sustainable aviation fuel solusi bahan bakar ramah lingkungan untuk penerbangan - News | Good News From Indonesia 2025

Sustainable Aviation Fuel, Solusi Bahan Bakar Ramah Lingkungan untuk Penerbangan

Sustainable Aviation Fuel, Solusi Bahan Bakar Ramah Lingkungan untuk Penerbangan
images info

Industri penerbangan global sedang menghadapi tantangan besar untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) 2050, dengan komitmen mengurangi emisi karbon hingga 11,5 Giga Ton CO₂.

Salah satu strategi utama untuk mewujudkannya adalah melalui transisi dari bahan bakar fosil (avtur) ke Sustainable Aviation Fuel (SAF)—bahan bakar terbarukan yang lebih ramah lingkungan.

SAF diprediksi mampu mengurangi emisi karbon dioksida (CO₂) hingga 718 Mega Ton pada 2050, sekaligus memenuhi permintaan global yang diperkirakan mencapai 449 Miliar Liter per tahun. 

Indonesia, dengan potensi bahan baku terbarukan yang melimpah, memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam pengembangan SAF.

Peta Jalan SAF Indonesia: Tiga Pilar Utama

Pemerintah Indonesia telah menyusun strategi pengembangan SAF dengan tiga tujuan utama:

Dekarbonisasi Sektor Penerbangan

SAF diharapkan menjadi solusi utama dalam mengurangi emisi karbon industri aviasi, mendukung komitmen nasional dan global dalam penurunan emisi gas rumah kaca.

Kedaulatan Energi

Dengan memanfaatkan bahan baku domestik seperti minyak sawit, minyak jelantah, dan limbah pertanian, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil sekaligus memperkuat kemandirian energi.

Penciptaan Nilai Ekonomi

Pengembangan SAF tidak hanya mendukung lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi melalui hilirisasi bahan baku, ekspor, dan peningkatan investasi di sektor energi terbarukan.

Baca juga Roda Pesawat, Elemen Penting Pendaratan Pesawat yang Tidak Boleh Dianggap Remeh

Tantangan dalam Produksi SAF di Indonesia

Meski potensinya besar, produksi SAF di Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala. Metode utama yang digunakan saat ini adalah Hydro-processed Esters and Fatty Acids (HEFA), dengan bahan baku Palm Kernel Oil (PKO) yang masih menimbulkan kontroversi terkait dampak lingkungan.

Oleh karena itu, penelitian dan pengembangan (R&D) untuk menemukan bahan baku alternatif yang lebih berkelanjutan terus dilakukan.

Dua bahan baku potensial yang sedang dikembangkan adalah Used Cooking Oil (UCO) atau minyak jelantah—limbah rumah tangga dan industri yang dapat didaur ulang—serta Palm Fatty Acid Distillate (PFAD), produk sampingan dari industri kelapa sawit.

Keberlanjutan dalam Produksi SAF

Produksi SAF tidak hanya berfokus pada pengurangan emisi, tetapi juga harus memenuhi prinsip keberlanjutan. 

Beberapa manfaat utamanya meliputi pengurangan emisi gas rumah kaca, penurunan ketergantungan pada bahan bakar fosil, penerapan ekonomi sirkular, peningkatan kualitas udara lokal, dukungan terhadap pembangunan berkelanjutan, serta pemenuhan regulasi dan tuntutan pasar global.

Untuk memastikan produksi SAF benar-benar ramah lingkungan, diperlukan pendekatan komprehensif seperti Life Cycle Assessment (LCA).

Metode ini mengevaluasi dampak lingkungan dari suatu produk atau proses, mulai dari ekstraksi bahan baku hingga pembuangan akhir.

Manfaat dan Tantangan Penerapan LCA

LCA membantu mengidentifikasi dampak lingkungan di setiap tahap produksi, meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan, serta memberikan dasar ilmiah untuk pengambilan keputusan strategis terkait investasi dan kebijakan.

Meski manfaatnya besar, penerapan LCA masih terkendala oleh ketersediaan data yang akurat, kompleksitas rantai pasok bahan baku, biaya dan waktu analisis yang tinggi, serta belum adanya standar dan regulasi yang.

Masa Depan SAF dengan Pendekatan LCA

LCA memberikan kerangka kerja penting untuk memastikan produksi SAF berjalan secara berkelanjutan. Dengan pendekatan ini, industri penerbangan dapat mengidentifikasi metode produksi yang paling efisien dan ramah lingkungan.

Hasil kajian LCA juga menjadi dasar bagi pemerintah dan pelaku industri dalam menyusun kebijakan, menarik investasi, dan mengembangkan inovasi teknologi.

Seperti disampaikan oleh Arif Rahman (Postdoc BRIN 2023-2025), integrasi LCA dalam pengambilan keputusan akan memastikan industri penerbangan bergerak menuju masa depan yang lebih hijau.

Dengan komitmen kuat dan kolaborasi antar pemangku kepentingan, Indonesia dapat menjadi pemain kunci dalam pasar SAF global sekaligus berkontribusi pada target Net Zero Emission 2050.

Baca juga Pertamina dan Airbus Kolaborasi Kembangkan Bahan Bakar Pesawat Alternatif di Indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firdarainy Nuril Izzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firdarainy Nuril Izzah.

FN
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.