Setiap tanggal 7 April, dunia memperingati Hari Kesehatan Dunia sebagai momentum untuk menyoroti isu-isu kesehatan global yang mendesak. Pada tahun 2025, tema yang diangkat adalah “Healthy Beginnings, Hopeful Futures” atau “Awal Yang Sehat, Masa Depan Penuh Harapan”.
Tema ini bukan hanya slogan, melainkan panggilan untuk bertindak. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jutaan kematian ibu dan bayi setiap tahunnya masih bisa dicegah, jika saja layanan kesehatan dasar dapat diakses secara adil dan berkualitas.
Investasi dalam kesehatan perempuan, dukungan selama kehamilan dan persalinan, serta perawatan bayi baru lahir adalah fondasi dari masyarakat yang sehat dan kuat.
Namun, kenyataannya, ketimpangan akses layanan kesehatan masih sangat mencolok di berbagai belahan dunia. Di negara seperti Somalia, misalnya, akses terhadap layanan kesehatan reproduksi dan neonatal masih menjadi tantangan besar baik dari sisi infrastruktur, jumlah tenaga medis, hingga kondisi sosial-politik yang tidak stabil.
Di sinilah peran tenaga kesehatan masyarakat secara global menjadi sangat penting. Mereka tidak hanya membawa pengetahuan, tetapi juga kepekaan budaya, dan keberanian untuk hadir di tempat-tempat yang sering terabaikan.
Safiya, Suara dari Somalia
Dalam semangat memperingati Hari Kesehatan Dunia ini, Ikatan Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta (IKALUM FKM UMJ) menyelenggarakan Alumni Talk Vol. 1 pada Jumat, 18 April 2025.
Kegiatan ini menjadi ruang refleksi sekaligus inspirasi, terutama karena menghadirkan narasumber istimewa dari kalangan perempuan yakni Safiya, alumni FKM UMJ yang kini bertugas sebagai Public Health Specialist di Kementerian Kesehatan Somalia.
Kisah Safiya menjadi gambaran nyata dari semangat tema Hari Kesehatan Dunia. Ia membuktikan bahwa kontribusi untuk menciptakan “awal sehat” bagi banyak orang tidak harus dimulai dari posisi tinggi atau institusi besar. Kadang, langkah kecil yang dimulai dari kampus lokal bisa berujung pada dampak besar di panggung global.
Sekitar 30 peserta meramaikan acara ini datang dari berbagai penjuru profesi. Melalui sesi ini, para peserta yang terdiri dari mahasiswa, dosen, praktisi, dan alumni diajak untuk menyelami langsung pengalaman Safiya dalam menghadapi tantangan kesehatan di wilayah krisis.
Ia tidak hanya berbagi tentang kondisi kesehatan di Somalia, tapi juga bagaimana ilmu, pengalaman organisasi, dan nilai-nilai kemanusiaan yang ia pelajari di FKM UMJ menjadi bekal kuat dalam tugasnya di lapangan.
Menariknya, sesi ini dipandu oleh Fayyaza Zakaria, mahasiswi FKM UMJ yang aktif di ERDAMS dan turut menggagas Nabastala Semesta organisasi yang fokus pada pengembangan kapasitas dan pendidikan berbasis nilai sosial.
Langkah Kecil, Dampak Global
Kehadiran Safiya dalam sesi ini juga menjadi momen reflektif bahwa ketimpangan akses kesehatan adalah isu global yang memerlukan kolaborasi lintas negara.
Ia memaparkan secara gamblang perbedaan sistem kesehatan Indonesia dan Somalia baik dari sisi kebijakan, dukungan infrastruktur, hingga tantangan budaya yang dihadapi tenaga kesehatan perempuan di lapangan.
Pemilihan Safiya sebagai pembicara jelas bukan kebetulan. Somalia tempat ia kini mengabdi adalah negara dengan tantangan kesehatan yang kompleks mulai dari infrastruktur terbatas, krisis tenaga medis, dan kondisi politik yang rawan.
Namun justru dari sana, dunia bisa bercermin. Lewat pengalamannya, Safiya mengajak peserta melihat langsung jurang ketimpangan akses kesehatan global dari kebijakan, fasilitas, sampai pendekatan ke masyarakat.
Yang membuat sesi Alumni Talk ini semakin menarik adalah penggunaan dua bahasa: Indonesia dan Inggris. Bukan cuma soal gaya, tapi ini semacam latihan internasionalisasi yang halus membiasakan peserta untuk nyaman dalam percakapan global.
Transisi antarbahasa pun berjalan mulus, penuh semangat, dan tidak kaku.
Safiya juga berbagi cerita personal, bagaimana ia tetap menjaga semangat dan keseimbangan hidup di tengah tekanan. Bahkan ketika ditanya makanan favoritnya di Somalia, dengan tawa ia menjawab, “Indomie versi Somalia!”
Momen ringan yang menghangatkan suasana dan memperkuat kedekatan emosional dengan para peserta. Ternyata, dari belantara kesibukan pekerjaan kemanusiaan, mi instan tetap jadi penyelamat rasa rindu.
Versinya memang lokal, tetapi tetap ada jejak rasa rumah di setiap suapan. Sederhana, tapi hangat. Dan justru dari cerita kecil itulah, kedekatan narasumber dan peserta terasa makin nyata.
Begitu masuk ke sesi tanya jawab, diskusi mengalir luas. Dari sistem kesehatan Somalia yang serba terbatas, gesekan budaya, perbandingan dengan Indonesia, sampai soal peran anak muda dalam peta besar kesehatan global. Serius, tetapi tetap bersahabat. Sebuah pengingat bahwa belajar bisa datang dari mana saja, bahkan dari sepiring Indomie di ujung benua Afrika.
Menumbuhkan Harapan, Melahirkan Arah Baru
Diskusi dalam Alumni Talk berkembang dinamis, menyentuh isu mulai dari kesehatan ibu dan anak, tantangan budaya lintas negara, peran perempuan di lapangan kemanusiaan, hingga kontribusi pemuda di sektor kesehatan global.
Melalui sesi ini, Safiya mengajak para peserta untuk melihat isu kesehatan masyarakat dari perspektif global. Ia mengingatkan pentingnya kolaborasi, adaptabilitas, dan keberanian melangkah ke medan yang kurang terjamah.
Cerita-cerita semacam ini mungkin tak sering masuk headline. Namun, di sinilah esensi dari Hari Kesehatan Dunia memastikan setiap manusia, di mana pun berada, memiliki hak yang sama untuk hidup sehat dan bermartabat.
Melalui sesi Alumni Talk ini, para peserta tidak hanya mendengar kisah inspiratif, tapi juga diingatkan akan misi mereka sebagai calon tenaga kesehatan masyarakat bahwa ilmu yang dikuasai hari ini, bisa menjadi jembatan bagi masa depan banyak orang.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News