Kawan, Hari Keris Nasional kini telah ditetapkan pada tanggal 19 April. Penetapan ini disampaikan oleh Menteri Kebudayaan Republik Indonesia pada acara Brawijayan Mondiacult 2025 di Gedung Samantha Krida, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
Seperti yang diwartakan detiknews, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia menyampaikan bahwa tujuan utama penetapan Hari Keris Nasional adalah untuk menyatukan langkah dan pandangan dalam memajukan budaya keris secara nasional.
“Penetapan ini bukan hanya peringatan simbolik, tapi langkah penting untuk menghidupkan kembali makna keris sebagai warisan budaya yang kaya nilai historis, artistik, dan spiritual,” ujarnya, dilansir dari laman Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Guna memahami lebih jauh warisan ini, bahasan berikut akan mengulas akar sejarah dan perkembangan keris, mengungkap filosofinya, menyoroti upaya pelestariannya, serta merangkai proyeksi harapan bagi masa depan keris sebagai identitas budaya.
Asal Usul, Perkembangan, dan Filosofi Keris
Keberadaan keris ditemukan pertama kali di Jawa dan diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 Masehi, terbukti dari temuan keris paling tua yang ditemukan oleh arkeolog pada prasasti batu di desa Dakawu, Grabag, Magelang, Jawa Tengah, dikutip dari buku Pamor Keris: Tuah, Bentuk, dan Makna oleh Irawan, dkk.
Sudrajat dan Wibowo dalam Keris menyebutkan pada masa transisi awal Mataram Hindu-Buddha, keris, yang awalnya adalah belati tikam, mengalami perkembangan kompleks pada dinasti-dinasti selanjutnya. Kemudian, disebarluaskan oleh Majapahit ke berbagai wilayah Asia Tenggara.
Sejalan dengan waktu, keris mengalami adaptasi gaya lokal di berbagai daerah, sehingga menghasilkan keragaman dalam teknik pembuatannya.
Meskipun merupakan senjata tikam, keris lebih bersifat simbolik dan memiliki kekuatan spiritual yang mendalam, hingga dipercaya memiliki tuah untuk keselamatan, dikutip dari Art & Culture Journal yang ditulis Darmojo.
Menurut laman UNESCO, salah satu ciri khas visual dari keris adalah bilahnya dengan pangkal lebar dan tidak simetris, serta sarungnya yang mayoritas berbahan kayu, meskipun beberapa terbuat dari gading atau emas.
Keindahan keris terletak pada tiga aspek utama: dhapur yang merujuk pada bentuk dan desain bilah (sekitar 40 varian), pamor yaitu pola hiasan logam campuran pada bilah (sekitar 120 varian), dan tangguh yang menandakan usia serta asal-usul keris.
Bilah keris dibuat oleh seorang empu melalui proses pelapisan berbagai bijih besi dan nikel meteorit yang dilipat berkali-kali dengan tingkat presisi tinggi.
Para empu ini juga dihormati atas pengetahuan mereka dalam sastra, sejarah, dan ilmu gaib.
Di Indonesia, selain sebagai senjata, keris juga menjadi bagian penting dari pakaian adat, benda upacara, atribut jabatan, lambang kekuasaan, hingga wakil atau utusan pribadi pemiliknya sejak zaman dahulu.
Sinergi dan Upaya Pelestarian Budaya Keris
Sejumlah upaya pelestarian budaya keris telah dilakukan. Menurut laman UNESCO, keris telah diakui oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) sebagai Warisan Budaya Takbenda pada tahun 2008.
Selain itu, keberadaan tugu berbentuk keris, seperti Tugu Keris Siginjai di Jambi, Tugu Keris Solo di Jawa Tengah, hingga Tugu Keris Sumenep di Jawa Timur, juga koleksi ratusan keris di Museum Keris Nusantara merepresentasikan upaya pelestarian pusaka ini.
Di tengah kemajuan zaman yang menantang pelestarian warisan budaya, keterlibatan generasi penerus menjadi krusial agar warisan seperti keris tidak tergerus zaman.
Sekarang, sudah banyak warisan budaya tak benda Indonesia yang ditetapkan menjadi hari nasional. Setujukah, Kawan, ini saat yang tepat untuk bersama-sama memastikan warisan ini terus hidup?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


