Banyuwangi, Jawa Timur terkenal sebagai daerah yang penuh dengan mistik, salah satunya ilmu santet. Santet merupakan warisan leluhur yang dilestarikan di Banyuwangi, khususnya masyarakat adat Osing.
Dimuat dari Merdeka, Suku Osing telah terkenal dengan kesaktiannya sejak zaman kerajaan. Pada tahun 1639, Kerajaan Mataram Islam mencoba menginvasi Kerajaan Blambangan yang ada di Banyuwangi.
Misi Kemanusiaan PPPK Banyuwangi, Gotong Royong Renovasi Rumah Warga Miskin
Para prajurit Mataram Islam membuktikan sendiri kesaktian masyarakat Suku Osing. Pihak Kerajaan Mataram Islam pun menyusun siasat agar bisa mendapatkan kesaktian dari Suku Osing tersebut.
Warga Suku Osing yang laki-laki jadi sasaran percobaan setiap kali mereka membuat pusaka. Jika pusaka itu berhasil menumbangkan warga suku Osing, maka baru diakui sakti. Sedangkan warga Suku Osing yang perempuan diminta menyusui anak-anak raja.
Muncul stigma
Tetapi stigma buruk mengenai santet Banyuwangi bermula saat peristiwa G30S pada tahun 1965. Ketika itu, Banyuwangi menjadi salah satu basis terkuat Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dianggap tidak beragama saat itu.
Stigma Banyuwangi sebagai kota santet semakin kuat saat terjadi pembantaian dukun santet pada tahun 1998. Peristiwa ini bermula saat ada orang yang tidak suka dengan tetangga hingga warga berebut tanah warisan.
Kemeriahan Tahun Baru Islam di Lingkungan Suko, Gombengsari
Mereka yang menang dianggap memakai santet. Pada awalnya hanya terjadi di satu daerah, tapi kemudian meluas ke nyaris seluruh Banyuwangi. Tindakan main hakim sendiri makin brutal dan menjadi berita nasional.
Sejarawan Banyuwangi, Muhammad Agung Purnomo Putro menjelaskan kekisruhan situasi sosial di Banyuwangi tak bisa diatasi ketika pemerintahan Bupati Purnomo Sidik. Tetapi setelah Purnomo mundur, isu ini mereda dengan sendirinya.
Tradisi yang dipertahankan
Pemangku adat Osing, Setyo Efendi menjelaskan ada beberapa jenis santet yang dikenal di Banyuwangi. Masyarakat menyebutnya dengan istilah warna atau aura, yaitu hitam, merah, kuning, dan putih.
Dijelaskan lebih olehnya aura putih berfungsi untuk menyembuhkan orang yang jadi korban santet. Sedangkan aura hitam adalah hal-hal yang tidak baik. Orang yang memiliki aura hitam disebut banyak meminta kekuatan pada makhluk halus seperti setan.
“Ada orang di Banyuwangi yang tidak bisa dibacok? Itu bisa jadi memiliki aura hitam atau merah,” ungkap Effendi.
Legenda Tari Gandrung Banyuwangi, Kisah Cinta dan Rasa Syukur dari Banyuwangi
Ketua Adat Osing Kemiren, Suhaimi menuturkan santet tidak bisa serta merta dipandang sebagai hal negatif. Hal ini karena santet juga bisa menyatukan dua manusia menjadi saling mencintai.
“Santet menjadi warisan budaya tak benda yang masih terus dilestarikan oleh sebagian warga Banyuwangi hingga kini,” paparnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News