Membahas tentang karya sastra di Indonesia, kita akan menemukan banyak sekali jenis yang kaya dan beragam, terutama dalam kategori sastra lama. Karya sastra adalah salah satu bentuk seni yang menjadi bagian dari kebudayaan kita. Oleh karena itu, posisinya setara dengan bentuk-bentuk kebudayaan lainnya.
Ketika berbicara tentang sastra di Nusantara, tidak bisa lepas dari sejarah dan perkembangannya, termasuk sastra melayu lama. Ada perbedaan yang jelas antara karya sastra lama dan gerakan sastra baru, terutama dalam hal puisi.
Di Sunda, misalnya, kita memiliki pantun yang disebut sisindiran. Meskipun sisindiran mirip dengan pantun melayu, keduanya tetap memiliki ciri khas tersendiri.
Sisindiran sering dianggap sebagai pantun Sunda, dan ada tiga jenis utama dari sisindiran ini, yaitu paparikan, rarakitan, dan wawangsalan.
Menariknya, hampir setiap suku di Indonesia memiliki versi pantun mereka sendiri. Menurut Sunarti (1994:2), di Jawa, pantun disebut parikan, di Sunda disebut sisindiran atau susualan, di Mandailing disebut ende-ende, di Aceh disebut rejong atau boligoni, sedangkan di Melayu, Minang, dan Banjar tetap disebut pantun.
Di antara berbagai jenis puisi rakyat, pantun adalah bentuk puisi yang lahir dari kecerdasan lokal dan benar-benar asli dari kebudayaan Indonesia.
Ciri-ciri Sisindiran Sunda
Sisindiran memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dari bentuk puisi rakyat lainnya.
Pertama, sisindiran selalu terdiri dari dua bagian, yaitu sampiran dan isi.
Sampiran adalah bagian pembuka yang biasanya berupa kalimat kiasan atau ungkapan yang tidak terkait langsung dengan isi, tetapi berfungsi untuk memperindah dan menarik perhatian pembaca atau pendengar. Sementara itu, isi adalah inti dari pesan yang ingin disampaikan, yang sering kali berupa nasihat, sindiran, atau humor.
Kedua, ciri lain dari sisindiran adalah penggunaan bahasa Sunda yang kaya akan metafora dan simbolisme.
Bahasa yang digunakan dalam sisindiran seringkali mengandung makna ganda dan memerlukan pemahaman yang lebih dalam untuk menangkap maksud sebenarnya.
Ketiga, sisindiran juga memiliki pola rima yang teratur, biasanya dalam bentuk a-b-a-b, yang membuatnya enak didengar dan diingat.
Bentuk Sisindiran Sunda
Sisindiran Sunda terbagi menjadi tiga bentuk utama, yaitu rarakitan, paparikan, dan wawangsalan. Masing-masing bentuk ini memiliki karakteristik dan gaya tersendiri yang membuat sisindiran semakin kaya dan beragam.
Rarakitan
Rarakitan, salah satu bentuk sisindiran yang sering digunakan untuk menyampaikan sindiran halus atau nasihat dengan cara yang lembut dan tidak langsung. Dalam rarakitan, sampiran dan isi biasanya saling terkait, tetapi dengan cara yang tidak terlalu eksplisit. Misalnya:
"Indung-indung dipaehan, di urang teu diperiksa,
Mung salah sakedik, kaula ukur kaditu."
Artinya: "Ibu dibunuh, oleh kita tak diperiksa,
Hanya sedikit salah, aku hanya ke sana."
Contoh di atas adalah bentuk rarakitan yang menyindir orang yang cepat menilai orang lain tanpa melihat kesalahan diri sendiri.
Paparikan
Paparikan, bentuk sisindiran yang lebih sederhana dan sering kali digunakan dalam percakapan sehari-hari atau dalam permainan tradisional. Paparikan biasanya terdiri dari dua baris, dengan rima di akhir setiap baris. Contohnya:
"Peuyeum sampeu dijual deui,
Kadieu ujang kade ulah hilap."
Artinya: "Tape singkong dijual lagi,
Ke sini anak muda, jangan lupa."
Paparikan ini sederhana dan mudah diingat, sering kali digunakan untuk mengingatkan atau memberi nasihat secara santai.
Wawangsalan
Wawangsalan, bentuk sisindiran yang lebih kompleks dan membutuhkan pemahaman mendalam tentang bahasa dan budaya Sunda. Dalam wawangsalan, sampiran seringkali berupa teka-teki atau permainan kata yang mengajak pendengar untuk berpikir sebelum menemukan maksud dari isi. Contohnya:
"Kebon awi di Ciamis,
Naha kitu cenah dianggo."
