membuka kembali arsip sejarah melalui konten media sosial - News | Good News From Indonesia 2024

Membuka Kembali Arsip Sejarah melalui Konten Media Sosial di Era Digital 2024

Membuka Kembali Arsip Sejarah melalui Konten Media Sosial di Era Digital 2024
images info

Hidup di zaman yang serba canggih ini, membuat media sosial berkembang menjadi alat untuk mengakses berbagai macam informasi, hiburan, dan edukasi. Oleh karena itu, kita harus memanfaatkan kesempatan ini dalam hal yang positif, salah satunya dalam upaya menghidupkan kembali sejarah yang mungkin sudah dilupakan.

Dulu, sejarah hanya bisa ditemukan melalui buku, museum, atau program televisi, sehingga untuk mengetahui informasi sejarah yang diinginkan sangat terbatas dan tidak efisien.

Namun kini, informasi sejarah hadir di berbagai platform media sosial seperti Instagram, YouTube, TikTok, Facebook, dan X. Namun, bagaimana cara membuat konten sejarah yang menarik minat masyarakat, masih menjadi masalah yang sering dibicarakan.

Dalam artikel ini, penulis telah melakukan survei sebagai salah satu tugas akhir dalam Program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) GNFI Batch 7 dengan topik Applied Data Analyst & Visualization for Digital Journalism. Di mana survei ini telah disebar secara online selama 25 Oktober sampai 11 November 2024, sehingga menghasilkan 284 responden dari masyarakat Indonesia dengan usia 18 sampai 54 tahun.

Kekuatan Media Sosial, Ubah Sudut Pandang Pemuda dalam Putuskan Pengeluaran dan Investasi

Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan pendekatan data analyst supaya bisa memahami minat masyarakat terhadap konten sejarah di media sosial.

Survei Tugas Akhir Studi Independen GNFI Batch 7(Preferensi Masyarakat terhadap Penayangan Konten Sejarah di Media Sosial 2024)
info gambar

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, 86% Siswa/Mahasiswa terlibat dalam media sosial untuk memberikan preferensi mereka terkait konten sosial yang menarik. Dalam hal ini, YouTube menjadi platform media sosial yang paling sering digunakan untuk mengakses konten sejarah, dengan persentase sebesar 36%.

Selain YouTube, Instagram menempati posisi kedua yang dipilih oleh dengan 31% responden, lalu diikuti dengan TikTok yang hasilnya lumayan signifikan dengan 16% responden. Sedangkan X, Facebook, dan Google memiliki persentase yang kecil, sekitar 8%, 4%, dan 2%. Meskipun demikian, ketiga platform ini memainkan peran penting dalam penyebaran konten sejarah.

Audiens Lebih Menyukai Penggunaan Search Untuk Mengakses Konten Sejarah?

Media sosial saat ini telah banyak menyediakan berbagai fitur yang digunakan untuk meningkatkan pengalaman dan memenuhi kebutuhan bagi penggunanya. Hasil survei yang dilakukan menunjukkan bahwa fitur pencarian paling banyak digunakan sekitar 50.13% oleh pengguna.

Mengapa fitur ini paling sering digunakan? sebab fitur ini mempermudah pengguna dalam mencari informasi atau konten yang diinginkan secara rinci. Selain itu, hashtag menduduki posisi kedua dengan 13.11% pengguna yang memanfaatkannya untuk menemukan topik atau tren tertentu.

Selanjutnya, ada pengguna yang mengakses konten sejarah melalui grup atau komunitas (10.80%), pemberitahuan atau notifikasi (10.28%), Fitur stories sebesar (9%), dan penggunaan paling rendah ada di fitur video live (2.57%).

Fitur-fitur yang memiliki persentase rendah didasarkan pada beberapa alasan, seperti pada fitur video live yang kurang populer lantaran harus memerlukan usaha yang besar, kepercayaan diri, dan komunikasi yang lancar secara langsung tanpa adanya proses editing. Dengan demikian, penyampaiannya kurang menarik dan kreatif.

