Perkembangan industri batik mencapai popularitas pada sekitar akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Batik merupakan produk ekonomi yang cukup diminati oleh kalangan atas, termasuk orang-orang Belanda.
Sekitar tahun 1840-an, mulai muncul batik Belanda yang diproduksi oleh wanita-wanita Indo-Belanda di Jawa. Kemudian disusul oleh pengusaha asal Cina dan Arab yang memproduksi batik pada tahun 1910.
Orang-orang Indo-Belanda yang menjadi pengusaha batik di Pekalongan ini awalnya membeli batik dari para pengrajin batik dengan motif costum sesuai ddengan pesanan. Dari sini, Batik Belanda mulai diperkenalkan dan populer.
Mengenal Sejarah Kota Bandung Sejak Pertama Kali Berdiri Hingga di Masa Hindia Belanda
Karena tingginya permintaan terhadap batik Belanda ini membuat para pengusahanya yang terdiri dari wanita-wanita Indo-Belanda mengubah skema industrinya menjadi lebih tertata dalam satu perusahaan besar.
“Tercatat pada pertengahan abad ke-19 ada beberapa perusahaan batik Belanda yang beroperasi di Pekalongan, Semarang, dan Surabaya,” jelas Moh Firdaus Abdul Rojak dalam Jaringan Perdagangan Batik di Pesisir Jawa Tengah 1840-1920.
Menguasai pasar
Firdaus menjelaskan di Banyumas ada seorang pengusaha bernama Van Oosterom yang memproduksi batik Panastroman. Pengusaha asal Belanda ini melihat peluang permintaan yang tinggi dengan memberikan pengaruh keraton pada motif batik Belanda.
“Sebelum beroperasi di Banyumas, Van Oosterom memproduksi batiknya di Ungaran-Semarang. Motif yang diproduksi Van Oosterom di Semarang lebih banyak menampilkan ornamen dan pola-pola Eropa,” katanya.
Jaringan bisnis batik yang dilakukan oleh pengusaha Belanda ini secara cepat bisa menguasai pasar. Hal ini tidak lepas dari dukungan dari pemerintah Hindia-Belanda dalam sistem produksi dan distribusi.
Sudah Berusia Lebih dari Dua Abad, Inilah Asal-Usul Kota Bandung dari Berbagai Sisi
Seiring perkembangan, muncul nama-nama pengusaha batik Indo-Eropa lain seperti B. Fisfer, Scharff Van Drop, J.Toorop, A Wollwebber, juga van Zuylen bersaudara. Ada juga Catharina yang memulai usaha batiknya di Ungaran pada 1867 lalu pindah ke Banyumas.
Meski sering disebut pembatik, mereka hanya bertugas sebagai desainer motif. Mereka kemudian mempekerjakan beberapa pembatik perempuan, serta tukang warna coklat dan celup. Sementara mereka tinggal mengawasi proses pembuatan batiknya.
Masa redup
Di sisi lain, pengusaha Cina berusaha untuk menyaingi para pengusaha Belanda dalam berbisnis batik. Hal ini dikarenakan pemerintah Hindia Belanda memperlemah bisnis opium yang dikuasai oleh pedagang Cina.
“Pasca pelemahan bisnis opium lah kemudian pengusaha Cina berinisiatif untuk menghidupkan kembali bisnis batik. Peluang bagi pengusaha terbuka sangat lebar dikarenakan masih ada rumah-rumah produksi batik milik pribumi meskipun dalam skala kecil,” paparnya.
Nyaris 1 Abad Melawan, Ini Kisah Keluarga Suropati yang Diburu oleh Kompeni
Masa-masa keemasan Batik Belanda kemudian berakhir seiring dengan kedatangan penjajah baru, Jepang di Indonesia. Tetapi beberapa pengusaha batik Belanda seperti Van Zutlen bersaudara sempat mengeluarkan motif Buketan Gaya Pagi Sore.
Batik ini menampilkan dua motif berbeda dalam satu kain yang dibagi secara seimbang, sehingga memungkinkan terciptanya dua penampilan berbeda meski hanya menggunakan satu kain.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News