potensi dan tantangan pelestarian budaya di natuna - News | Good News From Indonesia 2023

Potensi dan Tantangan Pelestarian Budaya di Natuna

Potensi dan Tantangan Pelestarian Budaya di Natuna
images info

Potensi dan Tantangan Pelestarian Budaya di Natuna


LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri sebagai daerah perbatasan dengan tujuh negara di bagian utara Indonesia, selalu jadi perhatian. Khususnya dalam aspek militer, daerah perbatasan dan juga soal perikanan dan kelautan. Namun, Natuna juga memiliki potensi budaya yang menarik, baik cagar budaya maupun warisan budaya tak benda (WBTB).

Pekan ketiga Oktober 2023, Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IV Kepri-Riau, unit pelaksana teknis (UPT) Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud memiliki kegiatan yang menarik. Tajuknya studi potensi kawasan budaya di Kabupaten Natuna. Dalam studi, BPK Kepri mengandeng peneliti dari Universitas Maritim Raja Ali Haji dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Kegiataan pemetaan potensi budaya yang dilakukan BPK Wilayah IV Kepri Riau penting dalam melihat permasalahan atau kendala, serta membuat rekomendasi tentang pelestarian budaya Natuna. Dalam tahap awal pemetaan lebih fokus di wilayah Pulau Bunguran Besar, ke depannya bisa dilakukan di pulau-pulau lainnya yang ada di Natuna, seperti Pulau Laut, Midai dan Serasan.

Salahsatu titik fokus perhatian dalam studi potensi ini adalah cagar budaya. Membahas cagar budaya Natuna tentunya tak mungkin tanpa membicarakan Segeram. Keberadaan Segeram sebagai kampung tua di Natuna sudah ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penetapan dan Pelestarian Kampung Tua. Ada dua kampung tua di Natuna yang ditetapkan melalui perda ini, yakni Kampung Segeram dan Kampung Midai.

Sekilas langkah pemerintah daerah Natuna menetapkan kampung tua Segeram dan Midai ini dalam perda mengembirakan. Namun, ketika ditelusuri ada hal yang mengundang pertanyaan dasar penetapan kampung tua ini. Apakah sebelumnya sudah melalui kajian akademis. Natuna belum memiliki Tim Ahli Cagar Budaya (TACB), sementara dalam penyusunan perda kampung tua itu juga tidak melibatkan TACB Provinsi Kepri.

Anastasia Wiwik Swastiwi, akademisi UMRAH yang terlibat dalam kegiatan BPK Wilayah IV Kepri mempertanyakan alasan penetapan dua kampung tua dalam Perda Nomor 3 Tahun 2021 itu. Menurutnya, masih ada kampung tua lain yang juga layak ditetapkan, yakni Kampung Penagi. Wiwik yang juga anggota TACB Provinsi Kepri menilai Natuna sangat produktif dalam melahirkan perda kebudayaan.

Perda kebudayaan yang dilahirkan Natuna, antara lain Perda Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Benda Cagar Budaya dan Situs di Kabupaten Natuna. Perda Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penetapan dan Pelestarian Kampung Tua. Perda Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pelestarian Kebudayaan dan Perda Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya.

Sementara disisi lain langkah itu tak diikuti dengan penetapan cagar budaya. Ada sekitar 26 Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) yang ada di Kabupaten Natuna, namun belum satupun yang ditetakan menjadi CB berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Natuna. Bentuknya ada bangunan, makam dan lainnya. Sebagai contoh, makam tua yang ada di Segeram itu belum ditetapkan menjadi CB. Sementara, kampung tua Segeram sudah ditetapkan melalui perda.

Kendala Regenerasi

Salahsatu kendala terbesar Natuna dalam bidang pelestarian kebudayaan adalah kendala regenerasi untuk sejumlah kesenian tradisional. Natuna memiliki kesenian tradisional yang hampir punah, diantaranya mendu, langlang buana dan juga tari topeng. Mendu dan langlang buana sudah ditetapkan menjadi WBTB Indonesia asal Natuna. Kesenian ini sudah jarang dimainkan. Maestronya sudah berumur tua. Hal yang dikhawatirkan adalah kalau maestronya meninggal, kesenian tradisi ini tidak ada lagi yang melanjutkan.

Dalam diskusi terpumpun yang digelar BPK Wilayah IV Kepri Riau, para seniman tradisi meyakini para generasi muda tidak tertarik untuk terlibat dalam kesenian tradisi disebabkan kesenian belum bisa menjadi mata pencaharian. Berkesenian sekedar hobi memanfaatkan waktu luang. Para seniman tradisi juga sulit latihan disebabkan mereka harus mencari nafkah sebagai nelayan atau petani. Disisi lain, para generasi muda menilai maestro kesenian tradisi tidak semuanya membuka diri untuk menularkan ilmunya kepada generasi muda.

Gebrakan yang dilakukan Pemkab Natuna melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang menggelar Dendang Piwang, event gelar budaya yang bekerjasama dengan desa-desa di Kabupaten Natuna sesuatu yang menarik. Desa-desa bergairah menyelenggarakan berbagai atraksi budaya di daerahnya. Mayoritas yang tampil adalah generasi muda. Aktivitas kebudayaan di desa-desa menjadi semarak. Sepanjang tahun 2023, sudah ada belasan desa dan kelurahan yang menggelar Dendang Piwang.

Memperbanyak event kebudayaan salahsatu pelestarian budaya. Mustahil adanya pelestarian budaya dalam bentuk kesenian tradisional kalau tidak ada pagelaran. Sesuatu yang menarik memindahkan aktivitas kebudayaan dari ibukota kabupaten/kota ke desa-desa. Kehidupan desa lebih semarak. Pendanaan bisa digotongroyongkan. Pemerintah daerah memberikan dukungan dalam bentuk konsumsi, soundsystem, sementara pihak desa menyediakan tenda, menyiapkan penampilan kesenian dan menyebarkan undangan. Sekolah juga dilibatkan karena yang tampil mayoritas anak-anak. Menarik bukan. **

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DA
KG
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.