tahan ijazah di indonesia sejauh mana pemerintah bisa intervensi - News | Good News From Indonesia 2024

Tahan Ijazah di Indonesia, Sejauh Mana Pemerintah Bisa Intervensi?

Tahan Ijazah di Indonesia, Sejauh Mana Pemerintah Bisa Intervensi?
images info

“Tradisi” tahan ijazah telah menjadi isu yang cukup lama menghantui dunia pendidikan dan ketenagakerjaan di Indonesia. Praktik ini biasanya dilakukan sebagai bentuk jaminan bagi perusahaan terhadap karyawan atau siswa yang belum menyelesaikan kewajiban tertentu, seperti pembayaran atau ikatan kerja.

Namun, meskipun umum terjadi, praktik ini menimbulkan berbagai kontroversi terkait legalitas, etika, dan dampaknya terhadap hak asasi manusia. Pertanyaannya adalah masih bolehkah praktik tahan ijazah diterapkan di Indonesia? Lalu, sejauh mana pemerintah dapat melakukan intervensi untuk melindungi hak-hak individu dalam konteks tersebut?

Dikutip dari laman Hukum Online, pada dasarnya, penahanan ijazah adalah bentuk pengambilan hak seseorang atas dokumen penting yang seharusnya dimiliki secara pribadi. Ijazah adalah dokumen yang diberikan kepada lulusan pendidikan akademik dan pendidikan vokasi sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian program studi terakreditasi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Permendikbudristek 6/2022.

Jika melihat dari perspektif hukum, penahanan ijazah ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia, khususnya dalam hal kebebasan bekerja dan hak atas pendidikan.

Pertama di Indonesia, ITB Luncurkan Ijazah Digital di Tengah Pandemi Corona

Meski demikian, praktik ini masih banyak dilakukan oleh perusahaan dan institusi pendidikan. Perusahaan sering kali menahan ijazah sebagai jaminan agar karyawan memenuhi masa kerja yang telah disepakati, terutama bagi mereka yang baru saja menyelesaikan pendidikan dan belum memiliki pengalaman kerja.

Di sisi lain, terdapat lembaga pendidikan yang menahan ijazah sebagai upaya menekan siswa yang belum melunasi biaya pendidikan. Dalam kedua kasus tersebut, alasan di balik penahanan ijazah sering kali terkait dengan keamanan finansial dari pihak yang menahan.

Menahan ijazah sering kali dianggap sebagai bentuk pengekangan yang tidak adil, yang dapat menghambat karyawan dalam mencari pekerjaan baru atau melanjutkan pendidikan.

Karyawan yang ijazahnya ditahan ada kalanya merasa terjebak dan tidak memiliki pilihan selain tetap bekerja di perusahaan tersebut, meskipun kondisi kerja tidak sesuai dengan harapan mereka. Ini dapat menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat dan berpotensi menurunkan produktivitas.

Intip Deretan Fasilitas yang Disediakan Pemerintah untuk Upacara HUT ke-79 RI di IKN

Namun, apakah hal ini sah menurut hukum? Hukum ketenagakerjaan di Indonesia tidak mengatur larangan penahanan ijazah sebagai syarat kerja, sehingga perusahaan dan karyawan dapat menyepakati penahanan ijazah selama memenuhi syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata jo. Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.

Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki aturan spesifik yang secara jelas mengatur tentang penahanan ijazah. Namun, beberapa peraturan dan prinsip hukum dapat dijadikan acuan untuk menilai legalitas praktik ini.

Berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata jika hal tersebut sudah disetujui oleh kedua belah pihak, maka kebijakan tahan ijazah menjadi sah secara hukum. Sedangkan, menurut Pasal 374 KUHP, jika terjadi pelanggaran hukum, maka perusahaan dapat dituntut kepada pihak yang berwenang dan akan terkena sanksi pidana hukuman penjara selama 5 tahun.

