Sutan Indah adalah seorang pemuda dari Rena Sekelawi. Ayahnya merupakan kepala dusun yang sangat dihormati dan disegani masyarakat, ia adalah Ratu Panjang. Tak sama dengan ayahnya, Sutan Indah berwatak pemalas dan tidak mau membantu sang ayah bekerja di sawah maupun ladang.
Tiada hari yang lewat tanpa menyusuri tebing yang di bawahnya mengalir sungai. Bagi Sutan Indah, itu adalah sebuah hiburan dengan melihat ikan yang berenang, burung yang terbang bebas dari ranting satu ke ranting lain, hingga sepasang tupai yang sedang bergelut di batang bambu dengan ujung menjuntai menghalau aliran deras air sungai. Tak jarang ia turut terjun ke dalam air ketika hari sedang terik.
Tanpa sengaja, pada suatu hari, Sutan Indah melihat sepotong bambu yang hanyut terbawa arus dengan burung camar bertengger di atasnya. Ia kemudian mengambil bambu itu beserta burung camar yang jinak dan membawanya pulang ke rumah.
Baca juga: Kopi Khop, Kopi Khas Meulaboh Keinginan Teuku Umar Sebelum Wafat
Pada malam harinya, Sutan Indah bermimpi didatangi oleh bidadari yang sangat jelita. Bidadari itu berkata, “Sutan Indah, buatlah olehmu sebuah serdam (dalam bahasa rejang artinya seruling) dari bambu yang kau dapati dari sungai kemarin. Sedangkan burung itu disembelih dan lumutkan minyaknya pada serdammu itu selama empat puluh hari dan empat puluh malam. Aku ingin sekali mendengar bunyi serdammu itu, Sutan Indah.”
Tak butuh waktu lama, Sutan Indah menuruti mimpinya dengan membuat serdam secara hati-hati dan dilumurinya minyak burung camar itu ke permukaan serdam. Empat puluh malam ia menjaga serdamnya sesuai petunjuk bidadari di mimpi.
Serdam tersebut kemudian disebut buluh perindu yang sakti sehingga siapa saja yang memilikinya dapat melawan arus sungai. Tiupan buluh perindu juga dipercaya bisa terdengar hingga ke kayangan. Setelah empat puluh hari itu, Sutan Indah setiap hari meniupkan serdamnya dan seluruh orang di kampung terpukau karena lantunan indahnya.
Akhirnya diketahui bahwa Sutan Indah anak kepala kampung yang meniupkan serdam itu. Lambat laun lantunan serdam Sutan Indah membawa keburukan karena orang menjadi lalai akan pekerjaannya ketika mendengar tiupan serdam. Pergilah Sutan Indah meninggalkan kampung dan keluarganya.
Sutan Indah pergi ke sebuah bukit dan tanpa sadar ia berada di kaki bukit dari langit kayangan. Bukit ini dijaga oleh seorang peri yang setiap hari pergi ke kebun di lereng bukit itu. Sang peri memiliki bayi dan setiap ia pergi, si bayi dijaga oleh bidadari bernama Krikam Manis yang kemudian termenung mendengar tiupan serdam Sutan Indah.
Tidak disangka, bayi yang berada di pangkuannya terjatuh terjun ke dalam jurang bukit dan memancarkan api sebagai pertanda kemarahan dewa. Krikam Manis kebingungan dan takut akan kemarahan sang peri. Ia lari dari bukit dan bertemu Sutan Indah yang tercengang akan kecantikannya.
“Siapa kamu ini wahai putri?” tanya Sutan Indah.
“Aku adalah seorang bidadari penjaga anak peri penunggu bukit ini. Aku lari karena telah menjatuhkan anaknya akibat suara buluh perindu itu,” jelas Krikam Manis.
Kemudian mereka bersahabat dan menyusuri kehidupan bersama. Dalam penyusurannya, mereka berhenti di dekat mata air untuk beristirahat. Tiba-tiba Sutan Indah rindu pada ibunya yang ia tinggalkan tanpa pamit.
Ia bermaksud menemui ibunya sebentar dan meninggalkan Krikam Manis di sebuah pondok. Tinggalah Krikam Manis sendirian dan sampailah Sutan Indah ke pelukan ibundanya.
Ia juga bertemu ayahnya dan menceritakan semua yang terjadi. Saat itu juga seluruh warga kampung mengetahui bahwa Sutan Indah telah menikah dengan Krikam Manis. Ayah Sutan Indah mengarahkan seluruh warga untuk mencari Krikam Manis.
Krikam Manis ditemukan saat ayam berkokok. Ia ketakutan karena datang tiba-tiba segerombolan orang membawa obor. Ia takut akan dibunuh dan dihukum. Kemudian Krikam Manis memutuskan kabur dan akhirnya tidak pernah ditemui di pondok. Rombongan tersebut hanya menemui sehelai robekan selendang dan rasa kecewa.
Sutan Indah dengan rasa rindunya yang sangat berat selalu meniupkan serdamnya berharap Krikam Manis muncul menemuinya.
“do legau alau moi das lenget,
duai legau ngan Ratu Panjang
tlau legau ngan Krikam Manis”
Hingga saat ini lantunan serdam Sutan Indah konon masih terdengar di Gunung Kaba. Kawah gunung itu menjadi bukti tertelannya anak peri dari pangkuan Krikam Manis.
Baca juga: Benteng Tolukko, Jejak Eksplorasi Rempah Portugis di Maluku Utara
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News