Artinya: "Kebun bambu di Ciamis,
Mengapa katanya dipakai."
Dalam wawangsalan ini, ada permainan kata yang menggoda pendengar untuk memikirkan makna yang tersembunyi.
Contoh Sisindiran Sunda
Sisindiran tumbuh dan berkembang pada masyarakat Sunda yang sudah ada sejak dulu. Sisindiran ada sebelum tahun 1600 M. Berikut contoh-contoh Sisindiran Sunda yang bisa kamu pelajari:
Sisindiran Sunda Lucu / Banyol
Sisindiran tidak selalu serius. Ada banyak sisindiran yang digunakan untuk menghibur dengan humor yang cerdas dan menggelitik. Biasanya, sisindiran lucu ini dipakai dalam percakapan sehari-hari atau saat berkumpul dengan teman-teman untuk mencairkan suasana.
Contoh:
"Hayam jago kakurung, Sasieun dumeukkeun tali. Sanajan nyerengek murung, Teu kudu waka katingali."
Artinya: "Ayam jago terkurung, Takut melihat tali. Meskipun menangis murung, Tak perlu buru-buru terlihat."
Sisindiran ini memiliki nada bercanda, menggambarkan situasi di mana seseorang yang merasa terpojok tetap mencoba menahan diri agar tidak terlalu terlihat lemah atau putus asa.
Sisindiran Sunda Nasehat
Salah satu fungsi utama sisindiran adalah menyampaikan nasehat. Dengan bahasa yang halus namun penuh makna, sisindiran mampu memberikan pesan moral tanpa terkesan menggurui. Hal ini membuat sisindiran menjadi media yang efektif untuk menyampaikan nasihat dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh:
"Ka cai jadi saleuwi, Ka darat jadi salogak. Ulah nyieun kalakuan, Nu matak ka diri cilaka."
Artinya: "Di air kita bersatu, Di darat kita bersahabat. Jangan buat perbuatan, Yang membawa celaka pada diri sendiri."
Pesan yang terkandung dalam sisindiran ini adalah pentingnya menjaga persatuan dan menghindari perbuatan yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Sisindiran Sunda Pepeling
Pepeling berarti peringatan atau pengingat, dan dalam sisindiran, ini sering digunakan untuk mengingatkan orang akan sesuatu yang penting, baik itu norma sosial, adat istiadat, atau sekadar nasihat agar lebih berhati-hati.
Contoh:
"Lamun rék milih tatangkalan, Ulah neangan nu deukeut jalan. Lamun rék milih babaturan, Ulah neangan nu boga jalan."
Artinya: "Kalau mau memilih pohon, Jangan cari yang dekat jalan. Kalau mau memilih teman, Jangan cari yang punya jalan."
Sisindiran ini mengingatkan kita untuk tidak mudah terpengaruh oleh sesuatu yang terlihat menarik di permukaan, tetapi perlu berpikir lebih dalam sebelum mengambil keputusan.
Sisindiran Sunda Cinta
Tak lengkap rasanya membahas sisindiran tanpa menyentuh tema cinta. Sisindiran cinta sering kali penuh dengan perasaan mendalam namun diungkapkan dengan cara yang indah dan kadang-kadang tersirat. Dalam budaya Sunda, menyatakan cinta dengan sisindiran bisa dianggap lebih sopan dan romantis.
Contoh:
"Beunang nyiru ka cai haneut, Hampura galur jagat lega. Mungguh adi taya nu nyarebut, Ngan kakang nu nyaah sakabeh dada."
Artinya: "Mengambil air hangat dengan nyiru, Maafkan seluruh kesalahan dunia. Sungguh adik tiada yang merebut, Hanya kakak yang penuh kasih sayang."
Sisindiran ini adalah ungkapan cinta yang penuh makna, di mana seorang kakak menyatakan perasaannya yang mendalam dan tak tergantikan kepada seseorang yang dikasihinya.
Bagi kita generasi muda, mempelajari sisindiran tidak hanya membantu melestarikan warisan budaya tetapi juga memperkaya cara berkomunikasi dengan bahasa yang indah dan bermakna. Mari kita lestarikan supaya kekayaan budaya Indonesia tidak hilang.
sumber:
https://repository.uinbanten.ac.id/5685/1/pantun%20sisindiran.pdf
https://bandung.kompas.com/read/2024/05/27/180036378/sisindiran-sunda-ciri-ciri-fungsi-dan-contoh?page=all
https://www.bola.com/ragam/read/5555130/16-contoh-sisindiran-sunda-yang-bisa-dipelajari
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News