Indonesia terus melangkah menuju swasembada garam nasional dengan memanfaatkan potensi besar dari wilayah penghasil garam lokal.
Salah satu langkah strategis yang dilakukan pemerintah adalah menetapkan Indramayu, Jawa Barat, sebagai pusat produksi utama.
Didukung oleh inovasi teknologi, peningkatan kapasitas produksi, dan pengelolaan berkelanjutan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) optimistis target ini dapat tercapai.
Produksi Garam Meningkat, Impor Dihentikan
Memasuki 2025, KKP mengumumkan kebijakan menghentikan impor garam konsumsi.
Hal ini didasarkan pada proyeksi kebutuhan garam nasional yang mencapai 4,9 juta ton, sementara rencana produksi dalam negeri di tahun yang sama diperkirakan mencapai 2,25 juta ton. Dengan tambahan sisa stok sebesar 836 ribu ton, pasokan lokal akan memenuhi 63 persen kebutuhan nasional.
“Produksi garam rakyat kita sudah memiliki kualitas yang baik. Kita bisa bersaing dengan negara lain, sehingga ke depan tidak perlu lagi impor,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Victor Gustaaf, dalam siaran resmi di Jakarta.
KKP juga mendorong sektor swasta dan petambak garam untuk memanfaatkan peluang usaha besar dari sisa kebutuhan garam nasional yang belum terpenuhi. Hal ini memberikan ruang bagi para produsen untuk memperluas produksi dan meningkatkan kesejahteraan.
Indramayu: Pusat Produksi dengan Potensi Besar
Indramayu dipilih sebagai salah satu lokasi strategis dalam program swasembada garam.
Dengan luas lahan produktif mencapai 1.445,65 hektar dan total produksi 2024 sebesar 135.891,10 ton, daerah ini menjadi andalan dalam upaya meningkatkan pasokan garam nasional.
“Dengan dukungan pemerintah, kami bisa meningkatkan hasil produksi hingga dua kali lipat. Teknologi yang ada saat ini sangat membantu menjaga kualitas garam,” kata Maming, seorang petambak garam dari Kecamatan Krangkeng.
Upaya pemerintah di Indramayu meliputi pembangunan infrastruktur, pelatihan petambak, dan kemudahan akses pembiayaan. KKP juga mengintegrasikan teknologi modern seperti metode geomembran, yang terbukti meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi garam rakyat.
Ekstensifikasi dan Intensifikasi Produksi
Untuk mendukung program swasembada, KKP akan melakukan dua pendekatan: ekstensifikasi dan intensifikasi tambak garam.
Ekstensifikasi akan dilakukan di Nusa Tenggara Timur dengan target pengembangan 2.500 hektar menggunakan metode konvensional yang dilengkapi mekanisasi panen.
Sementara itu, intensifikasi dilakukan melalui modernisasi teknologi, seperti metode concentrated brine, di 1.800 hektar tambak di lima provinsi, termasuk Jawa Barat.
“Produksi garam rakyat tahun 2024 mencapai 2,04 juta ton, melebihi target 2 juta ton. Ini menunjukkan bahwa program pengembangan tambak garam telah berjalan sesuai rencana,” ungkap Victor Gustaaf.
Kolaborasi dan Masa Depan Swasembada
Kesuksesan program swasembada garam bergantung pada sinergi antara pemerintah, petambak, dan pelaku industri.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, yang baru-baru ini meninjau Gudang Garam Nasional di Indramayu, menegaskan pentingnya kolaborasi untuk mencapai target swasembada di 2027.
Dengan langkah-langkah strategis ini, Indramayu tidak hanya menjadi pusat produksi utama, tetapi juga simbol kebangkitan industri garam nasional yang mandiri dan berdaya saing tinggi.
Jika program ini berjalan lancar, Indonesia akan segera mengakhiri ketergantungan pada impor garam dan mencapai kedaulatan dalam sektor kelautan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News