Ketika mendengar nama babirusa, mungkin terbayang dua hewan yang berbeda: babi dan rusa. Dengan taring yang melengkung ke atas dan tubuh yang diselimuti bulu halus, babirusa memang memiliki penampilan yang unik dan mencolok.
Meski terdengar aneh, babirusa adalah spesies endemik yang hanya dapat ditemukan di Sulawesi, pulau yang kaya akan keanekaragaman hayati dan keindahan alam.
Keberadaannya mencerminkan keajaiban evolusi, di mana dua ciri khas dari spesies berbeda berpadu dalam satu sosok yang menakjubkan. Namun, di balik keindahan dan keunikan ini, babirusa menghadapi ancaman serius.
Perburuan liar dan kehilangan habitat akibat deforestasi mengancam kelangsungan hidup mereka.
Dengan populasi yang semakin menurun, penting bagi kita untuk memahami dan menghargai keberadaan babirusa serta berkontribusi dalam upaya perlindungan mereka.
Mari, kita telusuri lebih dalam kisah babirusa, menggali keunikan dan tantangan yang dihadapi spesies langka ini, serta berupaya menjaga warisan alam yang tak ternilai ini untuk masa depan
Mengapa Dinamai Babirusa?
Melansir dari Mongabay, nama babirusa memiliki asal usul yang menarik, berkaitan erat dengan taksonomi dan ciri fisiknya yang khas.
Menurut Abdul Haris Mustari, seorang dosen di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, istilah "babi" merujuk pada famili Suidae, yang mencakup semua jenis babi.
5 Hewan Terkuat di Dunia, Ada yang Bisa Angkat Beban hingga 9.000 Kg!
Di sisi lain, penambahan "rusa" diambil dari bentuk taring atasnya yang melengkung, menyerupai tanduk rusa. Meskipun penamaan ini mungkin tidak sepenuhnya akurat, ia mencerminkan karakteristik fisik yang membedakan babirusa dari hewan lain.
Ini adalah contoh bagaimana masyarakat berusaha memahami dan menggambarkan keanekaragaman hayati di sekitar mereka dengan menggunakan referensi dari hewan yang lebih umum dikenal.
Lebih jauh lagi, penamaan ini juga menggambarkan kompleksitas biologi babirusa. Meskipun tampak seperti gabungan dua hewan, babirusa memiliki ekosistem dan perilaku uniknya sendiri.
Taringnya yang menonjol bukan hanya menjadi daya tarik visual, tetapi juga berfungsi dalam interaksi sosial dan reproduksi.
Dalam konteks ini, nama babirusa tidak hanya sekadar label, tetapi juga mencerminkan keunikan dan keindahan keragaman hayati yang ada di Sulawesi.
Dengan memahami asal usul nama tersebut, kita dapat lebih menghargai satwa ini dan pentingnya konservasi untuk melindungi spesies yang terancam punah.
Ciri Fisik Babirusa
Ciri fisik babirusa jantan sangat mencolok, terutama karena keberadaan dua taring besar yang dapat mencapai panjang hingga 300 mm.
Taring ini menembus kulit moncongnya dan melengkung ke arah depan mata, memberikan tampilan yang unik dan menarik.
Selain itu, tubuh babirusa memiliki bentuk panjang dengan punggung yang agak melengkung, kaki yang ramping namun kuat, serta kulit yang tebal dengan keriput di beberapa bagian.
Domba Kerap Disebut sebagai Hewan yang Mudah Ditipu, Begini Faktanya!
Penampilan fisik ini tidak hanya menarik perhatian, tetapi juga berfungsi dalam interaksi sosial dan perilaku bertahan hidup mereka di alam liar.
Keberadaan dan Spesies
Berdasarkan Peraturan Menteri LHK No.P.106/2018, babirusa diklasifikasikan sebagai satu spesies, yaitu Babyrousa babyrussa. Spesies ini dibedakan menjadi beberapa subspesies yang dapat ditemukan di berbagai wilayah di Sulawesi, termasuk B.b celebensis yang menghuni Sulawesi daratan, serta B.b togeanensis yang terdapat di Kepulauan Togean.
Keberadaan subspesies ini menunjukkan adaptasi babirusa terhadap lingkungan yang berbeda, menciptakan variasi dalam morfologi dan perilaku di antara populasi yang ada.
Saat ini, terdapat tiga spesies babirusa yang masih hidup, yaitu Babyrousa celebensis, Babyrousa babyrussa, dan Babyrousa togeanensis.
