Kalender Jawa merupakan salah satu bentuk warisan budaya Nusantara yang memiliki kekayaan sejarah dan nilai penting bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kalender Jawa juga menjadi sistem penanggalan yang masih dipercaya dan kerap digunakan masyarakat Jawa hingga saat ini.
Sama halnya dengan kalender Masehi, kalender Jawa juga terdiri dari 12 bulan. Walaupun begitu, penamaan hari, bulan, dan tahunnya berbeda dengan kalender Masehi.
Supaya Kawan GNFI lebih mengenal sistem penanggalan satu ini, berikut asal-usul atau sejarah penciptaan kalender Jawa, perbedaannya dengan kalender Masehi, serta nama-nama hari, bulan, dan tahunnya, dikutip dari jurnal Sejarah Penggunaan Kalender Aji Saka di Tanah Jawa (2023).
Baca Juga: Kalender Jawa Desember 2024: Lengkap dengan Weton, Hijriah, Tanggal Merah
Apa Itu Kalender Jawa?
Kalender Jawa atau Penanggalan Jawa merupakan hasil akulturasi antara penanggalan Saka (Masa Hindu) dengan penanggalan Islam. Beberapa orang juga menyebutnya sebagai Kalender Sultan Agungan karena diciptakan semasa kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645).
Yumna Nur Mahmudah, peneliti dari Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, dalam jurnalnya menyebutkan bahwa kalender Jawa digunakan sebagai kalender negara saat pemerintahan Sultan Agung, serta untuk menyeragamkan perayaan hari-hari besar dari adat dan agama.
Meski begitu, sistem penanggalan ini masih bertahan untuk keperluan tradisi dan budaya. Tidak hanya menjadi patokan dalam menentukan waktu upacara adat dan tradisi, kalender Jawa juga dimanfaatkan untuk menghitung hari baik.
Biasanya, hari yang baik ini digunakan untuk pernikahan, kegiatan menentukan hari untuk khitanan, kegiatan untuk menentukan acara kematian, kegiatan menentukan pendirian rumah, dan juga kegiatan untuk berpergian.
Sejarah Penciptaan Kalender Jawa
Masih merujuk jurnal karya Yumna Nur Mahmudah, masuknya agama Islam ke Kerajaan Mataram Islam, semasa kepemimpinian Sultan Agung, membawa pengaruh terhadap sistem penanggalan yang dipakai di wilayah tersebut.
Sejak Sultan Agung memegang roda kepemimpinan, ada perubahan terhadap perhitungan kalender Saka. Yang semulanya berdasarkan peredaran matahari, kalender tersebut mengadopsi peredaran bulan sebagai patokannya, inilah yang kita sebut sebagai kalender Jawa.
Sementara itu, dalam buku Islaming Java: The Long Shadow of Sultan Agung karya MC Ricklefs (2012) dan Islam Kejawen karya M. Hariwijaya (2006), dikisahkan bahwa pada 1633 M, Sultan Agung berziarah ke makam Sunan Bayat di Tembayat.
Sultan Agung yang masih berada di makam tersebut menerima perintah untuk mengganti kalender Saka, yang merupakan kalender peninggalan Hindu. Kalender tersebut perlu diubah agar mengikuti sistem kamariah atau kalender Hijriah yang berisi bulan-bulan Islam.
Alhasil, terciptalah kalender baru nan unik bernama kalender Jawa yang mengombinasikan penanggalan Saka (Jawa) dan penanggalan Hijriah. Tidak hanya itu, penyusunan kalender Jawa penting untuk menyeragamkan perayaan-perayaan adat yang diselenggarakan oleh kerajaan dengan hari-hari besar Islam.
Perbedaan Kalender Jawa dengan Masehi
Terdapat beberapa perbedaan antara kalender Jawa dengan Masehi. Sebagai contoh, kalender Jawa dihitung berdasarkan putaran Bulan terhadap Bumi, sedangkan Masehi dihitung berdasarkan putaran Bumi terhadap Matahari.
Selain itu, selisih kalender Jawa dan Masehi terpaut 67 tahun. Ini terjadi karena adanya perbedaan jumlah hari per bulannya. Jadi, apabila penanggalan Jawa memasuki tahun 1945, maka Masehi sudah mencapai 2012.
Kemudian, jumlah hari dalam kalender Jawa adalah sebanyak 29 dan 30, sedangkan bulan dalam tahun Masehi terdiri antara 30 dan 31, kecuali pada bulan Februari hanya 28 hari.