Penahanan ijazah karyawan oleh sebuah perusahaan akan menjadi masalah hukum jika ketika karyawan tersebut resign atau masa kerja telah selesai dan telah membayar denda, tetapi perusahaan tidak mengembalikan ijazah sang karyawan.

Sejauh Mana Pemerintah Bisa Intervensi?

Intervensi pemerintah dalam masalah ini tentunya sangat diperlukan untuk melindungi hak-hak warga negara. Meskipun saat ini belum ada regulasi yang secara spesifik mengatur penahanan ijazah, pemerintah memiliki wewenang untuk mengeluarkan kebijakan yang melarang praktik ini.

Salah satu langkah yang bisa diambil adalah memperkuat regulasi yang ada dengan memberikan sanksi tegas bagi perusahaan atau lembaga pendidikan yang masih menahan ijazah.

Pemerintah juga bisa berperan aktif dengan meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan dan institusi pendidikan. Salah satu caranya adalah dengan memberikan sosialisasi mengenai hak-hak pekerja dan/atau siswa kepada masyarakat, serta membuka jalur pengaduan yang mudah diakses oleh mereka yang merasa dirugikan.

Mahasiswa KKN UGM Kritisi Isu Sampah, Serahkan Policy Brief ke Pemerintah Lombok Timur

Dengan demikian, korban penahanan ijazah bisa mendapatkan perlindungan dan keadilan yang layak. Misalnya, Dinas Pendidikan Jawa Barat membuat Aplikasi Sistem Informasi Lapor Penahanan Ijazah (SILAPIZ). Aplikasi ini menjadi wadah laporan bagi siswa yang ijazahnya ditahan pihak sekolah. 

Pemprov DKI Jakarta, melalui Dinas Pendidikan DKI Jakarta, telah mengeluarkan Surat Edaran Kadisdik e-0017 Tahun 2024 tentang Mekanisme Kelulusan Peserta Didik. Dalam surat edaran tersebut, dinyatakan bahwa satuan pendidikan tidak boleh menahan atau tidak memberikan ijazah dan surat keterangan lulus kepada siswa yang telah ditetapkan lulus.

Selain itu, Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah menyiapkan dana untuk bantuan penebusan ijazah bagi siswa yang tidak mampu. Pada tahun 2023, pemerintah DKI akan bekerja sama dengan BAZNAS, BAZIS, dan Yayasan Beasiswa Jakarta untuk menyediakan bantuan ini.

Dalam hal ini, Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah mengalokasikan dana untuk program Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk 5.340 siswa di SMA swasta dan 7.036 siswa di SMK swasta.

Dalam menghadapi “tradisi” penahanan ijazah di Indonesia, jelas bahwa praktik ini menimbulkan banyak permasalahan hukum dan etika. Meskipun alasan di balik penahanan ijazah sering kali berkaitan dengan keamanan finansial, hal ini tidak dapat dijadikan pembenaran untuk menghalangi hak-hak individu dalam mendapatkan akses pendidikan dan pekerjaan. Pemerintah memiliki peran penting dalam melindungi hak-hak tersebut melalui regulasi yang jelas, pengawasan yang ketat, dan pemberian sanksi yang tegas.

Masa depan tanpa praktik penahanan ijazah di Indonesia hanya bisa terwujud jika ada kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak terkait dalam menciptakan sistem yang lebih adil dan manusiawi.

Dengan demikian, hak-hak individu dapat terlindungi, dan Indonesia dapat bergerak maju sebagai negara yang menjunjung tinggi keadilan dan hak asasi manusia.

 

 

Sumber referensi:

  • https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt624fdb083831e/peraturan-menteri-pendidikan--kebudayaan--riset--dan-teknologi-nomor-6-tahun-2022?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=Permendikbudristek_6_2022
  • https://halohubungankerja.kemnaker.go.id/penahanan_ijazah.php
  • https://metro.tempo.co/read/1772205/pemprov-dki-punya-anggaran-bantuan-tebus-ijazah-dprd-minta-evaluasi-pendataan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

BL
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.