Pola pendidikan di Indonesia semakin beragam. Berbagai generasi dan lapisan masyarakat kini mulai memahami bahwa kemampuan seorang anak tidak bisa disamaratakan bahkan dengan angka sekalipun.
Tiap anak memiliki keunggulan di bidang tertentu yang mungkin saja individu lainnya tidak dapat melakukan hal tersebut semahir dirinya.
Kesadaran inilah yang membuat lahir dan bertumbuhnya Sekolah Cikal, sekolah berbasis kompetensi pertama di Indonesia. Sebagai sekolah berbasis kompetensi, Sekolah Cikal tidak menggunakan angka sebagai tolok ukur penilaian kualitas seorang anak.
Sekolah Tamanan, Ruang Pendidikan Anak-anak Keraton Yogyakarta Sejak 1757
Sekolah Cikal menjadi tempat bagi anak bebas mengeksplorasi dan mengembangkan kompetensi di bidangnya masing-masing. Untuk itu, kata Cikal merupakan representasi dan harapan bahwa keunikan setiap anak akan membawa mereka menjadi pemimpin bangsa.
Sejak dibangun pada 1999 oleh Najelaa Shihab dan Dewi Kamaratih Soeharto, Sekolah Cikal berkomitmen untuk menjadi sekolah pertama yang memberikan pendekatan personalisasi sesuai fase tumbuh kembang anak.
Lebih dari 25 tahun berdiri, kini Cikal telah memperkuat komitmennya di 3 lini pendidikan bagi anak-anak Indonesia, yakni Rumah Main Cikal (untuk jenjang Prasekolah), Sekolah Cikal (untuk jenjang pendidikan TK-SMA), dan Pendidikan Inklusi Cikal (lini pendidikan inklusif yang mengoptimalkan pengembangan diri anak-anak berkebutuhan khusus).
Kisah Pak Ahmad, Eks Guru Honorer yang Bangun Sekolah Gratis dari Jual Sapu Ijuk
Lantas, Bagaimana Cara Sekolah Cikal Menumbuhkan Jiwa Kompetitif Dalam Diri Anak?
Kompetisi tidak selalu menjadi hal yang buruk. Sekolah Cikal justru mengajarkan agar para siswa terus berkompetisi. Akan tetapi, Sekolah Cikal menekankan bahwa konsep jiwa kompetitif yang dibangun ialah berkompetisi dengan diri sendiri untuk selalu mengasah kemampuan diri.
Jadi, Sekolah Cikal tidak mendorong para siswa untuk berkompetisi dengan siswa lainnya mengingat tiap individu memiliki kompetensi yang berbeda.
Sebab, dengan adanya perasaan berkompetisi dengan orang lainnya, seorang anak seringkali membutuhkan validasi, membandingkan diri atau bahkan justru sulit bekerja sama dengan anak-anak lainnya.
“Kalau bicara kompetensi di Cikal, kita selalu fokusnyaadalah ingin murid-murid berkompetisi dengan dirinya sendiri sampai masa dewasa,” jelas Najelaa Shihab, Pendiri Cikal dalam siaran pers-nya.
Pendidikan Berkeadilan: Mewujudkan Pendidikan yang Inklusif dan Berkualitas
Pada Sekolah Cikal, konsep berkompetisi dengan diri sendiri yang dimaksud ialah anak-anak yang diarahkan untuk mulai mengetahui dan memahami pengembangan dirinya sendiri, baik kekuatan, kelemahan, strategi, hingga target pengembangan diri ke depannya.
Setelah mengetahui kelebihan masing-masing, Sekolah Cikal memberikan ruang bagi para siswa untuk ikut serta kompetisi di luar Cikal. Tujuannya tidak lain untuk mengasah sekaligus mengukur kemampuan, potensi, dan kompetensi dirinya secara berkelanjutan.
Meski demikian, Najeela menegaskan bahwa kompetisi tersebut bukan menargetkan juara.
“Di kompetisi pun tujuannya tuh bukan jadi juara, bukan dapat piala, tetapi bagaimana kompetisi itu menjadi ajang untuk punya kompetensi yang lebih baik lagi, punya kemampuan yang lebih baik lagi dibanding dengan kompetisi sebelumnya,” tegas Najeela.
Angkat Nasib Suku Duano, Siswi SMPK 4 Penabur Jadi Finalis Writing Contest Pulitzer Center
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News