Selain itu, ada satu spesies yang telah punah, yaitu Babyrousa bolabatuensis, yang hanya ditemukan dalam bentuk fosil di semenanjung selatan Sulawesi.
Keberagaman ini menandakan pentingnya upaya konservasi untuk melindungi spesies-spesies yang terancam punah dan habitat mereka, agar ekosistem yang kaya ini tetap terjaga untuk generasi mendatang
Habitat Alaminya
Babirusa umumnya dapat ditemukan di hutan hujan dataran rendah, di mana mereka lebih suka tinggal di dekat aliran sungai, rawa, dan cerukan air.
Habitat ini sangat penting bagi mereka karena menyediakan sumber air bersih yang diperlukan untuk minum dan berkubang.
Kebiasaan berkubang tidak hanya membantu mereka mendinginkan tubuh, tetapi juga memungkinkan mereka untuk mendapatkan garam mineral yang esensial untuk kesehatan pencernaan.
Di Suaka Margasatwa Nantu, Gorontalo, babirusa sering terlihat mandi di kubangan, menciptakan interaksi sosial yang menarik dengan satwa lain di sekitarnya.
Miliki Keanekaragaman Hayati, Inilah Daftar Hewan yang Hidup di Gunung Muria
Keberadaan mereka di habitat ini menyoroti pentingnya menjaga ekosistem yang stabil agar populasi babirusa tetap terjaga.
Proses Reproduksi dan Makanan
Babirusa mencapai kematangan seksual pada usia antara 5 hingga 10 bulan. Betina biasanya melahirkan satu atau dua ekor anak dengan berat sekitar 0.715 kg.
Proses reproduksi ini penting untuk kelangsungan spesies, dan induk betina umumnya sangat perhatian terhadap anak-anaknya setelah kelahiran.
Dalam hal makanan, babirusa adalah omnivora yang menyukai umbi-umbian, buah-buahan, dan terkadang serangga. Salah satu makanan favorit mereka adalah buah pangi, yang kaya akan nutrisi.
Kebiasaan makan ini menunjukkan fleksibilitas mereka dalam beradaptasi dengan sumber daya yang tersedia di habitat alami mereka.
Upaya Konservasi Babirusa
Babirusa menghadapi berbagai ancaman yang serius, terutama dari aktivitas manusia. Mereka sering diburu oleh penduduk setempat, baik untuk dimangsa maupun karena dianggap merusak lahan pertanian dan perkebunan.
Akibatnya, populasi babirusa semakin menurun, dengan perkiraan jumlah mereka kini tinggal sekitar 4.000 ekor yang hanya dapat ditemukan di Indonesia. Status mereka sebagai hewan yang dilindungi menjadi semakin penting, mengingat mereka juga memangsa larva yang berperan dalam ekosistem.
Sejak tahun 1996, babirusa telah masuk dalam kategori langka dan dilindungi oleh IUCN dan CITES. Meskipun demikian, perdagangan daging babirusa masih sering terjadi, terutama di daerah Sulawesi Utara.
Untuk mengatasi masalah ini, pusat penelitian dan pengembangan biologi LIPI telah bekerja sama dengan pemerintah daerah dan Universitas Sam Ratulangi untuk melaksanakan program perlindungan. Program ini mencakup pengawasan habitat babirusa dan pendirian taman perlindungan seluas 800 hektare.
Secara hukum, babirusa telah mendapatkan perlindungan penuh di Indonesia sejak tahun 1931. Spesies ini juga terdaftar dalam Appendix I CITES sejak tahun 1982, meskipun perdagangan internasional tidak dianggap sebagai isu besar selama beberapa tahun terakhir.
Di Pulau Buru, terdapat dua kawasan lindung yang tersisa, yaitu Gunung Kelpat Muda (1380 km²) dan Waeapo (50 km²), serta satu kawasan di Pulau Taliabu (700 km²).
Keberadaan Gunung Kelpat Muda memiliki keuntungan tambahan, yaitu diakui sebagai wilayah perlindungan berdasarkan adat setempat.
Namun, operasi penebangan komersial skala besar tetap menjadi ancaman utama bagi spesies ini. Meskipun ancaman terhadap hutan hujan Buru saat ini relatif rendah dan prospek konservasi tampak stabil, babirusa tetap rentan.
Mereka masih diburu untuk daging di beberapa wilayah oleh masyarakat desa non-Muslim lokal. Oleh karena itu, upaya konservasi yang terintegrasi dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk melindungi babirusa dan habitatnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News