Selanjutnya, satu tahun dalam kalender Jawa memiliki 354–355 hari, sedangkan jumlah hari dalam satu tahun kalender Masehi ialah 365–366 hari.
Berikutnya, kalender Jawa menghitung 1 pasaran 5 hari, di antaranya Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Sementara itu, Masehi menghitung 1 minggu 7 hari, yakni Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu.
Terakhir, dalam penanggalan Jawa, waktu petang sudah terhitung sebagai pergantian hari. Ini berbeda dengan penanggalan Masehi: pergantian hari dimulai pada jam 12 malam.
Baca Juga: Semua Hal Tentang Weton Jawa Hingga Cara Menghitungnya
Nama-Nama Hari dan Pasaran dalam Kalender Jawa
Kalender Jawa memiliki siklus hari yang dikenal dengan sebutan dina. Dina mempunyai dua siklus hari, yakni siklus mingguan yang terdiri dari tujuh hari (Senin sampai Minggu) dan siklus pekan pancawara yang terdiri dari lima hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon).
Dalam hal ini, masyarakat Jawa meyakini bahwa hitungan 7 hari dalam satu minggu ialah awal mulanya Tuhan menciptakan alam semesta dengan 7 tahap. Berikut nama-nama hari dalam siklus mingguan kalender Jawa:
- Radite-Ngahad-Minggu: melambangkan meneng (diam)
- Soma-Senen-Senin: melambangkan maju
- Hanggara-Selasa-Selasa: melambangkan mundur
- Buda-Rebo-Rabu: melambangkan mangiwa (ke kiri)
- Respati-Kemis-Kamis: melambangkan manengen (ke kanan)
- Sukra-Jemuwah-Jumat: melambangkan munggah (ke atas)
- Tumpak-Setu-Sabtu: melambangkan tumurun (turun)
Adapun pancawara juga sering disebut sebagai pasaran. Berikut nama-nama pasaran dalam kalender Jawa:
- Kliwon-Kasih: Melambangkan jumeneng (berdiri)
- Legi-Manis: Melambangkan mungkur (ke belakang)
- Pahing-Jenar: Melambangkan madhep (menghadap)
- Pon-Palguna: Melambangkan sare (tidur)
- Wage-Cemengan: Melambangkan lenggah (duduk)
Nama-Nama Bulan dalam Kalender Jawa
Sama seperti kalender pada umumnya, kalender Jawa juga memiliki siklus bulan atau dikenal dengan sebutan sasi. Nama-nama bulan dalam kalender Jawa merupakan bentuk serapan dari bahasa Arab yang disesuaikan dengan pengucapan orang Jawa.
Adapun nama-nama bulan dalam kalender Jawa secara berurutan adalah sebagai berikut:
- Bulan 1: Sura
- Bulan 2: Sapar
- Bulan 3: Mulud
- Bulan 4: Bakdamulud
- Bulan 5: Jumadilawal
- Bulan 6: Jumadilakhir
- Bulan 7: Rejeb
- Bulan 8: Ruwah (Arwah, Sabun)
- Bulan 9: Pasa (Puwasa, Siyam, ramelan)
- Bulan 10: Sawal
- Bulan 11: Dulkangidah (Sela, Apit)
- Bulan 12: Besar (Dulkahijjah)
Nama-Nama Tahun dalam Kalender Jawa
Karena satu tahun dalam Kalender Jawa terdapat 354 3/8 hari, sistem penanggalan ini memiliki siklus tahun yang disebut windu. Dalam satu windu, terdapat delapan tahun:
- Alip
- Ehe
- Jimawal
- Je
- Dal
- Be
- Wawu
- Jimakir
Tahun Ehe, Dal, dan Jimakir memiliki durasi 355 hari dan disebut sebagai tahun panjang (taun wuntu). Pada tahun kabisat, bulan Besar adalah bulan terakhir yang berumur 30 hari. Sementara tahun Alip, Jimawal, Je, Be, dan Wawu yang terdiri dari 354 hari disebut sebagai tahun pendek (taun wastu).
Sebagai informasi, tahun 2024 ini merupakan tahun ke-1958 dalam kalender Jawa.
Baca Juga: Kalender Jawa 2024 Januari sampai Desember, Lengkap dengan Wetonnya
Demikian informasi tentang kalender Jawa, mulai dari asal-usul hingga nama-nama pasaran dan bulannya. Semoga bermanfaat, Kawan!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News