Hari sudah memasuki siang hari bolong. Cuaca panas tengah hari di mana sengatan sinar matahari sedang terik-teriknya. Namun hari itu, Kamis 22 Agustus 2024, hal ini tidak sedikit pun menyurutkan niat dan menghalangi ribuan orang yang tumpah ruah di depan gerbang Gedung DPR Senayan, Jakarta.
Sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa yang notabene datang dari universitas terkemuka di bilangan Jakarta, Depok, Bandung, Yogyakarta dan Malang. Suka tidak suka, mahasiswa kita bisa dibilang berpredikat agent of change demi pembangunan dan kemajuan bangsa.
Ya, hal ini bukan suatu fenomena an sich (vokabuler atau kosakata bahasa Jerman yang artinya adalah diri sendiri.red) yang hanya terjadi di Jakarta. Namun digelar setidaknya lebih dari 10 kota besar di seantero Nusantara. Seperti Jakarta, Surabaya, Malang, Semarang, Makassar, Yogyakarta, Bandung, Lampung, Medan, Banyumas, Bojonegoro, hingga Surakarta. Dan aksi ini tidak terjadi begitu saja tanpa sebab. Seperti ada peribahasa, "tidak ada asap jika tidak ada api".
Sempat Tuai Kontroversi, DPR, KPU, Pemerintah Kini Sepakat Pakai Putusan MK untuk Pilkada 2024
Satu hari sebelumnya, yaitu hari Rabu, 21 Agustus 2024, DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) menggelar rapat, khususnya dilakukan pada rapat panja oleh Baleg (Badan Legislasi) DPR.
Rapat yang digelar sepanjang 7 jam, mulai siang hingga petang hari. Lantas, apa hubungannya rapat kilat Baleg DPR dengan turunnya ke jalan puluhan ribu masyarakat se-Indonesia? Tentu ada, Kawan.
Putusan No.60 dan 70 MK
Kita paham bahwa pada Hari Selasa, 20 Agustus 2024, Mahkamah Konstitusi sudah menerbitkan putusan yang cukup revolusioner dan menjadi pelipur lara dalam penegakan demokrasi di Republik Indonesia. Yakni Putusan no.60/PUU-XXII/2024, lalu Putusan No.70/PUU-XXII/2024.
Pada intinya, MK sudah menetapkan dua poin penting terkait UU Pilkada. Melalui putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK mengubah ambang batas pencalonan calon kepala dan wakil kepala daerah berdasarkan perolehan suara sah dalam pemilu pada provinsi/kabupaten/kota.
Kemudian dalam putusan No.70/PUU-XXII/2024, pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 merupakan persyaratan yang harus dipenuhi pada proses pencalonan dan bermuara pada penetapan calon
Tentu hal ini akan merubah konstelasi figur dan partai politik nasional yang akan berkancah pada laga pilkada serentak 27 November 2024 kelak.
Audiensi Galang Dukungan Pemerintah untuk Duta Bahasa Banten
Pada tataran hilir, putusan No.60 dan 70 MK juga menetapkan "perubahan" yang cukup mendasar dan tentu akan berimplikasi pada figur tertentu, yakni perubahan batasan usia yang secara otomatis akan menutup rapat peluang putra bungsu Presiden Jokowi sekaligus Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep, untuk berlaga dalam Pilkada Gubernur 2024.
Namun, DPR seolah mencoba mengadopsi putusan MA setelah putusan MK no.60 dan no.70 diterbitkan kepada publik. Dimana DPR berencana menggelar paripurna untuk melakukan revisi UU Pilkada.
Entah, tak ada angin, tak ada hujan apalagi badai, DPR mencoba mengacu pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU 9/2020 dan dimaknai berbeda oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusan MA No.23 P/HUM/2024 sehingga syarat batas usia calon kepala daerah itu “terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.”
