Gol A Gong adalah sastrawan Indonesia yang meraih popularitas melalui sejumlah karya sastra salah satunya Balada Si Roy. Keterlibatan sosok bernama asli Heri Hendrayana Harris di jagat literasi Indonesia sangatlah besar. Buktinya, ia mendirikan Rumah Dunia, sebuah sanggar yang menyediakan rumah baca dan tempat berkesenian di Kota Serang, Banten.
Salah satu yang membedakan Gol A Gong dengan penulis lain adalah fisiknya. Tangan kirinya diamputasi sejak usianya 11 tahun. Sempat ia merasa minder, tapi setelahnya bisa bangkit karena dukungan orang tuanya. Sebelum menjadi tokoh literasi Indonesia bahkan ia pernah berprestasi sebagai atlet bulu tangkis.
Dengan sebelah tangan pun Gol A Gong bisa sukses tanpa mengemis. Menurutnya, dengan satu tangan pun ia masih bisa berkarya tapi tentu dengan dukungan satu hal yang besar, yaitu ilmu.
Pentingnya Ilmu
Sosok ayah berpengaruh besar bagi Gol A Gong setelah kehilangan satu tangannya. Sang ayah berpesan tiga hal kepadanya untuk fokus ke olahraga, membaca buku, dan mendengarkan dongeng dari sang ibu. Tiga faktor itulah yang membuatnya bisa melupakan kekurangan dari fisiknya.
“Karena tiga hal tadi jadi saya sudah enggak mikirin. Ngapain bukti-bukti lebih besar? Enggak usah. Jadi saya badminton bertarung aja. You hebat? Kalahin saya,” ucap Gol A Gong kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Orang awam berpendapat dengan dua tangan, penulis bisa melahirkan karya yang besar. Akan tetapi, pendapat seperti itu terpatahkan oleh Gol A Gong yang tangan kanannya masih berfungsi baik. Ia malahan sudah menulis sekitar 130 karya lewat satu-satunya tangan yang dimilikinya itu.
Gol A Gong secara tak langsung pun mencoba mengingatkan, bahwa banyak tokoh besar yang fisiknya tak sempurna tapi tetap berkarya. Oleh karena itu, ia menegaskan selain tangan butuh bekal ilmu yang kuat dalam menulis karya sastra. Meskipun tidak lulus kuliah saat mengenyam studi di Universitas Padjadjaran, ia merasa tetap mendapat asupan ilmu yang cukup untuk bisa berkarya.
“Ketika melihat tangan saya satu, loh kenapa? Ada Stephen Hawking yang bahkan tidak bisa bergerak, ada yang buta Karl May. Ada banyak orang yang kekurangan. Tangan saya masih normal. Satu tangan masih bisa mengetik. Pakai ilmu. Di Al-Quran ada kan, setiap urusan dikerjakan bukan ahlinya maka tunggu kehancurannya. Itu sebabnya saya kuliah di fakultas sastra walaupun enggak selesai, tapi ilmu itu penting untuk menulis,” ucapnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News