overconsumption apakah memang kita benar benar butuh barangnya - News | Good News From Indonesia 2024

Overconsumption, Apakah Memang Kita Benar-benar butuh Barangnya?

Overconsumption, Apakah Memang Kita Benar-benar butuh Barangnya?
images info

Bayangkan setiap ada brand kesayangan Kawan GNFI yang mengeluarkan produk hasil kolaborasi dengan kartun atau artis ternama, pasti Kawan GNFI langsung ingin membelinya, kan?

Apalagi kalau sudah banyak video ulasan yang tersebar di timeline Instagram atau TikTok. Jika dilakukan beberapa kali itu wajar, tetapi bagaimana hal tersebut terus terulang? Padahal, di rumah sudah ada produk yang sama, bedanya hanya pada desain packaging kolaborasi.

Atau pernahkah Kawan GNFI melihat video daily routine yang diunggah di TikTok atau YouTube memperlihatkan influencer yang memiliki berbagai lipstick dengan shade yang serupa. Yang bikin tercengang, tidak hanya 1 rak saja, melainkan bisa 2-3 rak.

Pasti kita langsung heran, dengan jumlah kosmetik sebegitu banyak kalau sudah melebihi tanggal kadaluarsa bagaimana, ya? Jika dilanjut pemakaiannya tentu dampaknya tidak baik bagi kesehatan, kalau dibuang juga sayang. Sebagai penonton setia kita pasti juga kepikiran begitu. Ngapain beli banyak-banyak kalau yang dipakai hanya itu-itu aja.

Jika kalian pernah mengalami hal di atas, selamat karena Kawan GNFI sedang atau pernah menerapkan pola hidup overconsumption. Overconsumption merupakan tindakan penggunaan barang secara berlebihan dan di luar batas wajar. Penggunaan barang di sini lebih ditekankan kali ini lebih membahas pada pembelian barang yang di luar kebutuhan kita.

Penyebaran pola hidup overconsumption diperparah dengan keberadaan transformasi era digital dan globalisasi yang serba cepat. Termasuk dalam penyebaran informasi melalui media sosial seperti X, TikTok, Instagram, dan platform lain.

Makin hari, semakin banyak influencer yang mengunggah konten di laman media sosial, mulai dari memperlihatkan gaya hidup glamor, produk-produk terbaru, dan barang-barang yang seolah "harus banget" dimiliki sama penonton.

Fenomena ini kemudian menciptakan seolah penonton atau audiens harus mengikuti tren atau membeli barang yang sama, terlepas apakah kita memang benar-benar membutuhkannya atau mungkin tidak sama sekali. Hal ini bisa membentuk pola pikir konsumtif yang berlebihan, yang pada akhirnya berujung pada overconsumption.

Krisis Sumber Daya dan Kerusakan Lingkungan

Salah satu dampak terbesar dari overconsumption adalah dampak lingkungan. Pembelian barang secara berlebihan berarti menggunakan lebih banyak sumber daya untuk produksi barang-barang tersebut, mulai dari bahan baku mentah, energi, hingga proses distribusi. Ini semua berkontribusi pada peningkatan karbon, polusi, dan kelangkaan sumber daya.

Barang-barang yang kita beli memiliki masa pakai yang terbatas dan seringkali berakhir di tempat pembuangan sampah setelah tidak terpakai lagi atau telah melewati masa kadaluarsa.

Kesehatan Mental Terganggu dan Hidup dalam Hedonisme

Selain menyebabkan kerusakan lingkungan dan kelangkaan sumber daya, overconsumption juga dapat memengaruhi kesehatan mental kita. Kebiasaan membeli barang secara impulsif seringkali dipicu karena memiliki kebahagiaan tersendiri atau hanya karena ikut-ikutan saja.

Terkadang, kita berpikir bahwa memiliki lebih banyak barang akan meningkatkan kualitas hidup kita. Namun, pada kenyataannya, perasaan bahagia yang didapatkan dari membeli barang-barang baru itu sering kali hanya sementara.

Kehadiran media sosial menciptakan lingkungan yang memungkinkan penggunanya, terutama remaja untuk membandingkan diri mereka sendiri dan kehidupan mereka satu sama lain. Tidak sedikit dari remaja tersebut membuat video yang beredar di internet sebagai hidup ideal yang didambakan.

Alhasil, bila mereka menonton video kehidupan yang glamor, tentu hal ini akan memacu remaja tersebut untuk terus mengeluarkan uang tanpa ada pertimbangan yang rasional. Jika hasrat ini tidak terpenuhi maka dapat menimbulkan efek psikologis seperti stres, frustrasi, kekecewaan, hingga penurunan kepercayaan diri.

Belanja dengan Bijak!

Untuk menghindari jebakan overconsumption yang berlalu-lalang di timeline media sosial kita, ada beberapa hal yang bisa Kawan GNFI lakukan:

List Prioritas Kebutuhan Kamu

Sebelum membeli sesuatu, tanyakan pada diri sendiri apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan atau hanya karena tergoda tren. Kawan GNFI harus tahu bedanya antara keinginan dan kebutuhan.

Barang kebutuhan merupakan barang yang diperlukan sehari-hari dan tidak dapat ditunda, bila Kawan GNFI tidak membeli barang kebutuhan, bisa-bisa Kawan GNFI akan kesulitan dalam menjalankan hari. Dengan cara ini, kita dapat menghindari pembelian impulsif dan tahu barang apa yang harus dibeli segera atau bisa ditunda.

Coba Terapin Konsep Minimalisme

Salah satu cara untuk menghindari overconsumption adalah dengan mengadopsi gaya hidup minimalis atau underconsumption. Hidup minimalis bukan berarti tidak membeli apapun, lho. Melainkan lebih kepada membeli hanya barang-barang yang benar-benar dibutuhkan dan memiliki nilai guna jangka panjang.

Jadi jangan khawatir kalau tumblr atau barang lain yang dipakai ketinggalan tren, selama barang tersebut masih berfungsi dengan baik, maka tidak perlu membeli yang baru.

Berbagi dan Menjual Barang yang Tidak Terpakai

Jika memiliki barang yang tidak terpakai, tetapi masih layak digunakan lebih baik dkibagikan atau dijual daripada membiarkannya menumpuk di rumah. Hal ini tidak hanya berguna mengurangi tumpukan barang yang membuat sesak rumah, tetapi juga bisa memberikan manfaat bagi mereka yang membutuhkan.

Kawan GNFI, dengan adanya penyebaran informasi dan konten yang bebas jangan sampai membuat kita sebagai konsumen lengah untuk memperhatikan kebutuhan sehari-hari kita dan lebih memilih barang yang diinginkan.

Mulai saat ini, yuk, kita mulai kritis terhadap penafsiran konten dan lebih aware dengan apa yang kita beli. Jangan sampai barang yang kita beli terbuang begitu saja hanya karena kesalahan kita sendiri.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AO
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.