Malioboro, salah satu kawasan paling ikonik di Yogyakarta, selalu menjadi daya tarik utama bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Dengan berbagai pedagang kaki lima, toko-toko souvenir, serta atmosfer yang penuh dengan kehidupan, Malioboro tidak hanya menawarkan pengalaman berbelanja, tetapi juga mencerminkan budaya dan semangat kota Yogyakarta.
Namun, di tengah pesona dan keramaian tersebut, terdapat sebuah masalah yang kerap terlupakan, yaitu pelanggaran terhadap peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Yogyakarta diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2017 mengenai penerapan KTR mencakup fasilitas pelayanan kesehatan, area belajar mengajar, tempat bermain anak, rumah ibadah, transportasi umum, tempat kerja, serta tempat umum yang telah ditentukan.
Malioboro sendiri telah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok oleh Pemerintah Kota Yogyakarta sejak akhir tahun 2020. Tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan nyaman bagi pengunjung.
Meskipun peraturan ini jelas tertulis, kenyataannya, kita sering kali melihat wisatawan dan bahkan pedagang yang merokok sembarang, tanpa memperhatikan aturan yang sudah ada.
Lalu, mengapa peraturan tersebut seringkali diabaikan? Apakah sistem pengawasan yang lemah atau kurangnya kesadaran dari masyarakat?
Artikel ini akan mengulas lebih dalam mengenai krisis yang terjadi dalam penegakan KTR di Malioboro, serta dampaknya terhadap citra kawasan wisata tersebut.
Baca juga: Menilik Rokok Elektrik, Bom Waktu Kesehatan Masyarakat Indonesia
Kebijakan KTR di Malioboro, antara Tujuan Kesehatan dan Realita di Lapangan
Meski Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebenarnya tidak dimaksudkan untuk menyulitkan wisatawan atau masyarakat, kebijakan ini hadir sebagai langkah serius pemerintah dalam meningkatkan taraf kesehatan individu, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
Melalui peraturan ini, pemerintah berupaya melindungi warga dari bahaya yang ditimbulkan dari bahaya zat karsinogen dan adiktif yang terkandung dalam produk rokok, zat yang terbukti memicu resiko kematian.
Bahkan, aturan ini dilengkapi dengan sanksi yang diatur dalam Pasal 25. Pelanggar dapat dikenakan pidana kurungan maksimal satu bulan atau denda hingga Rp7.500.000.
Namun, implementasi di lapangan masih jauh dari ideal. Berdasarkan data dari Portal Berita Pemerintah Kota Yogyakarta, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, Octo Noor Arafat, mengungkapkan bahwa pada tahun 2024 terdapat 2.923 pelanggar peraturan ini di kawasan Malioboro.
Dari jumlah tersebut, 457 pelanggar adalah warga lokal, termasuk pelaku usaha jasa pariwisata. Sementara sisanya, 2.466 pelanggar merupakan wisatawan dari luar kota Yogyakarta.
Yang lebih mencolok lagi, pelanggaran ini bukan hanya dilakukan oleh wisatawan luar kota, tetapi juga oleh warga lokalnya sendiri. Hal ini mencerminkan bahwa sosialisasi tentang KTR yang sudah dilakukan pemerintah Kota Yogyakarta belum sepenuhnya diterima dan dipahami dengan baik oleh masyarakat.
Angka ini menunjukkan betapa banyaknya pelanggaran yang terjadi, dan dengan semakin meningkatnya jumlah wisatawan, terutama menjelang akhir tahun. Apakah Kawan GNFI bisa membayangkan jika angka ini semakin tinggi akan jadi seperti apa?
Baca juga: Pola Merokok Masyarakat Indonesia di tengah Kenaikan Harga Rokok
Dampak Pelanggaran KTR Terhadap Wisatawan dan Lingkungan
Jika situasi ini dibiarkan, terutama di momentum libur akhir tahun di mana jumlah wisatawan meningkat drastis, dampaknya terhadap kualitas wisata di Malioboro bisa semakin serius.
Ketidakpatuhan terhadap aturan KTR dapat mengurangi kenyamanan pengunjung lain, merusak citra kawasan, dan bertentangan dengan tujuan pemerintah untuk menjadikan Malioboro sebagai ruang publik yang sehat dan ramah lingkungan.
Ini menunjukkan bahwa, bahkan masyarakat lokal yang seharusnya menjadi teladan dalam penerapan peraturan, masing kurang berkomitmen terhadap upaya menjaga kawasan ini bebas dari asap rokok.
Penyediaan Tempat Khusus Merokok, sebagai Upaya Meningkatkan Kesadaran Perokok di Malioboro
Pemerintah Kota Yogyakarta sebenarnya telah menyediakan solusi untuk perokok yang ingin tetap merokok di kawasan Malioboro tanpa melanggar peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Di beberapa titik strategis sepanjang jalan Malioboro, telah disediakan area khusus merokok yang dirancang untuk memisahkan perokok dari pengunjung lain, di antaranya :
- Taman Parkir Abu Bakar Ali (ABA)
- Utara Plaza Malioboro
- Uttara Ramayana Mall
- Lantai 3 Pasar Beringharjo
Ini adalah bentuk upaya pemerintah agar perokok bisa tetap mengikuti kebiasaan mereka tanpa mengganggu kenyamanan orang lain yang berada di kawasan tersebut.
Himbauan ini bukan dimaksudkan untuk menyusahkan para perokok, melainkan untuk memberikan ruang yang sesuai bagi mereka. Pemerintah menginginkan agar perokok menyadari bahwa merokok tidak hanya berisiko bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi orang lain yang terpapar asap rokok.
Dengan adanya tempat khusus merokok, diharapkan perokok bisa lebih sadar dan lebih bertanggung jawab. Karena pada akhirnya, kesadaran diri menjadi hal yang sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan sehat bagi semua orang, baik bagi pengunjung yang datang di Malioboro maupun bagi masyarakat sekitar.
Jika perokok merasa bahwa peraturan ini menyulitkan, maka penting bagi mereka untuk memahami bahwa di Malioboro, seperti di tempat-tempat umum lainnya, banyak orang yang datang dengan berbagai kepentingan, termasuk keluarga dan anak-anak, yang tentunya tidak ingin terganggu oleh asap rokok.
Oleh karena itu, sangat diharapkan agar perokok memilih untuk merokok hanya di tempat-tempat yang sudah disediakan, demi kenyamanan bersama.
Baca juga : Cegah Efek dari Abu Rokok bagi Kesehatan Masyarakat, Milik Kita Bersama
Solusi untuk Meningkatkan Penerapan KTR di Malioboro
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mensosialisasikan peraturan KTR di Malioboro, seperti memberikan sosialisasi kepada pelaku usaha pariwisata, menempelkan larangan merokok di andong, mengimbau melalui siaran radio, dan memasang baliho aturan KTR di sepanjang jalan.
Pengawasan juga telah dilakukan, namun masih banyak perokok yang mengabaikan aturan tersebut. Oleh karena itu, perlu diperbanyak pemasangan stiker dan plang larangan merokok di titik-titik tertentu, serta penambahan area merokok yang jelas, agar perokok, baik wisatawan maupun warga lokal lebih sadar dan tertib dalam merokok di tempat yang sudah disediakan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News