Rokan Hulu dikenal sebagai negeri orang-orang saleh, tempat belajar ilmu agama, tempat berdiam diri, atau bersuluk. Banyak bangunan kokoh surau dan madrasah yang telah berdiri disini menjadi bukti nyata adanya tuah bagi negeri Rokan Hulu.
Kehidmatan orang-orang saleh atau para salikin dinilai sebagai aset berharga bagi wilayah ini. Hubungan antara para salikin yang diwujudkan dengan bertarekat dan bersuluk diyakini sebagai simbol tali dengan ikatan kuat untuk mengalirkan nafas-nafas keagamaan dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Rokan Hulu.
Rokan Hulu, Negeri Seribu Suluk

Sejarah perjuangan bangsa juga memiliki tempat di Negeri Seribu Suluk ini. Rokan Hulu punya sejarah di mana ada tokoh pahlawan nasional, seorang ulama, bernama Tuanku Tambusai. Beliau berbangsa Minang, tetapi lahir di Tepi Sungai Sosah, anak sungai Rokan.
Beliau merupakan Tokoh Paderi gigih berani melawan kezaliman kaum adat dan kolonialisme hingga menjadi syahid dalam pertempuran. Tuanku tambusai dinilai sebagai representasi masyarakat Rokan Hulu yang terkenal berpegang teguh kepada agama dan adat.
Selain kepahlawanan Tuanku Tambusai, Rokan Hulu telah melahirkan sosok ulama tasawuf atau yang lebih dikenal dengan ulama sufi yaitu Syekh Abdul Wahab Rokan. Sebagai ulama sufi, beliau lebih dikenal dengan seorang Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah di Riau.
Puncak Kejayaan Kerajaan-Kerajaan di Indonesia dari Tarumanegara hingga Mataram Islam
Berkat tuah beliau sebagai seorang mursyid dan juga sebagai waliyullah, Rokan Hulu hingga kini dikenal dengan Negeri Seribu Suluk yang di mana banyak tempat suluk, madrasah, masjid dan kegiatan keagamaan lainnya dibangun di Rokan Hulu.
Salah satu simbol kemegahan Rokan Hulu terdapat di pusat ibukota Rokan Hulu yaitu Pasir Pengaraian. Simbol kemegahan yang dimaksud adalah berdirinya Islamic Center Rokan Hulu. Nampak seperti sebuah istana yang kokoh dan megah menjadikan bangunan sebagai ikon Kabupaten Rokan Hulu sehingga menjadi magnet untuk dikunjungi wisatawan.
Kegiatan seperti membaca Al-Quran dan kegiatan bernafaskan Islam oleh masyarakat Rokan Hulu telah menghidupkan bangunan Islamic Center ini. Hal demikian menjadikan sebuah nilai positif sebagai contoh pengamalan ajaran agama yang patut dilestarikan.
Takkan Melayu Hilang di Desa Sontang

Seperti kebanyakan kabupaten lain di Provinsi Riau, Rokan Hulu banyak dihuni Suku Melayu, salah satunya di Desa Sontang, Kecamatan Bonai Darussalam. Konon, penduduk asli Sontang masih memiliki keterkaitan dengan Kerajaan Brunei Darussalam.
Dikisahkan pada masa imperialisme Britania ke Kerajaan Brunei Darussalam, ada beberapa pangeran dari Kerajaan Brunei Darussalam berhijrah menuju wilayah riau. Singkatnya, para pangeran itu ingin mendirikan kerajaan yang serupa dengan yang ada di Brunei Darussalam.
Namun, ternyata keinginan mendirikan kerajaan tidak mudah begitu saja. Sebab, pada saat mereka tiba di daerah tepi sungai, Rokan ternyata telah berdiri sebuah kerajaan terlebih dahulu.
Dengan demikian, para pangeran Brunei yang mendarat di daerah tepi sungai Rokan mengurungkan niatnya untuk mendirikan kerajaan. Sebagai gantinya, para pangeran itu hanya menjabat sebagai mufti atau penasehat dari kerajaan yang telah berdiri, yaitu Kerajaan Kunto Darussalam (Mukhlisin, komunikasi pribadi, 2024).
Istana Kuning, Bangunan Megah yang Jadi Saksi Penyebaran Agama Islam di Kalteng
Masyarakat Desa Sontang hingga kini masih mempertahankan adat dan tradisi Melayu. Eksistensi ini dibuktikan dengan banyaknya ragam kegiatan bercorak melayu yang masih dijumpai hingga hari ini. Seperti Tradisi Potong Rambut (Aqiqahan), Tradisi Barzanji, Tradisi besilat, dan Malam Berinai. Tradisi Melayu diharapkan selalu terjaga dengan baik oleh masyarakat yang ada di Desa Sontang.
Implementasi Tradisi Keagamaan di Desa Sontang

