Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah dasar hukum yang mengatur tata cara peradilan pidana di Indonesia, mulai penyelidikan, penyidikan, hingga persidangan. KUHAP berfungsi sebagai dasar hukum bagi aparat penegak hukum untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam menangani sebuah kasus pidana.
Melansir dari Mahkamah Agung, KUHAP sangat perlu untuk diperbarui seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini dilakukan agar selaras dengan perkembangan hukum serta memastikan hak-hak korban dapat sepenuhnya terlindungi dalam sistem peradilan pidana.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menargetkan proses revisi KUHAP dapat selesai di tahun 2025, sehingga per 2026 nanti, aturan teranyar sudah dapat berlaku bersamaan dengan UU KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang baru.
Di sisi lain, KUHAP yang ada saat ini sudah berlaku sejak tahun 1981. Dosen Fakultas Hukum UNAIR, Dr. Riza Alifianto Kurniawan, S.H., MTCP., menyebut jika KUHAP memang membutuhkan “penyegaran”.
Revisi KUHAP Diperlukan, HAM Harus Jadi Fokus Utama
Menurut Riza, banyak aturan yang perlu direvisi. Berbagai konsep-konsep, seperti alat bukti elektronik, harus dibenahi agar mampu beradaptasi dengan zaman.
“Banyak aturan yang perlu direvisi dan konsep-konsep yang perlu dibenahi seperti terkait alat bukti elektronik. Di KUHAP yang lama kan tidak ada dan itu menunjukkan bahwa KUHAP tidak up to date dan tidak bisa beradaptasi dengan zaman,” tuturnya.
Selain itu, Riza juga mengemukakan bahwa upaya perlindungan hak asasi manusia (HAM) harus menjadi fokus utama dalam revisi KUHAP. Ini perlu dilakukan agar ada hukum yang mengatur batasan agar upaya penegakan hukum tidak menyimpangi HAM.
Pengamat Hukum: RUU Perampasan Aset Bisa Tingkatkan Kepercayaan Publik
Ia menilai perlunya hukum yang betul-betul mengatur batasan negara agar memberikan jaminan perlindungan pada HAM, misalnya terkait hak privasi dalam upaya penyadapan paksa.
Restorative justice atau keadilan restoratif juga harus dimaksimalkan. Pendekatan ini berfokus pada pemulihan kerugian korban dan perbaikan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat.
Melalui emedia.dpr.go.id yang dikelola oleh DPR RI, dijelaskan juga bahwa KUHAP baru juga membahas pengaturan hak-hak kelompok rentan, yakni perempuan, difabel, dan lanjut usia, di mana mereka sering menghadapi kendala dalam proses hukum.
Lewat pengaturan hak tersebut, kelompok rentan akan mendapat perhatian khusus dan dilindungi hak-haknya. Dengan demikian, pemenuhan HAM juga tetap dapat terlaksana.
Revisi KUHAP Bantu Jamin Keseimbangan Keadilan dalam Peradilan Indonesia
Revisi KUHAP dianggap bukan hanya sekadar kebutuhan, tetapi sudah menjadi keharusan demi menjamin keseimbangan keadilan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
Ketentuan yang “jadul” itu masih belum sepenuhnya mencerminkan asas kepastian hukum, keseimbangan antara hak tersangka dan korban, serta belum selaras dengan berbagai kebijakan Mahkamah Agung dan putusan Mahkamah Konsitusi.
Jika tidak dibenahi, potensi ketidakadilan, utamanya dalam perlindungan korban bisa terjadi. Penyesuaian KUHAP juga harus dipastikan benar-benar sesuai karena hukum acara pidana bukan hanya menjadi alat kepastian hukum, tetapi juga sebagai sarana keadilan yang lebih manusiawi, modern, dan responsif pada perkembangan zaman.
Masyarakat Diminta Ikut Awasi Dana Desa, Kenapa?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News