Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai kampung atau pedukuhan yang unik, yaitu Padukuhan Janganmati. Nama ini seolah-olah diambil dari bahasa Indonesia yaitu tidak boleh mati.
Dinukil dari Kabarhandayani, ternyata nama Janganmati bukan berasal dari bahasa Indonesia tersebut. Nama wilayah yang letaknya 34 kilometer dari ibu kota Kabupaten Gunungkidul itu diambil dari sebuah cerita rakyat.
Semoyo, Desa Wisata Penghasil Sereh, Hasil Kayu Unggulan dari Barat Gunung Kidul
Kepala Dukuh Janganmati, Irna Widyanti mengungkapkan nama desa ini berasal dari
peristiwa matinya hewan rusa, atau yang akrab dikenal dengan Menjangan tidak jauh dari padukuhan tersebut. Ternyata dari kematian Menjangan itulah asal muasal dari padukuhan yang dipimpinnya.
"Kalau dari sesepuh Pedukuhan, kenapa dinamakan Pedukuhan Janganmati karena zaman dahulu, puluhan atau mungkin ratusan tahun lalu, di ladang sebelah timur Pedukuhan ini ada menjangan (rusa) yang mati," ucapnya.
"Kemudian para orang tua menamakan Pedukuhan ini Pedukuhan Janganmati. Jadi Jangan-nya itu dari Menjangan," pungkasnya.
Wilayah terpencil
Padukuhan Janganmati yang ditempati oleh 33 kepala keluarga dengan 142 jiwa memang berada di wilayah cukup terpencil. Dari jalan umum saja, untuk sampai ke padukuhan ini perlu melintasi jalan cor beton sejauh 2 kilometer.
Karena itu, warga perlu berupaya keras agar bisa mengakses informasi dan berkomunikasi melalui gawai. Sebab letak kampung ini yang berada di kawasan dengan topografi berbukit-bukit sehingga susah sinyal.
“Kalau mau mengakses internet harus pergi ke lokasi yang tinggi,” tutur Irna.
Nglanggeran, Pesona Desa Wisata dengan Atmosfer "The Flintstones" dari Selatan Yogyakarta
Sementara itu, warga perlu menempatkan antena ke tempat yang tinggi agar bisa
melihat siaran televisi. Diantaranya juga perlu memasang parabola.
“Paling tidak tinggi antena sekitar 20 meter agar siaran televisi yang tertangkap lumayan bagus,” ungkapnya.
Kesulitan fasilitas
Warga yang tinggal di kampung ini mayoritas bekerja sebagai petani. Tetapi mereka mengaku kesulitan untuk mendapatkan air bersih.
Bu Dukuh menjelaskan hal ini terjadi karena wilayah kampungnya yang terpencil. Selain itu, pedukuhan ini tergolong cukup tinggi.
“Hanya ada satu sambungan rumah dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Berada di depan rumah saya. Pemanfaatannya pun harus bergiliran,” tutur Irna.
Sosok Suswaningsih, PNS yang Berjuang Hidupkan Lahan Tandus di Gunungkidul
Bahkan untuk listrik sendiri, Irna mengaku baru dijangkau PLN pada 2011. Pada awalnya, warga swadaya memanfaatkan kabel panjang untuk menjangkau aliran listrik dari Kalurahan Bohol, Kapanewon Rongkop, Gunungkidul.
"Listrik tahun 2011 baru masuk ke sini. Sebelumnya nggantol (swadaya mendapatkan listrik) di kampung sebelah dengan menggunakan 16 roll kabel listrik itu," imbuhya.
Sumber:
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News