GoodTalk Eps Ismail Fahmi Media Sosial, Hoaks, dan Data

Jenis Konten dan Topik Sejarah yang Paling Diminati

 freepik.com
info gambar

Dalam era digital ini, media sosial telah menjadi wadah dalam menyajikan jenis konten sejarah yang beragam, baik dalam video pendek, podcast, artikel, infografis, hingga video panjang.

Media sosial juga mengangkat topik-topik yang menarik untuk para audiensnya, mulai dari topik dunia, politik, budaya, agama, hingga sains dan teknologi, yang menunjukkan betapa luasnya minat audiens terhadap aspek sejarah.

Hasil survei menunjukkan bahwa penyampaian sejarah melalui video pendek (49.53%) lebih diminati oleh audiens dibanding dengan jenis konten yang lain seperti infografis (14.86%), video panjang (13.44%), dan artikel (12.26%).

Mengingat video pendek mampu menyampaikan informasi secara ringkas dan interaktif dengan menggabungkan elemen visual, audio, narasi, dan hubungan emosional secara tidak langsung dengan audiens sehingga informasi yang disampaikan lebih mudah dipahami dan diingat.

Walaupun video panjang mempunyai elemen yang sama dengan video pendek. Namun, konten sejarah dengan video panjang kurang efektif bagi audiens.

Hal itu dikarenakan tidak semua audiens memiliki waktu untuk menonton dan memahami informasi yang disampaikan melalui video panjang tersebut.

Jika dilihat dari topik-topik sejarah yang diangkat di media sosial, maka topik sejarah dunia mendapakan perhatian tinggi di mata audiens. Sekitar 33.77% audiens menyukai sejarah dunia dibanding yang lain seperti sejarah sains dan teknologi (18.29%), sejarah agama (16.64%), sejarah budaya (13.84%), sejarah politik (9.39%), dan sejarah lokal (7.9%) yang menempati posisi terakhir minat audiens.

Media Sosial dan Pentingnya Karier Moderator Konten

Sejarah dunia paling diminati karena sudah mencakup luas peristiwa-peristiwa penting yang telah mempengaruhi peradaban di seluruh negara saat ini.

Masih Adanya Misinformation dan Disinformation dalam Konten Sejarah di Media Sosial

Dalam konten sejarah di media sosial, sebesar 73.76% audiens tidak mengalami misinformation maupun disinformattion dari konten yang mereka lihat. Meskipun demikian, ada 26.24% audiens mengalami missinformation maupun disinformattion seperti kesalahan informasi yang ditulis, tidak ada sumber yang akurat, banyak terjadi pemalsuan, dan lain sebagainya.

Misinformation dan disinformattion merupakan istilah yang sering kali digunakan untuk menjelaskan penyebaran informasi yang salah. Hanya saja, kedua istilah itu memiliki arti dan tujuan yang berbeda.

Misinformasi adalah informasi salah atau tidak akurat yang disebarkan tanpa ada unsur kesengajaan. Sedangkan, disinformasi adalah informasi salah atau tidak akurat yang disebarkan dengan sengaja agar bisa menipu, menyesatkan, dan memanipulasi bagi orang yang membacanya.

Untuk memperbaiki kredibilitas informasi, sekitar 32.98% audiens memilih untuk mencari referensi tambahan di internet dan 30.67% memilih untuk membaca ulasan dari pengguna lain. Sementara itu, ada 1.47% audiens memilih untuk tidak melakukan verifikasi terhadap informasi yang mereka terima.

Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan audiens menyadari bahwa untuk memastikan keakuratan sangat penting, terutama di era digital saat ini.

Melalui media sosial ini, marim kita tingkatkan kualitas konten sejarah agar peristiwa penting yang telah terjadi tidak hanya menjadi arsip negara saja. Namun, sebagai pelajaran moral, seperti keberanian, solidaritas, dan pengorbanan yang bisa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MD
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.