Di Sontang, masyarakat sangat berpegang erat dalam prinsip agama. Orang Sontang memiliki tradisi bersuluk. Dalam kitab Rawḍatu al-ṭalibin wa `umdatu al-salikin dijelaskan bahwa suluk adalah metode penyucian akhlak, amal, dan pengetahuan. Suatu kesibukan untuk membangun lahir dan batin. Dalam kondisi ini, seorang hamba selalu disibukkan untuk membersihkan batin agar siap untuk sampai kepada ilahi.
Suluk merupakan kebiasaan baik dalam mendekatkan diri pada Allah. Kegiatan bersuluk ini merupakan bentuk manifestasi dari ajaran tasawuf dalam tarekatnaqsyabandiyah.
Tarekat Naqsyabandiyah adalah tarekat Nabi Muhammad SAW yang diajarkan dan diasuh oleh Syekh Bahauddin Naqsyabandi serta diamalkan oleh murid-muridnya. Tarekat Naqsyabandiyah merupakan bagian dari tarekat tasawuf yang memiliki cukup banyak pengikut di Indonesia. Daerah dengan pengikut terbanyak berada di Sumatra Selatan, Sumatera Utara, Riau, Jawa, Madura, Malaysia, dan Thailand (Bruinessen, Martin Van. 1996:137-138).
Desa Sontang menjadi salah satu desa di Rokan Hulu, Riau, yang memiliki banyak pengikut dalam tarekat ini.
Masyarakat Desa Sontang mengamalkan suluk di berbagai surau mulai pertengahan Ramadan hingga selesai bulan suci tersebut. Sebenarnya bisa dilakukan sehari-hari, tetapi masyarakat meyakini bahwa Ramadan merupakan waktu yang tepat dalam bersuluk.
Limolasan: Membaca Kebudayaan Islam di Gunung Jali Tegiri
Dalam praktiknya, jamaah suluk menginap disebuah bangunan yang dinamakan surau selama kurang lebih 40 hari atau sesuai dengan kemauan pribadi jamaah. Selama melakukan suluk di surau, jamaah berdiam diri sembari berzikir didalam sebuah kelambu putih menyerupai kamar berukuran 2x1 meter yang terkumpul dalam satu ruangan. Filosofi dari kelambu sendiri adalah sebuah kuburan yang diartikan sebagai pengingat kematian seorang hamba (Sakban, komunikasi pribadi, 2024).
Syekh Muhammad Kayo, Figur Ulama di Desa Sontang

Tuah Desa Sontang bisa dikatakan terletak pada keberadaan Ulama. Salah satu ulama yang dikenal disana ialah Syekh Muhammad Kayo. Bernama asli Jamaluddin, beliau merupakan seorang ulama sufi yang berasal dari Kerajaan Kunto Darusalam. Jamaluddin muda awalnya datang ke sontang bukan untuk berdakwah, melainkan beruzlah dari konflik internal yang terjadi di Kerajaan Kunto Darussalam. Uzlah yang telah beliau lakukan membuahkan nilai positif sehingga menjadikan beliau fokus berzikir, beribadah kepada sang ilahi dan mengamalkan ilmu agama untuk disebarkan ke masyarakat Desa Sontang (Mukhlisin, komunikasi pribadi, 2024).
Kearifan dan tradisi keagamaan yang baik telah diwariskan oleh para pendahulu kepada kita, sehingga harus tetap abadi dan terlestarikan. Tradisi, adat, budaya, dan agama tentunya saling memiliki keterikatan kuat ibarat tali yang mengikat erat simpulnya.
Semoga tradisi keagamaan ini, tetap terjaga di anak cucu Desa Sontang dan menjadi kesalehan masyarakat dalam terapan menjaga lingkungan yang bersih, kesehatan, dan pendidikan anak keturunan yang baik.
Kontributor : Ariq Maulana Nawiruddin, TIM KKN-PPM UGM Kemilau Riau 2024 dan Dr.med.vet.drh. Hendry T.S.S.G.Saragih,M.P.
Daftar Referensi
- al-Gazali, A. H. (n,d). Rawḍatu al-ṭalibin wa `umdatu al-salikin. Beirut: Dar al-Nahdhah al-Hadistiyah.
- Bruinessen, Martin Van. 1996. Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia; Survey Historis, Geografis, dan Sosiologis, cet ke-4. Bandung: Mizan.
- Mukhlisin. (2024) Wawancara Pribadi. Kabupaten Rokan Hulu. 25 Juli 2024.
- Sakban, Lutfi. (2024) Wawancara Pribadi. Kabupaten Rokan Hulu. 25 Juli 2024.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News