Papermoon Puppet Theatre telah berhasil mengenalkan Yogyakarta pada dunia. Pekan lalu, tepatnya pada 23—27 Oktober 2024 Papermoon puppet Theatre baru saja menyelenggarakan hajat besarnya, yaitu Pesta Boneka “Seeds Of Hope”, International Biennale Puppet Festival di Yogyakarta.
Pesta dua tahunan yang diadakan di Kampung Media Yogyakarta ini telah berhasil membuat 25 negara dengan 100 lebih seniman bertandang ke Yogyakarta.
Pesta Boneka telah memasuki Festival ke 9 pada tahun ini, dimulai dari tahun 2008 berlangsung 2 tahun sekali. Dari tahun ke tahun, berbagai negara datang ke Yogyakarta. Dalam setiap pertunjukan, Pesta Boneka mengumpulkan para dalang, penonton, serta komunitas kreatif untuk mendapatkan berbagai cerita dan budaya secara intim dan kreatif.
Pesta Boneka membungkus penontonnya dengan rasa kehangatan, menampilkan gerakan boneka yang mengagumkan sebagai objek hidup, menceritakan berbagai kisah menyentuh hati, budaya dunia, serta kearifan lokal kepada penonton setianya.
Dinamika Perjalanan Vadi: dari Ritual Kaili ke Pertunjukkan Seni
Papermoon Puppet Theatre hadir sejak 2006, yang diinisiasi oleh Ria dan Iwan Efendi sebagai Co Artistic Director. Maria dengan 'keresahannya', menggabungkan seni rupa dan seni pertunjukan melalui teater boneka. Visinya menjadi jembatan cerita berbagai hal untuk relasi antara manusia.
Papermoon Puppet Theatre dan Semesta Ajaibnya
Papermoon Puppet Theatre mulai dikenal khalayak luas setelah masuk dalam film AADC 2 dan video musik Tulus. Seni dengan berkarakteristik seperti ini semestinya gaungnya harus lebih luas lagi.
Berbagai karya cerita telah dituturkan, dengan ragam tema mulai dari politis bahkan isu-isu sensitif, romance, dan yang lainnya. Contohnya Secangkir Kopi dari Playa yang tampil pada AADC, Mwathirika yang menceritakan tentang sejarah 65, Laki-Laki Laut, Surat Ke Langit, Stream Of Memories, The Scavenger, Watugunung, Semata Kaki, Prani, The Old’s Man Book, The White World of Siwa and Malini, The Translunce, hingga Story Tailor.
Karya-karyanya kebanyakan nonverbal atau tanpa dialog, memiliki sudut pandang personal, Maka dari itu, penonton dapat mengisi jiwa dan memiliki empati pada cerita-cerita yang dituturkan pada acara ini. Gesture-gesture inilah yang diusung menjadi bahasa ibu atau cara menyampaikan ke audiens. Hal-hal yang dekat dengan keseharian dikemas secara imajinatif. Karya-karya ini menyentuh lewat rasa kepada audiens.
Pertunjukkan "Randai" Di Tengah Gempuran Globalisasi
Melalui pertunjukan, instalasi, lokakarya, kolaborasi, dan festival Papermoon Puppet Theatre berharap dapat menghidupkan hal-hal tersebut—melalui seni yang luar biasa dari wayang, serta dengan merawat hal-hal baik di sekitar dan di dalam diri kita.
Cerita-cerita di balik layar Papermoon Puppet Theatre juga dijabarkan dalam buku Selepas Napas. Buku ini mengisahkan bagaimana Papermoon Puppet berusaha menghadirkan ragam ruang untuk berbagi peluang dengan sesama pekerja kreatif
Ia menghimpun kisah kolaborasi pekerja kreatif lintas disiplin dan upaya kreatif komunitas teater boneka dari penjuru dunia bersama Papermoon Puppet Theatre.