gedung agung titik temu sejarah keindahan dan inklusivitas - News | Good News From Indonesia 2025

Gedung Agung, Titik Temu Sejarah, Keindahan dan Inklusivitas

Gedung Agung, Titik Temu Sejarah, Keindahan dan Inklusivitas
images info

Bicara soal pariwisata, khususnya di Yogyakarta, terdapat beragam destinasi wisata dengan tarik spesial. Ada yang punya jejak sejarah, dan ada juga yang dikenal dengan keindahan, baik berupa keindahan alam maupun artistik. 

Daya tarik khas itu belakangan makin lengkap, karena ada sisi inklusif, antara lain dari tingkat aksesibilitas yang semakin baik, dan adanya fasilitas pendukung, khususnya bagi mereka yang berkebutuhan khusus. Dari sekian banyak destinasi wisata di Yogyakarta, Istana Kepresidenan Yogyakarta menjadi satu tempat wisata yang spesial sekaligus unik, karena menjadi titik temu antara sejarah, keindahan, dan inklusivitas. 

Dari sisi historis, Istana Kepresidenan Yogyakarta, yang sehari-hari dikenal juga dengan sebutan Gedung Agung ini, turut menjadi saksi perjalanan panjang bangsa Indonesia. Disebut demikian, karena rentang waktu perjalanannya terbentang sejak masa VOC, kolonial Belanda, kolonial Jepang, Kemerdekaan, hingga era modern.

Sumbu Filosofi Yogyakarta, Perpaduan Unik Sejarah dan Budaya

Pada awalnya, bangunan yang berada di pusat kota Yogyakarta ini didirikan VOC sebagai Kantor Karesidenan Yogyakarta pada tahun 1755, atau pada masa awal berdirinya Keraton Yogyakarta, pasca-Perjanjian Giyanti. Bangunan ini lalu dipermegah di era Residen Anhonie Hendriks Smissaert, dengan bantuan arsitek A. Payen.

Dimulai pada tahun 1824, proses pembangunan gedung berarsitektur campuran Jawa-Eropa ini baru tuntas pada tahun 1832, setelah sempat terhenti saat terjadinya Perang Diponegoro (1825-1830). Bangunan Kantor Residen ini sempat dipugar pascabencana gempa bumi tahun 1867, dan tuntas pada tahun 1869. 

Ketika status Yogyakarta "naik kelas" menjadi provinsi tahun 1927, status Gedung Agung ikut "naik kelas" menjadi Kantor Gubernur. Status ini berlanjut di era kolonial Jepang, yang mengganti namanya menjadi Gedung Tyookan Kantai.

Uniknya, di era Kemerdekaan, status Gedung Tyookan Kantai kembali naik kelas, dengan menjadi Istana Kepresidenan. Dimulai dari masa perpindahan ibukota Indonesia ke Yogyakarta (1946-1949) status ini terus bertahan hingga sekarang. Tercatat, beberapa tamu negara, seperti Ratu Elizabeth II (Inggris), Kaisar Akihito (Jepang), dan Paus Yohanes Paulus II (Vatikan) pernah berkunjung ke Gedung Agung. 

Rekam jejak sejarah ini unik, dan menjadi semakin unik, karena bangunan berstatus cagar budaya ini juga punya sisi keindahan artistik dari beragam koleksi, termasuk karya seni dari para maestro lukis Indonesia, seperti Basuki Abdullah, Raden Saleh, dan Affandi. Koleksi karya seni di Gedung Agung menjadi potret keindonesiaan yang menarik, karena mampu merekam secara koheren sisi artistik budaya, bersama sisi jujur realita sosial, dan rekam jejak sejarah Indonesia. 

Dari sisi inklusivitas, Gedung Agung menjadi satu tempat wisata, yang dapat menjadi contoh ideal konsep wisata inklusif, karena aksesibel juga bagi Kawan GNFI yang berkebutuhan khusus. Sesuatu yang layak untuk lebih dinormalisasi di Indonesia. 

Gastronomi, "Hidden Gem" Pariwisata Nasional

Adanya fasilitas kursi roda, lengkap dengan akses jalan yang aman untuk dilalui, membuat Gedung Agung terasa begitu ramah. Meski baru pertama kali berkunjung ke Gedung Agung, sebagai seorang berkebutuhan khusus, penulis merasakan, sisi inklusif yang hadir di sini sangat membantu. Alhasil, kunjungan yang berlangsung pada Kamis (17/4) silam berjalan lancar, dari awal sampai akhir. 

Di sisi lain, acara yang digagas GNFI, melalui komunitas Kawan GNFI daerah ini juga menampilkan sisi inklusif, dalam konteks komunitas tingkat nasional. Di sini, GNFI sudah bersikap konsekuen dengan nama "Indonesia" yang dibawanya, dengan menjangkau sampai ke tingkat daerah di Indonesia. Semoga, ini dapat terus berlanjut dan menjadi semakin baik di masa depan. 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

YR
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.