desember 1924, diskusi tentang cara budaya lebih berkeadilan bagi pendidikan bangsa digelar. Selain itu pada hari kedua ini juga ada pameran dengan tema "Arsitektur dan Peralatan Rumah Tangga Jawa."

Selanjutnya pada hari ketiga 26 Desember 1924, diselenggarakan diskusi yang berkaitan dengan nilai-nilai monumen Jawa terhadap kebudayaan. Terakhir pada hari keempat 27 Desember 1924 diadakan lanjutan diskusi terkait nilai-nilai monumen Jawa terhadap kebudayaan dan pendidikan nasional.

Hasil dari Kongres

Tercetusnya ide pendirian Museum Sonobudoyo menjadi hasil konkret dari diadakannya Kongres Budaya Jawa pada 1924 ini. Museum tersebut kemudian diresmikan 11 tahun kemudian, tepatnya pada 6 dan 7 November 1935.

Selain itu, pembahasan terkait pendidikan juga menjadi bahasan yang banyak disorot dalam kongres ini. Abyan menyebutkan bahwa para peserta yang hadir dalam kongres ini memberikan perhatian lebih pada pola pendidikan bagi masyarakat serta urgensi pendirian monumen Jawa.

"Topik perdebatan dalam Kongres Budaya Jawa di Yogyakarta 1924 adalah seputar pola pendidikan orang Jawa dan urgensi pendirian monumen Jawa. Para ahli saling mengkritik dan memberikan berbagai solusi untuk kemajuan pendidikan orang Jawa," tutup Abyan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Irfan Jumadil Aslam lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Irfan Jumadil Aslam.

IJ
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.