Maju tak gentar, membela yang bayar. Kalimat ini mungkin merupakan sindiran kepada tokoh wayang Adipati Karna. Kawan GNFI, benarkah demikian? Mari, simak bersama kisahnya.
Adipati Karna adalah seorang Adipati dari wilayah Awangga yang merupakan bagian dari Kerajaan Astinapura. Semasa muda, ia bernama Karna yang berarti telinga, karena ia memang dilahirkan dari telinga ibunya, yaitu Dewi Kunti.
Kelahiran Karna
Dewi Kunti merupakan putri angkat Raja Kuntiboja yang berkuasa di Kerajaan Mandura. Semasa remaja, Dewi Kunti berguru kepada Resi Druwasa yang memberikan Aji Sabda Tunggal Wekasing Rasa Tanpo Lawan kepadanya. Resi Druwasa mengingatkan Kunti agar tidak membaca mantra itu secara sembarangan.
Karena penasaran, ia membaca mantra itu dengan harapan bertemu dengan Batara Surya, Dewa Matahari. Akibatnya Dewi Kunti hamil dan membuat geger Istana. Dengan bantuan Resi Druwarsa, Kunti dapat melahirkan anaknya melaui telinga. Nama lain Karna adalah Basukarna, karena dilahirkan berkat bantuan seorang basu atau resi.
Sejak lahir, bayi Karna telah memakai anting-anting dan perisai yang melekat di dadanya, yang merupakan pemberian Batara Surya. Konon, kedua benda ini akan membuatnya kebal terhadap berbagai senjata.
Untuk menutup aib istana, maka bayi itu harus dibuang. Akhirnya, sang bayi dilarung ke Sungai Yamuna. Hingga akhirnya ditemukan oleh Adirata, seorang kusir kereta yang melayani para Korawa di Kerajaan Astinapura.
3 Tokoh Wayang Sakti sebagai Panglima Pasukan Pandawa
Masa Remaja Karna
Adirata mengasuh Karna dengan penuh kasih sayang dan juga mengajarkannya berbagai ilmu. Karna yang dikenal dengan nama Suryaatmaja (karena Putera Batara Surya) memang seorang anak yang cerdas dan memiliki tekad yang kuat untuk maju.
Suatu ketika, ia diajak oleh ayahnya ke istana. Di sana, ia melihat Korawa dan Pandawa sedang diajarkan memanah pleh Resi Krepa dan Pandita Durna. Karana ingin sekali ikut belajar. Namun tidak diperbolehkan oleh ayahnya, karena dirinya hanyalah seorang anak kusir kereta.
Tekadnya untuk belajar tidak berhenti di situ saja. Sejak saat itu, ia diam-diam mengintip apa yang diajarkan kedua guru tersebur saat mereka mengajar para Pandawa dan Kurawa. Dengan tekun, ia mempraktekannya di rumah. Jadilah Karna seorang pemuda desa dengan kemampuan kanuragan dan memanah yang tinggi
Meneladani Dewi Kunti, Ibu Para Pandwa
Karna Mengabdi Para Korawa
Suatu ketika, diadakan suatu ajang ketangkasan antara para Pandawa dan Korawa. Kemampuan para Korawa memang di bawah Pandawa. Mereka gelisah dan iri melihat kemampuan Arjuna yang sangat gemilang.
Basukarna tidak senang melihat “kekalahan” Korawa, maka iapun nekad memasuki gelanggang dan menantang Arjuna. Namun, tantangan itu dicegah oleh Resi Krepa, karena acara ini hanya untuk ksatria. Anak tertua Korawa yang bernama Duryudana lalu menanyakan hakekat makna ksatria kepada sang resi.
Resi Krepa lalu menjawab dengan rinci. Seorang ksatria harus keturunan bangsawan. Ia harus memiliki ilmu, kepandaian, keberanian dan kejujuran. Lalu, ksatria juga harus memiliki balatentara yang berbakti dan setia kepadanya.
Duryudana yang mengetahui potensi Karna yang dapat menutupi kelemahan Korawa dalam uji ketangkasan ini. Kemudian, saat itu juga, Duryudana mengangkat Karna sebagai raja muda atau adipati di wilayah Awangga. `
Karna bagai mimpi di siang bolong. Ia yang tadinya 'hanya' anak kusir kereta, kini menjadi Adipati. Karna lalu bersumpah setia untuk membela Duryudana dan Astina. Padahal, Duryudana adalah pembegal tahta Astina yang memanfaatkan Karna untuk kepentingannya.
Adipati Karna Pegang Teguh Sumpah Setianya
Mungkin, hanya Karna di kubu Kurawa yang dapat mengimbangi kesaktian Arjuna. Karena selain putra Batara Surya, ia juga dikenal juga banyak berguru, sehingga memiliki berbagai ajian/mantra dan senjata.
Karena itu sebelum perang Bharata Yudha pecah, Dewi Kunti berupaya untuk meminta Karna untuk meninggalkan Kurawa dan bergabung dengan saudara saudaranya para Pandawa.
Dengan diplomatis, Karna menolak permintaan ibunya. Alasannya adalah sebagai seorang ksatria, ia harus menunaikan dharma-nya dan melaksanakan sumpahnya untuk selalu setia pada Astina. Dirinya juga akan berhadap hadapan dengan Arjuna jika pecah perang.
“Kalau Ananda tidak membalas budi, orang akan menilai ananda sebagai ksatria palsu yang tidak patut menjadi teladan,” katanya. Kunti memahami keteguhan hati putra sulungnya itu.
Sebelum Kunti, sesungguhnya Prabu Kresna yang menjadi penasehat para Pandawa juga berupaya membujuk Karna. Namun, upayanya juga gagal, karena Adipati Karna memang seorang ksatria sejati yang berpegang teguh pada prinsip dan sumpahnya. Ia juga ksatria yang tahu membalas budi.
Kresna, Manusia Bijak Setengah Dewa
Peranan Adipati Karna dalam Bharata Yudha
Ketika Adipati Karna menjadi panglima perang atau Senopati Korawa, kubu Pandawa sempat gentar. Sebab, mereka tahu kesaktian Adipati dari Awangga ini. Selain itu, Karna juga menguasai mantra Brahmastra, senjata berupa tombak kecil bernama Konta dan Busur Wijayadhanu.
Di hari ke 10 perang Baharata Yudha, Karna berhasil membunuh Raden Gatotkaca yang menjadi senopati Pandawa. Memang, sebelumnya telah diramalkan bahwa Gatotkaca akan tewas di tangan Karna oleh senjata Konta. Satu satunya yang bisa mengimbangi kehebatan Karna hanyalah Arjuna.
Karena itu, dalam episode Karno Tanding ini, Arjuna menjadi senapati dari pihak Pandawa dengan dibantu Sri Kresna sebagai sais kereta. Sedangkan Karna dikusiri oleh Prabu Salya, Raja Mandraka yang juga mertuanya sendiri. Prabu Salya sebenarnya secara batin memihak Pandawa. Namun, karena jebakan Duryudana, maka ia harus mendukung Korawa.
Dalam perang tanding ini, Prabu Salya kerap melakukan tindakan yang merugikan Karna. Contohnya, menghalau kuda kereta perang ketika Karna sedang membidik Arjuna, sehingga panahnya selalu meleset. Memang takdir telah digariskan bahwa Karna harus terbunuh oleh Arjuna dengan panah Pasopatinya.
Kebenaran memang selalu menang dalam melawan keangkaramurkaan. Kawan GNFI, jadi jangan lelah membela kebenaran meski jalannya kadang berliku.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News