Menjadi dewasa adalah momen penting dalam hidup, dan di berbagai daerah di Indonesia, momen ini dirayakan dengan cara yang unik melalui upacara adat. Setiap suku memiliki tradisinya masing-masing untuk menandai peralihan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan.
Penasaran dengan berbagai ritual adat yang penuh filosofi dan tantangan ini? Yuk, simak ulasan berikut!
Fahombo: Suku Nias
Kawan GNFI, coba bayangkan, untuk dianggap dewasa, para lelaki harus melompati batu setinggi dua meter tanpa bantuan apa pun! Itulah “fahombo” atau tradisi lompat batu dari Nias, Sumatra Utara. Dalam sejarahnya, fahombo dulu diadakan sebagai bagian dari persiapan perang. Namun, kini ritual ini lebih sering dilakukan sebagai atraksi budaya.
Pemuda Nias harus membuktikan keberanian dan kekuatan mereka dengan melompati tumpukan batu yang cukup tinggi. Ini bukan sekadar tantangan fisik, tetapi juga sebagai pertanda kesiapan seorang pria untuk bisa menikah, serta menunjukkan kemampuan dalam melindungi sukunya jika terjadi konflik.
Kerik Gigi: Suku Mentawai
Duh, mendengar kata “kerikgigi” saja sudah membuat kita bergidik! Namun, bagi perempuan suku Mentawai di Sumatra Barat, ritual ini menjadi simbol penting menuju kedewasaan. Mereka percaya bahwa mengikir gigi hingga runcing membuat wanita terlihat lebih cantik, serta menarik di mata pria.
Meskipun prosesnya menyakitkan karena dilakukan tanpa pembiusan atau sterilisasi, ritual kerik gigi tetap dilestarikan lantaran diyakini sebagai kunci untuk mencapai kebahagiaan hidup dan ketenangan jiwa.
Posuo: Suku Buton
“Posuo” adalah upacara adat dari suku Buton, Sulawesi Tenggara, dilakukan bagi gadis remaja yang tengah beranjak dewasa. Selama delapan hari, perempuan Buton akan diisolasi di sebuah ruangan khusus yang disebut “suo”. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan diri secara mental dan spiritual agar menjadi wanita yang siap melangkah ke jenjang pernikahan.
Berdasarkan ulasan dari Halo Sultra, ada suatu ritual unik bagi bangsawan Buton yang bergelar “waode”, berupa makan bersama diiringi dengan tabuh gendang. Ini cukup mendebarkan, sebab gendang tersebut—konon—bukan hanya sekadar iringan musik, tetapi juga dianggap sebagai ujian kesucian. Jika gendang itu pecah saat ditabuh, dipercaya bahwa salah satu gadis yang mengikuti posuo sudah pernah berhubungan badan dengan lawan jenis.
Baca juga: Asal Usul Suku Buton, Dari Membangun Perkampungan Hingga Kesultanan
Pataheri: Suku Naulu
Tradisi “pataheri” menandai transisi menuju kedewasaan bagi laki-laki suku Naulu di Maluku. Keunikan dari pataheri, yaitu setiap pria Naulu harus mengenakan celana pendek, serta kain berang sebagai ikat kepala. Dikutip dari Indonesia Kaya, warna merah pada ikat kepala yang disebut kain berang ini menandakan kedewasaan dan keberanian yang diharapkan ada pada setiap lelaki Naulu.
Ritual pataheri ini dulunya melibatkan prosesi “mengayau” (memenggal) kepala manusia sebagai simbol keperkasaan lelaki suku Naulu yang beranjak dewasa. Namun, seiring berkembangnya zaman dan berlakunya hukum negara, praktik tersebut digantikan dengan menangkap dan memenggal kepala ayam atau kuskus.
Pinamou: Suku Naulu
Sama-sama membahas tentang tradisi suku Naulu seperti pada poin sebelumnya, nah, kali ini kita akan mengulas ritual adat pendewasaan yang khusus bagi perempuannya.
Dilansir dari Kantor Bahasa Maluku, saat pertama kali mengalami menstruasi, perempuan yang melakukan tradisi “pinamou” diasingkan ke rumah khusus bernama “posune”, yang terbuat dari kayu dan bambu. Selama di posune, mereka belajar untuk hidup mandiri dengan perlengkapan dan bekal yang telah disiapkan oleh keluarga.
Setelah menstruasi selesai, dimulailah prosesi adat dengan dipandu oleh tetua perempuan yang disebut dengan “mama biang”. Pinamou mencakup berbagai ritual, seperti: mengikir gigi, meluluri badan dengan kunyit dan kelapa, makan bersama, hingga mandi di mata air. Setiap tahapan sarat nilai budaya, dengan harapan bahwa perempuan suku Naulu tumbuh sebagai sosok dewasa yang dikelilingi dengan segala hal baik.
Baca juga: Ragam Ritual Pemakaman Adat sebagai Budaya Unik nan Sakral di Indonesia
Di balik setiap upacara adat ini, ada makna mendalam tentang arti kedewasaan yang bukan hanya persoalan umur. Setiap tradisi tersebut mengajarkan kita nilai keberanian, pengendalian diri, tanggung jawab, dan spiritualitas.
Nah, Kawan GNFI, yuk, kita sama-sama berkontribusi untuk terus melestarikan kekayaan budaya Indonesia! Salah satu caranya bisa dengan membagikan artikel ini, ya!
Sumber referensi:
- HaloSultra - https://www.halosultra.com/ragam/wisata/17716/melihat-upacara-adat-posuo-untuk-gadis-suku-buton-yang-beranjak-dewasa/
- IndonesiaKaya - https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/kain-berang-filosofi-kehidupan-dalam-ikat-kepala-merah-suku-huaulu/
- Jurnal Aplikasi Kebijakan Publik dan Bisnis (Eksistensi Budaya Pataheri Suku Naulu di tengah Arus Modernisasi pada Negeri Nuanea) - https://stia-saidperintah.e-journal.id/ppj/article/view/86
- Kemdikbud.go.id - https://kantorbahasamaluku.kemdikbud.go.id/2024/06/pinamou-tradisi-yang-turut-menjaga-keberlangsungan-bahasa-daerah/
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News