festival meriam karbit tradisi ledakan sambut perayaan lebaran di pontianak - News | Good News From Indonesia 2025

Festival Meriam Karbit, Tradisi Ledakan Sambut Perayaan Lebaran di Pontianak

Festival Meriam Karbit, Tradisi Ledakan Sambut Perayaan Lebaran di Pontianak
images info

Lebaran menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Islam karena selain jadi momen berkumpul bersama keluarga, juga jadi momen perayaan setelah sebulan penuh berpuasa. Sebagai negara dengan keberagaman budayanya, Indonesia memiliki banyak cara unik dalam menyambut lebaran.

Setiap daerah memiliki tradisinya sendiri yang tetap dijaga hingga kini. Salah satu tradisi unik dalam menyambut lebaran adalah di Pontianak dengan Festival Meriam Karbit-nya. Penasaran? Simak selengkapnya berikut ini!

Tentang Festival Meriam Karbit

Melansir Skripsi dari Priska Thalia Putri pada Kamis (27/03/2025), warisan budaya Pontianak ini merupakan tradisi rutin yang dilaksanakan di sepanjang Sungai Kapuas untuk menyambut 1 Syawal. Tak hanya sekadar hiburan, festival ini dianggap sebagai simbol harkat dan martabat warga Pontianak, terutama bagi mereka yang tinggal di kawasan tepian sungai. 

Pada awalnya, meriam karbit dibuat sederhana hanya dengan menggunakan sebatang bambu. Namun, seiring berjalannya waktu mulai berkembang ke batang pohon pinang dan kelapa hingga akhirnya menggunakan gelondongan kayu. Kayu dengan berat mencapai 500 kilogram digunakan sebagai bahan utama pembuatan meriam. 

Persiapan secara keseluruhan biasanya dimulai 10 hingga 12 hari sebelum Hari Raya Idul Fitri. Ketika memasuki minggu terakhir Ramadhan, suasana semakin ramai. Warga kampung tepian Sungai Kapuas mulai bersiap untuk menaikkan meriam ke atas panggung Nibung, sebuah panggung tradisional yang digunakan untuk menempatkan meriam-meriam tersebut. 

Menaikkan meriam ke panggung juga tidak semudah itu. Meriam dengan ukuran jumbo itu memerlukan bantuan sekitar 30 hingga 40 orang. Di sinilah kerja sama dan gotong royong jadi kunci utama.

Salah satu elemen kunci dalam Tradisi Meriam Karbit adalah penggunaan karbit. Jumlah karbit yang digunakan bisa mencapai 1 ton untuk menghidupkan sekitar 8 buah meriam. Sekali ledakan, biasanya dibutuhkan sekitar 3 hingga 5 ons karbit berukuran kecil. Dentuman yang dihasilkan dari karbit ini dapat terdengar di seluruh penjuru kota.

Pada saat malam puncak, kota Pontianak menjadi sangat meriah. Masyarakat setempat berbondong-bondong ingin menyaksikan sekaligus ingin merasakan hangatnya malam takbir. Meriam yang sudah dipersiapkan, diledakkan yang menghasilkan dentuman yang saling berbalas-balasan yang membuat penonton terpukau. 

Salah satu yang unik dalam tradisi ini adalah setiap akan melakukan penyulutan, panitia mengucapkan shalawat nabi. Selain tradisi penyulutan meriam, ada juga acara makan bersama di atas tikar atau kain panjang. Tradisi ini disebut dengan Saprahan. Inti dari Saprahan adalah kebersamaan dan gotong royong, di mana semua peserta duduk di lantai tanpa memandang perbedaan status sosial.

Sejarah Festival Meriam Karbit di Pontianak

Melansir Skripsi dari Priska Thalia Putri pada Kamis (27/03/2025), sejarah tradisi ini bermula dari perjalanan pendiri Kesultanan Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadrie. Syarif Abdurrahman bersama dengan rombongannya menyusuri Sungai Kapuas untuk mencari area pemukiman baru. Ketika sampai di delta pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Landak, mereka menghadapi gangguan mistis yang mengganggu perjalanan.

Untuk mengatasi hal tersebut, Syarif Abdurrahman menembakkan meriam ke arah delta yang dipercaya berhasil menghentikan gangguan tersebut dan akhirnya membuka jalan untuk mendirikan pemukiman. Kini lokasi tersebut jadi pusat sejarah dan budaya Pontianak yaitu Istana Kadriah dan Masjid Jami.

Perkembangan Festival Meriam Karbit Hingga Saat Ini

Tradisi Meriam Karbit di Pontianak diperkirakan dimulai pada abad ke-19. Pada saat itu, suara ledakan meriam digunakan sebagai penanda waktu magrib yang memberi isyarat kepada warga untuk berbuka puasa.

Seiring berjalannya waktu, tepatnya pada masa Orde Baru, tradisi ini sangat dikontrol oleh pemerintah karena pada saat itu pemerintah mengontrol berbagai kegiatan masyarakat, termasuk kegiatan budaya. Salah satu momen kritis dalam sejarah tradisi ini terjadi pada 1985, ketika pihak kepolisian setempat melarang permainan meriam dengan alasan mengganggu ketertiban umum. 

Ledakan meriam dianggap menyebabkan kebisingan yang berlebihan dan dinilai mengganggu kenyamanan masyarakat, terutama di kawasan yang semakin padat. Akibat dari situasi ini, tradisi Meriam Karbit hampir lenyap dan permainan meriam yang dulunya menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Pontianak nyaris tak terdengar lagi.

Akhirnya fungsi tradisi ini mulai bergeser dari yang tadinya untuk ritual spiritual menjadi hiburan masyarakat. Baru setelah era reformasi, tradisi ini mulai muncul kembali. Pada 2004, Meriam Karbit secara resmi dijadikan acara tahunan oleh Pemerintah Kota Pontianak dan hingga kini acara tersebut menjadi bagian dari perayaan besar setiap tahun pada malam takbiran Idul Fitri.

Mengutip laman menpan.go.id pada Kamis (27/03/2025), pada 2010 lalu, tradisi Meriam Karbit Pontianak telah mendapat pengakuan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) pada tahun 2007 sebagai parade Meriam Karbit terbanyak dan menjadi satu satunya yang ada di dunia. Saat itu terdapat 150 meriam dengan 31 kelompok yang diikut sertakan.

Lalu, terjadi perubahan yang siginifikan pada masa pandemi COVID-19. Pemerintah setempat mengambil langkah tegas untuk membatasi perayaan ini guna mengurangi risiko penyebaran virus di tengah masyarakat. Akibat pandemi, skala perayaannya tidak lagi melibatkan kerumunan besar sebagaimana biasanya di tepian Sungai Kapuas.

Sekarang situasinya sudah kembali seperti semula, tradisi ini tetap dilestarikan oleh masyarakat Pontianak. Meskipun tantangan modernitas dan perkembangan kota terus berjalan, masyarakat Pontianak tetap mempertahankan tradisi ini sebagai bagian penting dari warisan budaya mereka.

Baca Juga: Jelajah Ragam Tradisi Lebaran dari Penjuru Nusantara

Tradisi Meriam Karbit ini mengajarkan kita untuk saling bergotong royong dan menjaga kebersamaan. Kita sebagai warga negara harus turut menjaga warisan budaya ini, jangan sampai lenyap begitu saja.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

PA
KG
AD
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.