Sejak belia, Nyai Ageng Serang atau Kustiah telah mendapat pendidikan anti penjajahan dan anti pengaruh asing. Ayahnya, Panembahan Notoprojo adalah kawan seperjuangan Pangeran Mangkubumi.
Mereka bahu membahu mengangkat senjata melawan Belanda pada tahun 1746-1755. Tak puas dengan perjanjian Gayatri dan hubungan politik antara Belanda dan keraton, Panembahan Notoprojo memilih menetap di Serang.
Kustiah tumbuh menjadi gadis nan cerdas, lincah, tajam pandangan hidupnya. Peka mengamati penderitaan rakyat, dampak dari peraturan peraturan buatan kompeni.
Dalam pandangannya, kerja keras rakyat hanya menyumbang kekayaan dan kemakmuran penjajah. Pun beban tiap harinya, justru makin meningkat. Kustiah yang mewarisi darah juang dan kepahlawanan dari ayah dan leluhurnya memiliki cita-cita melawan penjajah.
Bersama ayah dan kakaknya, Putera Natapraja, Kustinah membina pasukan-pasukan yang setia tinggal di Serang. Belanda mengetahui ada kekuatan rakyat yang terhimpun di Serang. Tiba-tiba Belanda menyerang, suasana panik, rakyat kalang kabut, berlari ke hutan.
Putera Notoprojo gugur dalam serangan ini. Kesedihan menggelayuti keluarga Kustiyah. Tak berapa lama berselang, Panembahan Notoprojo wafat. Tinggalah hanya Kustiyah dengan ibunya.
Mengenal Sistem Tanam Paksa yang Diusulkan Van Den Bosch, Guna Memulihkan Ekonomi Belanda
Kustiyah terikat janji mendiang ayahnya dengan Sultan Hamengku Buwono I, dijodohkan dengan Raden Mas Sundoro, putera sultan. Ia pindah ke Yogya, disambut sebagai anggota kerabat keraton. Putera mahkota Yogyakarta RM. Sundoro menyatakan cinta dengan terus terang padanya. RM. Sundoro ingin menjadikan Kustiah sebagai calon permaisuri.
Namun Kustiah mengatakan dirinya belum memikirkan perkawinan. Ia ingin mengetahui dan mempelajari kehidupan masyarakat. Alhasil Kustiyah ditempatkan di Demangan.
April 1792, Sultan Hamengku Buwono I wafat. Lantas digantikan putera mahkota, RM. Sundoro dengan gelar Sultan Hamengku Buwono II. Kustiah kembali ke keraton.
Pernikahan tak dapat dihindari Kustiah, Namun, ia mengajukan syarat, hanya kawin simbolik. Pasca pernikahan nama Kustiah menjadi R.A. Kustiah Wulaningsih Retno Edi.
Beberapa waktu kemudian Kustiah meminta ijin pada suaminya untuk dipulangkan ke Desa Serang. Sultan Hamengku Buwono II juga memberi kebebasan kepada R.A. Kustiah memilih jodohnya sendiri. Ialah Mutia Kusumawijaya, laki-laki pilihan Kustiah yang diberi gelar Panembahan Serang. Suami isteri ini dikaruniai seorang puteri, Kustina namanya.
Panembahan Serang berpandangan sama dengan istrinya, kehadiran Belanda hanya merugikan rakyat. Ia menolak menyerahkan hasil bumi sebab tinggal di wilayah Perdikan. Belanda menganggapnya pemberontak, Panembahan Serang gugur ditembak.
Sepeninggal suami, Kustina diasuh sendiri oleh Kustiah hingga dewasa. Kustina menikah dengan Pangeran Aria Adipati Mangkudiningrat, putera Sultan Hamengku Buwono II.
Kustiah memutuskan kembali ke Yogya, mengikuti anak dan menantunya. Di keraton Yogyakarta, R.A. Kustiah mengenal lebih banyak orang yang berpendirian sama, R.M. Ontowiryo (Pangeran Diponegoro ), Tom Alap -Alap, Joyokusumo, Hadiwijoyo, Diposono. Dewi Ratih (isteri Pangeran Diponegoro).