Nah, "akrobat" DPR inilah yang sedikit banyak menghangatkan situasi demonstrasi di sekitar gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta. Kamis, 22 Agustus 2024 siang hingga malam hari, ribuan pengunjuk rasa menerobos kompleks dan polisi berusaha membubarkan massa dengan armada perlengkapannya ditunjang meriam air. Di sejumlah daerah, seperti di Makassar, Semarang dan Bandung, demonstrasi berujung ricuh.
Ekspresi Para ASN dan Garuda Biru
Tidak sedikit para aparatur sipil negara yang unjuk suara terhadap permasalahan ini. Mungkin mereka "tidak bisa" turun ke jalan sebebas para mahasiswa untuk melakukan demonstrasi. Tidak heran, karena para birokrat harus tetap melayani publik entah di kantor pelayanan, di lapangan atau di tempat mereka masing-masing.
Namun tidak sedikit para birokrat dalam beberapa forum siber atau daring yang mengakomodir apa suara dan unek-unek para ASN. Betul, ASN harus berpegang pada netralitas. Asas netralitas juga tidak mengharuskan ASN untuk diam seribu bahasa, bukan? Terutama jika ada isu strategis yang tentu berkaitan dengan kepentingan dan pemenuhan hak puluhan juta hak rakyat warga Indonesia, karena sejatinya ASN atau PNS adalah pelayan rakyat.
Tahan Ijazah di Indonesia, Sejauh Mana Pemerintah Bisa Intervensi?
Tentu kita tahu, bahwa ASN wajib berpedoman pada UU ASN No.5 Tahun 2014 yang diperbaharui dengan UU ASN No.20 Tahun 2023. Disitu dituangkan ada 3 peranan dan fungsi ASN bagi bangsa dan negara, yaitu Pelayan Publik, Perekat dan Pemersatu Bangsa serta Pelaksana Kebijakan Publik. 3 Hal yang sudah sangat jelas dan tidak usah diperdebatkan lebih lanjut.
Satu hal mendasar lain yang patut kita ketahui. Poin utama Sumpah ASN dalam panca prasetya korpri adalah PNS disumpah kepada Tuhan Yang Masa Esa, NKRI, bangsa dan negara serta masyarakat.
Di situ tidak disebut jika PNS harus bersumpah atau mengabdi pada presiden atau rezim penguasa tertentu. Hal prinsip seperti ini yang harus dipahami sebagaimana mestinya agar tidak dilupakan.
Sontak, tajuk peringatan darurat garuda biru bermunculan dan dapat dengan mudah kita lihat, mulai pada tayangan televisi, YouTube, Facebook, Instagram hingga cerita akun WhatsApp yang dibagikan secara publik. Hingga tagar #kawalputusanMK pun membahana.
Kawan GNFI, lambang Garuda Pancasila dengan latar belakang biru dengan tulisan putih ‘PERINGATAN DARURAT’ atau ‘RI-00’ ramai beredar di media sosial usai pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Pilkada di parlemen. Gerakan ini mampu mengkonsolidasi publik untuk melancarkan protes menolak revisi UU Pilkada.
Sejauh ini Pimpinan DPR RI sendiri telah memutuskan untuk membatalkan rencana revisi UU Pilkada. Hal ini senada seperti yang disampaikan pimpinan DPR RI maupun Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia serta pihak pemerintah.
Intinya, untuk pelaksanaan Pilkada Serentak 2024, pemerintah DPR dan seluruh komponen bangsa wajib berpedoman pada Putusan MK no.60 dan 70 yang diterbitkan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Putusan MK bersifat final dan mengikat (final and binding). Kekuatan hukum Putusan MK juga menganut asas erga omnes, yaitu putusan ini berlaku kepada semua tanpa terkecuali. Mari kita rayakan dan sambut cakrawala baru demokrasi.
Sumber referensi :
- Situs web resmi Mahkamah Konstitusi RI https://www.mkri.id/index.php?page=web.Putusan2dev&id=1&kat=1&menu=5
- Youtube New York Post "Thousand of Indonesians attempts to storm parliament to protest changes to election law" https://www.youtube.com/watch?v=Ke6jfgC7PaI
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News