kisah tragis dukuh legetang rumah hingga 351 warganya hilang ditelan longsor dalam satu malam - News | Good News From Indonesia 2025

Kisah Tragis Dukuh Legetang, Rumah hingga 351 Warganya Hilang Ditelan Longsor dalam Satu Malam

Kisah Tragis Dukuh Legetang, Rumah hingga 351 Warganya Hilang Ditelan Longsor dalam Satu Malam
images info

Dukuh Legetang yang berada di dataran tinggi Dieng disebut sebagai kota Sodom di wilayah Indonesia. Hal ini karena kisahnya yang hilang dalam semalam karena masyarakatnya melakukan tindakan amoral.

Dimuat dari National Geographic, Dukuh Legetang berada di Desa Pekasiran, sebuah desa di pegunungan Dieng, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Sempat ditinggali hingga 450 jiwa, dukuh ini rata dengan tanah karena tertimbun longsoran Gunung Pengamun-amun pada 17 April 1955.

“"Legetang adalah narasi tentang bencana yang tidak biasa," tulis Anton Hendrawan, salah satu penulis yang terlibat dalam buku Bawana Winasis Dieng: Budaya Tak Terkatakan, terbitan 2021.

5 Alternatif Gunung di Dieng untuk Liburan Tahun Baru

Padahal Dukuh Legetang memiliki kondisi tanah yang subur, selazimnya desa yang berada di dataran tinggi. Karena itu masyarakatnya menggantungkan hidup dalam perkebunan. 

Bahkan, tanah di Dukuh Legetang ini dianggap lebih subur dari daerah di sekitarnya. Tetapi hal ini berubah saat bencana mengerikan menimpa mereka pada 17 April 1955.

"Semua yang ada di Dusun Legetang tidak ada yang selamat. Semuanya wafat tertimbun longsor," kata Isnurhadi yang dimuat Detik.

Hilang satu malam

Kenangan mengerikan mengenai bencana yang menghilangkan Dukuh Legetang masih terekam oleh beberapa warga. Isnurhadi merupakan saksi peristiwa yang masih hidup hingga saat ini.

Dirinya menceritakan kejadian tanah longsor di Dusun Legetang terjadi malam hari saat musim hujan. Dirinya yang tinggal di Desa Pekasiran (berjarak 1 kilometer dari Dusun Legetang) mengaku mendengar suara gemuruh.

Tetapi warga Pekasiran saat itu tak mau mendekat ke Legetang karena kabarnya tanah di Pegunungan Pengamun-amun masih bergerak. Apalagi saat itu masih minim penerangan.

Tips Memilih Waktu Liburan yang Nyaman di Dataran Tinggi Dieng, yang Terakhir Cocok Untuk Introvert!

"Suara gemuruh tanah longsor itu sampai ke sini. Para orang tua kami saat itu ada yang mendengar, tapi tidak berani mendekat. Selain minim penerangan, katanya tanah di sana masih bergerak. Pagi harinya, saat ada yang ke ladang atau mencari rumput baru tahu kalau Dusun Legetang ternyata sudah rata dengan tanah," terang Isnurhadi.

Lalu keesokan harinya, warga dusun sekitar yang datang tercengang dengan kondisi Legetang. Pasalnya saat itu dusun Legetang sudah rata dengan tanah. Bahkan, tinggi material tanah longsor kala itu disebut mencapai lebih dari 2 meter.

"Banyak yang menangis karena banyak teman atau saudara yang tinggal di dusun itu (Legetang). Semuanya sudah rata dengan tanah. Tingginya (longsoran) kalau 2 meter lebih, karena semua rumah tertimbun," sebutnya.

Kena azab?

Karena bencana mengerikan itu, Dukuh malang itu hilang seketika, rata dengan tanah, tertimbun tanah longsor yang diduga berasal dari Gunung Pengamun-amun di dekatnya. Bencana mengerikan ini diperkirakan telah mengubur 351 warga yang ada di Dukuh Legetang. 

Hanya menyisakan dua orang, dan cerita tentang orang yang selamat ini pun masih simpang siur. Dua orang tersebut sedang berada di luar ketika peristiwa bencana yang menimpa desa yang tinggal nama itu.

Karena itulah, narasi mengenai Dukuh Legetang yang terkena azab masih menggema hingga saat ini. Banyak cerita mengenai kegiatan homoseksual, prostitusi, dan perjudian yang marak di Legetang.

Kisahnya ini dikaitkan seperti dalam cerita Sodom dan Gomorah di Alkitab atau Al Qur’an. Bahkan tragedi ini dianggap mirip dengan sejarah kota Pompeii yang hancur oleh Gunung Vesuvius. 

Mengenal Dieng Culture Festival, Ritual Tahunan Potong Rambut Gimbal atau Ruwatan

"Setiap malam, mereka mengadakan tarian erotis dan diakhiri dengan orientasi seksual menyimpang di antara mereka, dan pada malam bencana, mereka melakukan kegiatan yang dilarang itu," sebut Taufiqurrohim dalam jurnal berjudul Journal of Islamic Civilizationberjudul Islamic Youth Participation in The Emergence of Local Ritual: Encountering The Spirit of Islam in The Local Tradition terbitan 2020.

Apalagi pada kenyataannya longsoran yang dikirim dari gunung itu seakan melompati sungai dan langsung menjatuhi Legetang. Inilah yang memperkuat narasi azab yang menimbun dan menghilangkan 'Dukuh Sodom', Legetang dalam semalam.

Sejarah telah menjadi ajang pembelajaran bagi warga di kawasan Pekasiran yang memiliki trauma masa lalu akibat bencana tersebut. Karena itu sebagai pengingat guna memperingati sejarah kelam itu, pemerintah setempat mendirikan sebuah tugu yang hari ini masih bisa dilihat bertuliskan:

“Tugu peringatan atas tewasnja 332 orang penduduk Dukuh Legetang. Serta 19 orang tamu dari lain-lain desa. Sebagai akibat longsornja Gunung Pengamun-amun pada tg. 16/17-4-1955.”

Sumber:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.