Intervensi Belanda di Keraton Yogyakarta tahun 1811 menurunpaksakan Sultan Hamengku Buwono II. Sultan dituduh bersikap menentang kompeni, mempersiapkan perlawanan. Deandels menobatkan Putera Mahkota menjadi Sultan Hamengku Buwono III.
Ketika Inggris mengalahkan Belanda, Sultan Hamengku Buwono II atau dikenal juga Sultan Sepuh dijadikan Sultan lagi. Peristiwa kematian Danurejo II menimbulkan permasalahan baru. Sultan Sepuh yang diduga dalang pembunuhan tak mau meminta maaf. Perintah Raffles untuk menandatangani perjanjian penyerahan daerah ke gubernur Belanda pun ditolak Sultan Sepuh.
Raffles mengalahkan Sultan Sepuh dalam sebuah ekspedisi. Bersama Pangeran Mangkudiningrat, Sultan Sepuh diasingkan ke Pulau Pinang, lalu dipindah ke Ambon.
Potret Makam Pasutri Crazy Rich Belanda di Kota Batu, Dikelilingi Perbukitan Indah
Penangkapan putera mantu dan besan, membuat Kustiah makin berkobar tekatnya dalam membela tanah air. Ia Kembali ke Serang menempati gedung Notoprojo bersama putrinya, Kustina dan cucunya, RM. Papak. Kustina meninggal dunia, dimakamkan di Taman Pemakaman Notoprajan, di sebelah makam ayahanda.
Saat mempelajari ilmu bela diri di Kadilangu, Nyai Ageng Serang mendapat berita bahwa Raden Onto Wiryo (Pangeran Diponegoro) mulai melakukan perlawanan terhadap Belanda. Pangeran Diponegoro meminta bantuan untuk berperang melawan Belanda, melawan penjajahan.
Gayung bersambut, Nyai Ageng Serang menyetujuinya. Nyi Ageng Serang menerima permintaan Pangeran Diponegoro dengan membawa Raden Mas Papak.
Peta medan tempur diserahkan utusan Diponegoro, pasukan Nyai Ageng Serang diberikan rute yang berbeda dengan pasukan Pangeran Diponegoro dan Sentot Ali Basah. Serangan dilakukan secara gerilya.
Berita Nyai Ageng Serang turut mengangkat senjata membantu Pangeran Diponegoro tersebar cepat. Pengikut Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I) yang hidup sudah berusia tua mengirimkan anak, cucu, serta tetangga untuk bergabung dalam pasukan Nyai Ageng Serang. Tak sedikit jumlahnya wanita yang bergabung dalam barisan pejuang.
Dengan memegang tongkat komando, Nyai Ageng menyandang tombak berbendera merah putih yang dililit sehelai selendang wasiat dari Sri Sultan Hamengku Buwono. Duduk di atas kuda, ia berada di garis depan peperangan, memimpin pasukan.
Taktik kamuflase daun lumbu membuat pertempuran yang dipimpin Nyai Ageng Serang dan cucunya Raden Mas Papak selalu mengalahkan pasukan musuh.
Daun lumbu digunakan untuk melindungi kepala pasukan, tampak seperti kebun lumbu dari kejauhan. Musuh akan diserang ketika jarak sasaran telah dekat.
Pahlawan Mari Longa, Pemimpin Perlawanan Belanda dari Ende Nusa Tenggara Timur
Kayatun dalam artikelnya Nyi Ageng Serang dalam perang Diponegoro menuliskan strategi Blitzkrieg (perang kilat) Jendral de Kock tak berlaku sebab meski Belanda memiliki banyak senjata namun rakyat memiliki kesabaran dalam meluluhkan senjata mereka.
Taktik lumbu dan taktik alon-alon waton kelakon menurut pemikiran Nyai Ageng Serang akan mempercepat ambruknya kekuasaan Belanda.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News