Bulan Februari adalah bulan yang spesial untuk trenggiling.Lebih tepatnya, setiap Sabtu di minggu ketiga pada bulan Februari dikenal sebagai hari trenggiling dunia atau “world pangolin’s day”. Perayaan ini merupakan bentuk simbol untuk meningkatkan kesadaran global tentang pentingnya melindungi trenggiling. Bisa dibilang, dari delapan spesies yang tersebar di Asia dan Afrika, enam diantaranya berstatus “endangered” dan “Critically endangered” yang artinya hampir punah.
Penemuan Spesies Baru
Kembali tentang peringatan hari trenggiling dunia, tahun 2025 ini merupakan tahun yang amat spesial dibandingkan sebelum-sebelumnya. Yang membuat lebih spesial, menurut kabar dari India, yang di rilis melalui jurnal jurnal Mammalian Biology, ilmuwan dari Zoological Survey of India (ZSI) menemukan adanya kemungkinan spesies baru dari trenggiling.
Dikutip dari laman Forest Digest, meski belum diakui oleh komunitas ilmu pengetahuan dan konservasi, setelah menemukan adanya perbedaan genetik yang cukup besar dengan spesies lainnya saat melakukan rangkaian analisis DNA mitokondria (mtDNA), ilmuan di India ini sudah menentukan penamaan untuk calon spesies baru ini yakni Manis Indoburmanica atau tenggiling Indo-Burma.
Jika nantinya diresmikan spesies baru ini terbilang masih menjadi ’kerabat dekat’ dari trenggiling China dan India. Informasi lebih lanjut dari hasil penelitiannya menyatakan kemungkinan mengapa spesies ini baru ditemukan karena ciri-ciri fisik yang samar antar trenggiling serta terbatasnya studi genetik adalah beberapa faktor keberadaan tenggiling Indo-Burma tak teridentifikasi.
Patung Trenggiling Sunda di Singapura
Selain kabar dari India, Cerita lain juga datang dari Singapura, tetapi yang menjadi sorotan utamanya adalah trenggiling yang habitatnya di Indonesia yakni trenggiling sunda. Hal ini dikarenakan dengan adanya patung karya seniman asal Bali yang diperkenalkan ke publik pada 8 Desember 2024 lalu di pelantaran Mandai Wildlife Reserve Singapore.
Dinamakan 'Mother & Child', patung karya I Ketut Putrayasa ini terbuat dari kuningan dengan kerangka stainless, memiliki tinggi 3 meter dan diameter 5 meter. Patung ini mengilustrasikan induk Trenggiling Sunda yang meringkuk dengan seekor anak menyembul keluar dari sela badannya.
I Ketut Putrayasa sendiri adalah sosok seniman ternama yang sebelumnya sudah banyak membuat karya-karya patung ikonik di Indonesia. Beberapanya seperti Padora Paradise di titik nol kilometer kota Denpasar dan Dua buah patung Angsa terbesar di Indonesia yang berada di Bendungan Tamblang.
Karya seni ini memiliki makna pentingnya menjaga keberadaan dari spesies ini dari ancaman kepunahannya. Meskipun tercatat masih cukup banyak, keberadaan trenggiling menurun 80% persen setiap tahunnya karena sisik trenggiling cukup diminati di pasar gelap sebagai bahan baku untuk obat tradisional dari China.
Mengenal Keunikan Trenggiling
Terlepas dengan adanya penurunan populasi, penyebaran populasi ini ada 4 spesies di Afrika dan 4 spesies di Asia. Untuk spesies yang ada di afrika ada tenggiling temmick, trenggiling perut putih, tenggiling perut hitam, dan tenggiling raksasa. Sedangkan 4 spesies lainnya yang tersebar di Asia seperti tenggiling India, tenggiling filipina, tringgiling china, dan tenggiling Sunda.
Sebagai satu-satunya mamalia bersisik, satwa satu ini kerap kali dikira sebagai reptil dikarenakan sisik yang menyelimuti tubuhnya. Berbeda dengan sisik pada reptil atau ikan. Sisik yang dimiliki satwa satu ini berkarakter tebal dan keras. Sehingga sisik ini bisa diibaratkan sebagai ‘tameng’ untuk menjaga dirinya.
Karena ketebalan dan kerasnya sisik pada trenggiling, di kala satwa ini terancam dari predator, dia menggulungkan badannya menyerupai bola, sehingga bagian lunak pada muka dan bagian bawahnya dapat terlindungi dari serangan. Selain itu, satwa ini juga memiliki cakar yang panjang dan sama kerasnya seperti sisiknya.
Spesies Baru Ikan Wader Ditemukan di Gua Karst Klapanunggal Bogor, Uniknya Tak Punya Mata!
Meski memiliki cakar yang panjang dan keras, tetapi makanan satwa ini ialah serangga. Cakarnya inilah yang menjadi alat atau senjata andalan satwa ini dalam berburu seperti menggali tanah ataupun menghancurkan kayu pada pohon untuk mencari semut, rayap dan serangga berkelompok lainnya.
Keunikan terakhir bisa dilihat dari caranya satwa ini membawa anak. Berbeda dari induk lain yang mungkin menggendong dan melindungi anaknya, Cara trenggiling membawa anaknya yakni dengan membiarkan anaknya memeluk erat bagian ekor dari trenggiling.
Trenggiling di Indonesia
Tentang trenggiling sunda sendiri, satwa ini memiliki nama latin Manis javanica tetapi kerap kali disebut tenggiling sunda. Habitat aslinya tersebar di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Sedangkan untuk populasi di pusat perlindungan hewan, trenggiling bisa ditemukan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Ujung kulon, Taman Nasional Tanjung Puting, Taman Safari Bali, bahkan hingga Taman Cagar Alam di Singapura: Mandai Wildlife Reserve Singapore.
Dengan adanya kabar adanya spesies baru serta patung di salah satu cagar alam ternama di Singapura ini diharapkan dapat menjadi angin segar yang mendorong masyarakat untuk mengambil peran dalam menjaga ekosistem dari mamalia bersisik ini. Karena jika berbicara faktor kepunahannya, bukan hewan predator penyebabnya melainkan adanya perburuan dari manusia ini.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News