mengenal sistem tanam paksa yang diusulkan van den bosch guna memulihkan ekonomi belanda - News | Good News From Indonesia 2025

Mengenal Sistem Tanam Paksa yang Diusulkan Van Den Bosch, Guna Memulihkan Ekonomi Belanda

Mengenal Sistem Tanam Paksa yang Diusulkan Van Den Bosch, Guna Memulihkan Ekonomi Belanda
images info

Tanam paksa merupakan sebuah sistem yang mengharuskan rakyat pribumi menanam tanaman eskpor secara paksa. Lalu, hasilnya akan dijual oleh pemerintah kolonial. Sistem tanam paksa digagas oleh seorang Gubernur bernama Jenderal Johannes Van Den Bosch, tanam paksa atau dalam bahasa Belanda disebut "Cultuurstelsel".

Cultuurstelsel berarti kewajiban rakyat pribumi untuk menanam tanaman ekspor yang akan dijual kembali di Eropa. Rakyat pribumi menerjemahkan Cultuurstelsel dengan sebutan tanam paksa, karena sistem tanamnya dilakukan dengan cara dipaksa.

Dilansir dari kompas.com, pada saat itu kondisi perekonomian Belanda sangat kacau, baik itu di negara induk maupun negara jajahannya. Kas negara waktu itu telah kosong, akibat membiayai perang melawan rakyat pribumi Indonesia dan beberapa negara lainnya.

Van Den Bosch yang masih menjabat menjadi letnan jenderal, mengusulkan tanah jajahan harus menanam tanaman yang laku di Eropa, upaya ini sebagai langkah pemerintah dalam memulihkan kondisi perekonomian Belanda.

Ide itu diterima baik oleh pemerintah Belanda, sehingga Van Den Bosch di angkat menjadi Gubernur Hindia-Belanda ke-48 di tahun 1830.

Sesudah ditunjuk menjadi Gubernur, tugas utama Van Den Bosch adalah melaksanakan dan mengawasi sistem tanam paksa guna mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, dan memulihkan perekonomian Belanda.

Hmmm, hal apa saja yang membuat rakyat pribumi menderita dengan sistem tersebut, ya?

Simak berikut di bawah ini!

Kebijakan-kebijakan Sistem Tanam Paksa

Dikutip dari CNN Indonesia, Pemerintah Belanda menetapkan sistem tanam paksa kepada rakyat pribumi. Berikut adalah rinciannya!

1. Rakyat pribumi harus memberikan lahan tanah sebesar 20% untuk ditanami tanaman tanam paksa.

2. Pembebasan tanah yang disediakan untuk tanam paksa dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak

3. Masyarakat yang tidak memiliki lahan, bisa mengganti dengan bekerja di pabrik atau perkebunan milik pemerintah Belanda selam 65 hari.

4. Tanam paksa harus dilakukan pengerjaannya, dalam kurun waktu 3 bulan.

5. Hasil produksi pertanian yang kelebihan dari yang diperkirakan, akan sepenuhnya dikembalikan kepada rakyat pribumi.

6. Gagal panen atau segala bentuk kerusakan yang bukan disebabkan oleh kesalahan petani, sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah Belanda.

7. Tata cara pelaksanaan tanam paksa, akan diserahkan kepada setiap kepala desa.

Meski dianggap membebani rakyat pribumi, nyatanya tak semua kebijakan sistem tanam paksa memberatkan para petani. Diantaranya, jika hasil pertanian melebihi yang ditetapkan, sisanya akan dikembalikan ke petani asalnya. Gagal panen yang bukan disebabkan oleh petani, seperti, musim kemarau, banjir dll. Menjadi tanggung jawab pemerintah Belanda dalam mengganti kerugian.

Penyimpangan Sistem Tanam Paksa yang Membuat Pribumi Menderita

Meski terlihat menguntungkan bagi petani pribumi, faktanya di lapangan tidak begitu. Sistem ini sangat menyimpang dari kebijakan yang disampaikan serta memberatkan beban para petani.

Berikut adalah penyimpangan sistem tanam paksa!

1. Jatah tanah tanam paksa yang seharusnya seperlima bidang tanah, bisa lebih luas lagi bahkan mencapai setengah dari luas tanah apabila tanahnya tidak subur.

2. Sistem ini memungkinkan para petani lebih fokus menggarap tanamannya untuk pemerintah Belanda daripada menggarap pertaniannya sendiri.

3. Waktu bekerja sistem tanam paksa jauh melebihi kebijakan pemerintah Belanda itu sendiri. Dalam peraturan seharusnya 65 hari, namun faktanya malah menjadi 200-225 hari dalam setahun.

4. Kegagalan panen dibebankan kepada para petani.

5. Tanah yang digunakan tetap dikenakan pajak, hal itu tentu sudah menyimpang dari peraturan yang ditulis.

Penghapusan Sistem Tanam Paksa

Setelah dianggap menyusahkan dan membebani petani pribumi di sektor pertanian, pada tahun 1870. Sistem ini resmi dihapus setelah mendapat protes keras dari para menteri jajahan pada waktu itu.

Mereka menganggap, masyarakat berhak mendapatkan upah hasil dari tanaman pertaniannya. Setelah peristiwa itu kemudian disahkannya Undang-undang (UU) Agraria tahun 1870. 

Dengan pengesahan UU Agraria ini, masyarakat yang memiliki tanah akan dicatatkan kepemilikannya. ini sebagai upaya antisipasi untuk melindungi petani atas tanahnya dari penguasa asing.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

ON
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.