Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal sebagai Gus Dur, merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia. Namanya melekat erat dengan nilai-nilai pluralisme, toleransi, dan perjuangan melawan diskriminasi.
Tidak heran jika Gus Dur diberi gelar “Bapak Tionghoa Indonesia” oleh komunitas Tionghoa di tanah air. Perannya yang besar dalam menciptakan ruang kebebasan bagi etnis Tionghoa menjadikan sosoknya begitu dihormati dan dikenang hingga kini.
Masa Suram Diskriminasi terhadap Etnis Tionghoa
Pada masa Orde Baru, diskriminasi terhadap etnis Tionghoa begitu nyata. Banyak kebijakan yang membatasi ruang gerak mereka, termasuk larangan untuk mengekspresikan tradisi dan budaya secara terbuka.
Salah satu aturan yang mencolok adalah Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 yang melarang perayaan Tahun Baru Imlek dilakukan di ruang publik. Etnis Tionghoa harus menjalankan tradisi tersebut secara tertutup, yang secara tidak langsung menempatkan mereka di posisi yang terpinggirkan.
Diskriminasi ini tidak hanya menyentuh aspek budaya, tetapi juga agama. Konghucu, yang menjadi keyakinan sebagian masyarakat Tionghoa, tidak diakui sebagai agama resmi. Hal ini membuat penganutnya tidak bisa menjalankan ibadah dengan bebas.
Baca juga: Menelusuri Warisan Budaya Tionghoa yang Hidup di China Town Makassar
Gus Dur dan Langkah Besarnya untuk Kesetaraan
Segalanya berubah ketika Gus Dur menjadi Presiden Indonesia pada tahun 1999. Dalam kepemimpinannya, Gus Dur menunjukkan komitmen yang kuat untuk melindungi hak-hak semua warga negara tanpa memandang latar belakang etnis, agama, atau budaya.
Salah satu langkah monumental yang diambil Bapak Tionghoa ini adalah mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967. Dengan pencabutan ini, perayaan Imlek kembali diizinkan untuk dirayakan secara terbuka.
Tidak hanya itu, Gus Dur juga mengambil langkah besar dengan mengakui Konghucu sebagai salah satu agama resmi di Indonesia. Kebijakan tersebut memberikan kelegaan bagi masyarakat Tionghoa yang selama ini harus menyembunyikan keyakinan mereka. Gus Dur memahami pentingnya pengakuan ini sebagai wujud penghormatan terhadap keberagaman dan hak asasi manusia.
Warisan Gus Dur untuk Pluralisme
Gus Dur bukan hanya pemimpin yang memikirkan kebijakan formal. Pemikirannya yang inklusif dan keberaniannya melawan diskriminasi menjadikannya sosok yang sangat dihormati. Ia percaya bahwa Indonesia hanya akan maju jika semua warganya, tanpa memandang perbedaan, dapat hidup setara.
Semangat ini terlihat dalam berbagai tindakannya yang tidak hanya melindungi etnis Tionghoa, tetapi juga minoritas lainnya. Gus Dur sering mengingatkan bahwa Indonesia adalah rumah bagi semua, dan setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk merayakan identitasnya.
Perayaan Imlek sebagai Penghormatan pada Gus Dur
Kini, perayaan Imlek di Indonesia bukan hanya momen budaya, tetapi juga simbol perjuangan Gus Dur dalam melawan diskriminasi. Komunitas Tionghoa memanfaatkan kesempatan ini untuk mengenang jasa-jasanya. Dalam setiap lampion yang menyala dan perayaan yang meriah, terdapat rasa syukur atas kebebasan yang kini dapat dinikmati.
Semangat Gus Dur untuk menjaga pluralisme menjadi warisan yang berharga. Ia mengajarkan bahwa keberagaman bukanlah hambatan, melainkan kekuatan yang harus dirayakan. Melalui kebijakan dan tindakannya, Gus Dur tidak hanya membuka pintu kebebasan bagi etnis Tionghoa, tetapi juga memberikan pelajaran penting tentang pentingnya saling menghormati di tengah perbedaan.
Teladan bagi Generasi Mendatang
Warisan Gus Dur tidak berhenti pada kebijakannya saja. Nilai-nilai yang ia perjuangkan terus hidup dan menjadi inspirasi bagi generasi penerus. Indonesia yang inklusif, di mana semua orang dapat hidup berdampingan dengan damai, adalah cita-cita yang harus terus diperjuangkan.
Dalam konteks ini, Gus Dur bukan sekadar tokoh sejarah, tetapi juga simbol perjuangan untuk keadilan dan kesetaraan. Gelar “Bapak Tionghoa Indonesia” adalah bukti pengakuan atas dedikasinya yang luar biasa.
Melalui perayaan Imlek dan tradisi lainnya, masyarakat Tionghoa di Indonesia terus mengenang dan menghormati Gus Dur. Semangatnya untuk menciptakan harmoni di tengah perbedaan menjadi pengingat bahwa kebebasan dan kesetaraan adalah hak semua orang. Inilah warisan abadi yang akan terus dikenang dari sosok Gus Dur.
Baca juga: Kisah Tentara Jepang Lakukan Perampokan Emas 760 Kg, Terbongkar akibat Ulah Istri
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News