Pernahkah Kawan mendengar istilah Homo ludens? Homo ludens adalah konsep yang dicetuskan Johan Huizinga, seorang filsuf budaya Belanda yang mengungkapkan bahwa manusia adalah manusia bermain—seorang pemain dan memainkan peran.
Dalam konsep Homo ludens, aktivitas bermain sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh anak-anak, tetapi juga manusia dewasa. Manusia menjadi seorang guru, ibu, kakak, atau yang lain, sesungguhnya hanya sedang memainkan peran.
Manusia sangat dekat dengan permainan setiap harinya.
Jangan Buru-Buru Dituntut Belajar, Anak Juga Perlu Waktu Lebih untuk Bermain!
Seseorang dapat memainkan beragam peran dalam kehidupannya, misalnya, seorang anak dapat berperan sebagai anak di rumah, kakak/adik, teman, dan siswa di sekolah.
Permainan lebih dekat dengan dunia anak. Bisa dibilang, dunia anak adalah bermain. Lewat aktivitas bermain dengan teman di luar rumah membuat anak dapat belajar berbagai hal, seperti berkompetisi secara sehat, kerja sama, gotong royong, penerapan strategi, hingga insting untuk melindungi dan menyelamatkan diri.
Oleh karena itu, Johan Huizinga menambahkan bahwa bermain tidak hanya sebatas mencari hiburan, melainkan untuk tujuan yang lebih luas: membangun makna, mengembangkan kreativitas, dan mempromosikan interaksi sosial.
Anak Gampang Lupa dan Susah Fokus? Jangan-Jangan Pola Tidurnya Tidak Berkualitas
Strategi Kampung Lali Gadget Ajak Anak-Anak Bermain
Masalahnya, permainan tradisional saat ini kurang dikenal oleh anak-anak. Mereka lebih dekat dengan gadget dibandigkan aktivitas main di luar rumah bersama teman-teman.
Oleh karena itu, Kampung Lali Gadget hadir dengan misi menghidupkan kembali permainan-permainan tradisional.
Misinya bisa dibilang cukup berhasil sebab saat ini kampung itu telah dikenal luas dan banyak anak yang ketagihan bermain di sana.
“Strateginya, permainan itu sendiri. Tidak ada yang penting bagi anak kecuali bermain,” ungkap Achmad Irfandi, pendiri Kampung Lali Gadget (KLG), saat menjelaskan strategi KLG menarik anak-anak untuk melepaskan gawai.
Ia sangat paham bahwa dunia anak-anak adalah bermain dan mencari kesenangan. Oleh karena itu, ia memanfaatkan khazanah permainan tradisional yang dimiliki Indonesia untuk mengajak anak-anak meletakkan gadgetnya.
Ia juga mengerti bahwa anak-anak yang sering terpapar layar disebabkan mereka tidak menemukan keseruan di dunia nyata. Sedang dengan gawai, anak dapat mencari apapun yang mereka cari. Motif inilah yang membuat Irfandi yakin menciptakan keseruan di dunia nyata bagi anak-anak lewat permainan di luar rumah.
“Makanya pendekatan yang dipakai itu bermain sendiri,” imbuhnya.
Dewangga, Si Kecil Pegiat Lingkungan dengan Budi Daya Maggot hingga Mendapat Penghargaan
Sejalan dengan itu, Wahyu Aji, CEO Good News From Indonesia (GNFI) menambahkan, kurang eksisnya permainan tradisional bagi anak-anak disebabkan oleh minimnya informasi terkait hal tersebut. Orang tua yang diliputi rasa takut dan khawatir akan aktivitas yang dekat dengan tanah, membuat mereka memberikan alternatif yang serba praktis—menyediakan gawai.
“Kita berkeyakinan penuh bahwa anak-anak suka gadget bukan karena cinta banget sama gadget, tetapi mereka tidak punya alternatif dan paparan yang selain gadget,” terang Wahyu Aji, CEO,
Oleh karena itu, GNFI dan KLG berkolaborasi untuk mengampanyekan permainan tradisional agar lebih menarik minat masyarakat luas, terutama orang tua dan anak-anak. Kolaborasi keduanya dilakukan lewat dua dunia: GNFI memberikan akses informasi melalui dunia maya dan media sosial, sedangkan KLG berlaga di dunia nyata dengan menghadirkan permainan-permainan seru.
“GNFI punya keyakinan jika semakin banyak good news dikabarkan, semakin bagus. Kita yakin bahwa sesuatu yang baik tidak menyebar bukan karena tidak penting, tapi karena tidak dikemas secara baik. Itu yang sedang kita perjuangkan,” ungkap Wahyu Aji.
Gerakan 100 Komunitas Bermain Tanpa Gadget oleh GNFI X KLG, Pertemukan Komunitas Demi Anak Indonesia
Bermain Tidak Harus Mahal, Bisa Gunakan Media Apa Saja
Permainan tradisional adalah permainan yang murah, mudah, dan dapat diakses siapa saja. Sebab, permainan tradisional sebagian besar menggunakan media dari alam, seperti bambu, kayu, pecahan ganting, batu, dan benda-benda lainnya.
Tiap-tiap bahan tersebut bisa dimanfaatkan untuk beragam bermainan. Misalnya, bambu dapat dimanfaatkan untuk bermain egrang dan bedil bambu, kapal othok-othok, hingga layang-layang.
Di KLG, beragam permainan tradisional itu tersimpan rapi. Tiap hari Minggu, KLG membuat 4 kegiatan yang dapat diikuti oleh anak-anak. Kegiatan tersebut terdiri dari 3 permainan dan 1 workshop atau belajar membuat sesuatu. Tiap pekannya, tema atau media bermainnya berbeda sehingga anak-anak dapat terus mengeksplorasi beragam jenis permainan.
“Jadi kalau ada pengunjung usia di atas 50 tahun, kami senang minta ampun karena mereka berbagi permainan tradisional, sehingga menambah data yang kami kumpulkan tentang permainan tradisional,” ungkap Irfandi.
Ternyata, Stunting Dapat Dilihat dari Kondisi Kesehatan Gigi pada Anak
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News