Kawan GNFI pastinya tidak asing dengan eksistensi dari Suku Dayak. Suku yang terletak di wilayah Pulau Kalimantan ini terkenal dengan semangat persatuan yang dijunjung oleh setiap masyarakat suku, serta senjata khas berupa mandau ini tentunya merupakan suku yang cukup populer di Indonesia.
Suku yang mendiami wilayah pedalaman dari Pulau Kalimantan ini memiliki populasi kurang lebih sekitar 7 juta jiwa, dan tersebar di seluruh wilayah Kalimantan hingga saat ini. Faktanya, Suku Dayak yang mendiami Pulau Kalimantan ini tidak hanya terdiri dari 1 rumpun jenis suku saja, Kawan GNFI.
Suku dayak sendiri tenyata memiliki 6 rumpun yang masing-masing memiliki karakteristik dan keunikan yang dibawa oleh rumpun utama tersebut. Menariknya, dari 6 rumpun utama tadi, ada sekitar kurang lebih 405 sub-etnis yang berada di bawah rumpun utama tersebut.
Namun, pada artikel ini tidak membahas semua rumpun utama beserta 405 sub-etnis yang telah disinggung di paragraf sebelumnya, karena kali ini hanya membahas 1 rumpun saja, suatu rumpun yang memang terkenal karena keperkasaan anggota masyarakatnya, dan juga reputasinya sebagai salah satu rumpun Suku Dayak yang cukup menakutkan dalam peperangan. Rumpun tersebut adalah rumpun Dayak Iban.
Baca Juga: Hebat! Apai Janggut Tokoh Adat Dayak Iban Terima Penghargaan Kemanusiaan di Portugal
Karakteristik Utama Suku Dayak Iban
Suku Dayak Iban merupakan salah satu dari 6 rumpun utama Suku Dayak yang mendiami Pulau Kalimantan, terutama di wilayah Kalimantan Barat, Sarawak, bahkan Brunei Darussalam. Penamaan Iban pada nama suku ini memiliki arti "manusia", sehingga dapat disimpulkan arti dari Suku Dayak Iban ini sendiri adalah bangsa manusia yang mendiami Wilayah Kalimantan.
Ciri khas lainnya yang dapat dijumpai pada Suku Dayak Iban bisa dilihat dari bangunan rumah yang ada di area suku tersebut. Masyarakat Dayak Iban biasa bermukim di bangunan rumah yang memiliki bentuk memanjang yang biasa disebut sebagai rumah panjai. Rumah panjai memiliki panjang sekitar 100 meter, atau bahkan lebih.
Biasanya rumah panjai dapat ditinggali lebih dari 1 keluarga disana, dan setiap rumah dirancang saling menempel. Maka tak heran bahwa rumah yang ditinggali oleh masyarakat Suku Dayak Iban dapat dikatakan sebagai satu perkampungan dikarenakan banyaknya keluarga yang tinggal dalam 1 rumah tersebut.
Sistem kepala suku pada Suku Dayak Iban juga masih dilaksanakan sebagai sistem kepemimpinan yang ada di status masyarakat Dayak Iban. Setiap 1 rumah panjaiyang ada dapat dipimpin oleh seorang tuai rumah atau pemimpin dari rumah tersebut. Setiap pengelolaan peraturan atau jalannya hukum adat disana akan dikelola langsung oleh tuai rumah yang dibantu oleh dewan tetua.
Untuk manajemen konflik sendiri, Suku Dayak Iban rupanya merupakan kelompok masyarakat yang sangat menjunjung tinggi perdamaian dan meminimalisir konflik. Jika terdapat suatu konflik, maka akan langsung diselesaikan secara diskusi atau berandau.
Pengayauan Sebagai Ciri Khas Suku Dayak Iban
Aspek lain yang dapat dijumpai oleh Suku Dayak Iban, sekaligus pembuktian kekuatan dari suku ini adalah penerapan pengayauan sebagai ritual yang membuat Suku Dayak Iban menjadi suku yang ditakuti.
Secara istilah, pengayauan berarti perburuan kepala. Praktik pengayauan biasanya melibatkan pemenggalan kepala dari musuh sebagai tanda kekuatan dari Suku Dayak itu sendiri. Pengayauan sejatinya telah menjadi bentuk perilaku sosial yang mendefinisikan Suku Dayak Ibau sebagai suku yang ditakuti di Pulau Kalimantan.
Adapun pesan filosofis mengapa kepala yang dijadikan objek perburuan oleh Suku Dayak Ibau sendiri berkenaan dengan jati diri sosial suatu raga manusia. Jika kepala dari raga musuh lepas dan diklaim oleh pihak oposisi, maka sirna sudah jati diri yang dimiliki.
Selain itu juga, sejarah singkat dari ritual pengayauan ini juga berkenaan dengan kisah kepala suku yang bernama Serapoh. Kepala suku ini mengorbankan kepala anak laki laki Kantu untuk ditukarkan dengan terbukanya guci duka yang diminta oleh roh yang ada di wilayah tersebut.
Atribut Adat Suku Dayak Iban
Suku Dayak, terutama rumpun Suku Dayak Iban secara khusus ternyata juga memiliki atribut khas yang dikenakan sebagai identitas dari suku tersebut. Baik laki-laki dan perempuan dari suku tersebut memiliki atribut khas yang mereka kenakan.
Seperti contohnya, untuk atribut wanita, mereka mengenakan hiasan kepala yang terbuat dari logam serta kain tenun yang dihiasi bulu burung enggang serta ruai di kepala.
Selain itu juga, Suku Dayak Iban akrab dengan kain tenun yang sempat disinggung di kalimat sebelumnya yang bernama kain kebat. Kain Kebat memiliki motif khas yang menggambarkan hubungan antara insan manusia, dan objek alam semesta seperti hewan, tumbuhan, bahkan geometri ataupun lambang spiritual lainnya.
Kain kebat tentunya merupakan ciri khas masyarakat Dayak Iban yang menggambarkan kehormatan, keberuntungan, dan kesejahteraan untuk siapapun yang mengenakannya. Oleh karena itu, kain kebat selalu dipakai di setiap acara sakral oleh masyarakat Dayak Iban.
Begitulah kisah singkat dari Suku Dayak Iban yang terkenal ditakuti serta memiliki semangat yang perkasa, namun dibalik itu semua, Suku Dayak Iban memiliki banyak sekali unsur budaya yang membuatnya terpandang serta kaya makna didalamnya.
Baca Juga: Gawai, Ritual Adat Suku Dayak Iban Sebagai Wujud Rasa Syukur Atas Panen Melimpah
Referensi :
https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/keindahan-aneka-kain-tenun-tradisional-suku-dayak-iban/
https://travel.okezone.com/read/2023/09/27/406/2890615/simak-perbedaan-suku-dayak-iban-dan-dayak-kenyah?page=all
https://gnmawar.wordpress.com/adat-iban/origin-of-adat-iban-part-3/
Maunati, Yekti (2004). Identitas Dayak, Komodifikasi dan Politik Kebudayaan. Yogyakarta: Lkis.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News