Banjir yang melanda nyaris semua wilayah di Kota dalam Kabupaten Bekasi, Jawa Barat para Selasa (4/3) menjadi perhatian masyarakat. Tercatat tujuh kecamatan terdampak banjir yakni Kecamatan Bekasi Timur, Bekasi Utara, Bekasi Selatan, Medan Satria, Jatiasih, Pondok Gede, dan Rawalumbu.
Bencana banjir yang melanda Bekasi ini ternyata tidak hanya siklus lima tahunan. Tetapi masalah yang sudah muncul bahkan sejak zaman kolonial Belanda.
Surya Zainul Lutfi dalam Sejarah Banjir Bekasi 1924-2002 yang dimuat di Jurnal Sejarah dan Budaya menjelaskan banjir yang melanda Bekasi sudah terjadi sejak 1924. Seperti tahun ini, banjir melanda Bekasi ketika bulan Maret saat musim penghujan.
Cara Efektif Atasi Banjir Saat Cuaca Ekstrem, Belajar dari Sistem Drainase Jepang
“Hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi menyebabkan jebolnya tanggul di sekitaran stasiun Bekasi hingga ke arah Tambun,” tulisnya.
Zainul mengungkapkan karena banjir ini membuat jalur transportasi seperti kereta api terputus. Selain memutus jalur kereta api, banjir ini juga menyebabkan sambungan komunikasi terhambat.
“Dampak dari putusnya komunikasi ini membuat para penumpang kereta yang terjebak banjir menjadi kebingungan tentang kondisi yang mereka alami,” ucapnya.
Banjir terus berulang
Dua tahun berselang, Bekasi lagi-lagi diterjang oleh bencana banjir. Zainul mencatat banjir ini terjadi akibat meluapnya Sungai Cigombong yang terletak di Bogor.
Karena banjir ini, akses jalan Karawang terputus sehingga orang-orang yang datang dari arah Bekasi harus berputar arah. Selain itu, banjir ini juga menyebabkan 100 rumah dan 10 sawah warga terendam.
“Banjir ini tidak berlangsung lama dan langsung surut pada keesokan harinya sehingga akses jalan yang sebelumnya terputus sudah dapat dilalui kembali seperti normal,” ucapnya.
Cuaca Ekstrem Diperkirakan Sampai Maret, Begini Langkah Siap Siaga yang Bisa Dilakukan Masyarakat
Seperti tidak ada habisnya, banjir terus berulang di Bekasi dari tahun 1932 sampai 1934. Daerah yang terkena banjir pun selalu sama yaitu Cikarang, Tambun dan Lemah Abang.
Faktor banjir juga selalu sama, jelas Zainul yaitu tingginya curah hujan, kondisi jalan yang rendah dan meluapnya aliran sungai. Hal ini juga dipersulit dengan tidak adanya perbaikan di tanggul karena dikuasai oleh tuan tanah.
“Kondisi ini membuat pemerintah kesulitan untuk melakukan pemeliharaan terhadap tanggul-tanggul yang ada di sepanjang aliran sungai, karena kekuasaan untuk merawat tanggul ada di tangan para tuan tanah dan dalam pelaksanaannya para tuan tanah tidak menjalankannya dengan baik,” jelasnya.
Dampak banjir
Dampak banjir yang terjadi begitu terasa oleh masyarakat. Zainul mengungkapkan tidak hanya kegiatan yang terhambat, tetapi juga kelangsungan hidup masyarakat juga terancam.
Dicatat olehnya, banjir di wilayah Bekasi ini menyebabkan rumah dan lahan persawahan yang sudah ditanami menjadi terendam genangan air. Banyak juga barang-barang dari warga yang hanyut akibat banjir.
Krisis Iklim Meningkat, 18% Orang Indonesia Menyangkal Perubahan Iklim Disebabkan Manusia
Selain itu, dampak banjir juga menyebabkan adanya korban jiwa. Salah satunya adalah kondektur kereta barang yang berangkat dari Meester-Cornelis (kini stasiun Jatinegara) pada pukul 3 pagi.
Ketika itu, keretanya tergelincir akibat banjir saat melewati daerah Cikarang. Kereta itu memasuki air yang mana relnya telah tersapu air banjir sejauh 700 meter, airnya setinggi satu hingga satu setengah meter.
“Setelah berita banjir yang menggenangi jalur kereta ke arah Cikarang tersebar, banyak dari para penumpang kereta yang membatalkan perjalanannya,” jelasnya.