waithood tanda perlawanan patriarki kalangan milenial di era modern - News | Good News From Indonesia 2024

Waithood, Wanita Mandiri di Kalangan Milenial

Waithood, Wanita Mandiri di Kalangan Milenial
images info

Kawan GNFI, di era milenial ini, perempuan menghadapi banyak tantangan yang memengaruhi identitas dan kehidupan mereka. Dalam konteks budaya yang sering kali menekankan patriarki, perempuan sering terjebak dalam berbagai tuntutan hidup yang sulit. Dengan perkembangan teknologi dan informasi, posisi perempuan dalam masyarakat juga mengalami perubahan yang signifikan.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai masalah, seperti kekerasan gender dan tekanan untuk memenuhi standar sosial, tetap menjadi tantangan besar bagi perempuan. Dalam pembahasan ini, kita akan menggali lebih dalam fenomena waithood, yaitu masa di mana perempuan menunda pernikahan untuk mengejar cita-cita dan kebebasan mereka.

Mari kita mulai dengan memahami bagaimana tuntutan hidup yang kompleks memengaruhi identitas perempuan milenial!

Perempuan dan Tuntutan Hidupnya

Perempuan tidak hanya dituntut untuk berperan sebagai anggota keluarga, tetapi juga sebagai individu yang sukses di dunia profesional. Realitas ini menciptakan banyak dilema dalam kehidupan mereka.

Sekarang, saatnya kita melihat lebih dalam beberapa aspek yang menjadi belenggu bagi perempuan.

1. Perempuan dan identitasnya sebagai masyarakat digital

Di era digital ini, perempuan memiliki akses yang lebih besar terhadap informasi dan platform untuk menyuarakan pendapat mereka. Masyarakat digital memberikan ruang bagi perempuan untuk menunjukkan bakat dan kreativitas mereka.

Namun, hal ini juga membawa tantangan baru, di mana perempuan sering kali harus berjuang melawan stereotip dan penilaian yang merugikan. Banyak perempuan merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi yang dibentuk oleh media sosial, yang sering kali berfokus pada penampilan dan kesempurnaan.

Di satu sisi, perempuan bisa mendapatkan dukungan dari komunitas online yang mengedukasi dan memberdayakan mereka.

2. Wanita yang menjadi penopang hidup keluarga

Fenomena sandwich generation menggambarkan posisi perempuan yang terjebak antara merawat anak dan orang tua sekaligus. Banyak perempuan yang merasa harus memenuhi tanggung jawab terhadap dua generasi, yang sering kali menguras waktu dan energi mereka.

Hal ini menyebabkan stres yang berkepanjangan, sehingga perempuan sulit untuk mengembangkan diri dan meraih tujuan pribadi.

Di tengah tuntutan ini, perempuan sering merasa terpaksa mengorbankan ambisi mereka demi keluarga. Padahal, mereka berhak untuk mengejar impian dan berkarier. Perasaan terjebak tersebut sering kali membuat perempuan merasa tidak berdaya dan kehilangan arah dalam hidup mereka.

3. Pendidikan dan bekerja sebagai kontrol diri perempuan

Pendidikan memiliki peranan penting dalam memfasilitasi perempuan untuk mengakses peluang hidup yang lebih baik. Dengan pendidikan yang baik, perempuan dapat berkontribusi dalam dunia kerja dan memiliki kontrol atas kehidupan mereka.

Bekerja di luar rumah bisa menjadi sarana bagi wanita untuk menemukan identitas dan meraih kemandirian finansial.

4. Perempuan dalam lingkaran kekerasan gender pada pernikahan

Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga
info gambar

Kekerasan gender masih menjadi isu serius yang dihadapi banyak perempuan, terutama dalam konteks pernikahan. Dalam banyak kasus, perempuan terjebak dalam hubungan yang tidak sehat dan berisiko tinggi, di mana mereka merasa tidak memiliki suara atau kendali atas hidup mereka.

Budaya patriarki sering kali menganggap kekerasan sebagai hal yang biasa dalam hubungan, sehingga perempuan merasa tertekan untuk bertahan dalam situasi yang berbahaya.

Lebih jauh lagi, stigma sosial membuat banyak perempuan enggan melaporkan kekerasan yang mereka alami. Mereka sering merasa malu atau takut akan konsekuensi yang bisa timbul jika berbicara. Hal ini menciptakan siklus yang sulit untuk diputus, di mana perempuan terus mengalami kekerasan tanpa adanya dukungan yang memadai.

Waithood’, Perempuan terhadap Budaya
Patriarki

Salah satu fenomena yang muncul sebagai bentuk pelawanan terhadap budaya patriarki adalah waithood, di mana perempuan memilih untuk menunda pernikahan demi mencapai kesetaraan dan meraih impian pribadi.

Fenomena waithood muncul sebagai respons terhadap berbagai tuntutan dan tekanan yang sering kali membebani perempuan. Dengan menunda pernikahan, perempuan berusaha untuk memperoleh kontrol atas hidup mereka dan menolak pengaruh negatif dari budaya patriarki.

Dalam menghadapi berbagai tantangan ini, perempuan perlu saling mendukung dan menciptakan komunitas yang memberdayakan. Hanya dengan cara tersebut, perempuan bisa mengubah narasi dan menciptakan ruang yang lebih adil untuk diri mereka sendiri. Dengan begitu, perempuan dapat menemukan kebebasan dan kesetaraan yang selama ini mereka impikan.

Pada akhirnya, fenomena waithood menunjukkan betapa kompleksnya perjalanan perempuan milenial dalam menghadapi tantangan hidup, baik di bidang karier, pendidikan, hingga kehidupan pribadi.

Dengan menunda pernikahan dan memilih untuk fokus pada pengembangan diri, perempuan mencoba untuk melawan norma-norma patriarki yang masih membelenggu banyak aspek kehidupan mereka. Namun, perjalanan ini tidak mudah dan penuh dengan dilema.

Kawan GNFI, penting bagi kita semua untuk mendukung perempuan dalam upaya mereka mencapai kesetaraan dan kebebasan, serta membangun dunia yang lebih adil dan inklusif bagi semua!

 

Sumber artikel:

  1. Musahwi, M., Anika, M. Z., & Pitriyani, P. 2022. “Fenomena resesi seks di Indonesia (Studi gender tren ‘waithood’ pada perempuan milenial)”, Equalita: Jurnal Studi Gender dan Anak, Vol. 4(2), hlm. 204-220. DOI: 10.24235/equalita.v4i2.12905.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.