#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023#IndonesiaMelumbung untuk Melambung
Donna Evans seorang peneliti asing menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Kamus Kaili-Ledo Indonesi-Inggris bahwa bahasa Kaili dengan dialek Ledo yang digunakan oleh masyarakat di Raranggonau, Kabupaten Sigi, merupakan bahasa yang dominan di Sulawesi Tengah. Bahasa Kaili ini, masih sangat kental keasliannya seperti penggunaan kata "Nabula" yang berarti "putih" dalam bahasa Indonesia dan "Ula-Ula" sebagai kata untuk menyebutkan "bendera". Namun, masyarakat Kaili di Palu, Sigi, dan Donggala (Pasigala) telah mulai mengadopsi atau mengadaptasi perubahan dalam bahasa tersebut, seperti penambahan prefiks "Na" pada kata "putih" sehingga menjadi "Naputih", dan mengubah vokal "e" menjadi "a" pada kata "bendera" sehingga menjadi "Bandera". Selain itu, bahasa Kaili telah menjadi bahasa pergaulan (lingua franca), masih memiliki beberapa dialek, seperti Ledo, Ado, Edo, Tado, Doi, Rai, Ija, Ta'a, Inde,Tara, dan lain-lain. Dialek-dialek inilah yang mendiami beberapa kecamatan di Sulawesi Tengah sehingga meciptakan geragaman bahasa Kaili.
Dalam kasus ini, eksistensi bahasa Kaili menjadi perhatian khusus bagi para cendekiawan dan praktisi linguistik, terutama sejak masa peralihan dari orde lama ke orde baru. Mereka berupaya mendokumentasikan bahasa Kaili dalam bentuk tertulis, yang sebelumnya hanya tersimpan dalam bentuk lisan. Meskipun demikian, masih terdapat hipotesis dan perdebatan mengenai peran bahasa Kaili dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kaili. Bagaimana perkembangan zaman mempengaruhi generasi saat ini dan masa depan dalam pemerolehan bahasa daerah?
Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah bagaimana bahasa Kaili dapat terus bertahan dan berkembang dalam menghadapi bonus demografi sebagai tantangan bagi Indonesia. Salah satu strategi untuk memanfaatkan bonus demografi ini adalah melalui penguasaan keterampilan komunikasi di media massa yang didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas.Namun, dalam konteks pemerolehan bahasa, terdapat tantangan yang harus dihadapi sehingga Langkah-langkah perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan bahasa Kaili menjadi sangat penting.
Hanya sedikit generasi muda Kaili saat yang tumbuh dalam lingkungan bahasa ibu sampai dengan usia dewasa. Banyak di antara mereka lebih sering terpapar pada bahasa Indonesia atau bahasa asing sejak dari bayi. Perkembangan media digital juga telah berperan dalam mengubah persepsi terhadap bahasa daerah. Banyak generasi Y dan Z lebih cenderung mengutamakan bahasa Indonesia atau bahasa asing, seperti bahasa Inggris, karena dianggap lebih "keren". Hal ini menciptakan asumsi bahwa bahasa daerah tidak cukup penting atau berharga dibandingkan dengan bahasa-bahasa internasional. Sebagai akibatnya, bahasa Kaili mulai tergeser dan lebih digunakan sebagai bahasa kedua dari bahasa pertama.
Sebuah studi kasus menunjukkan bahwa bahasa Kaili menghadapi tekanan dalam lingkungan sekolah khususnya di Kota Palu, sebagai Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah. Sekolah-sekolah unggul di kota ini telah menjadi pilihan utama orang tua untuk mendaftarkan anak-anak mereka. Dalam lingkungan sekolah yang semakin heterogen ini, bahasa Kaili tidak lagi menjadi bahasa mayoritas. Sejumlah suku dari luar Sulawesi Tengah juga bersekolah di Kota Palu, seperti suku Bugis, Jawa, Sunda, dan Madura. Bahasa Kaili pun mulai mengalami dinamika kebahasaan dengan berbagai pengaruh dari bahasa-bahasa daerah lain. Masyarakat Kaili mulai mengadopsi kata-kata dan konsep morfologi dari bahasa-bahasa lain, seperti bahasa Bugis.
Untuk menjaga eksistensi bahasa Kaili, diperlukan upaya yang serius. Saat ini, program revitalisasi bahasa daerah yang diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) bertujuan untuk menjaga dan mempromosikan bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Namun, implementasi program ini belum sepenuhnya efektif. Salah satu tantangan utamanya adalah kurangnya pendidik yang memadai dalam mengajar bahasa Kaili. Materi ajar yang belum cukup terfokus pada penguasaan keterampilan berbahasa juga menjadi hambatan. Model pembelajaran yang kurang inovatif, kurangnya referensi bacaan, dan ketidakwajiban belajar bahasa Kaili bagi pelajar juga merupakan masalah krusial yang perlu diatasi.
Terdapat langkah-langkah konkret perlu diambil untuk melestarikan bahasa Kaili. Selain program-program dari pemerintah, inisiatif dan kontribusi dari masyarakat setempat juga sangat penting. Upaya pelestarian bahasa Kaili harus lebih dinamis, relevan dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), serta terus mendorong penggunaan bahasa Kaili di kehidupan sehari-hari. Misalnya, pembuatan konten pembelajaran bahasa Kaili di platform digital seperti YouTube dan Instagram dapat membantu menyebarkan dan mempromosikan penggunaan bahasa ini. Selain itu, pendirian kelas kursus bahasa Kaili disetarakan dengan bahasa yang dominan diminati seperti bahasa Inggris, Mandarin, Jepang, dan lain-lain. Dengan demikian, kelompok pemerhati atau tenaga ahli bahasa Kaili dapat berperan dalam mengembangkan strategi pembelajaran yang lebih adaptif dan modern.
Pada konteks lain, penting untuk memberikan dorongan positif terhadap penggunaan bahasa Kaili dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat harus menyadari nilai budaya dan identitas yang terkandung dalam bahasa mereka. Bahasa adalah cermin dari kekayaan budaya, sejarah, dan cara pandang masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda Kaili untuk merasa bangga dan memiliki motivasi kuat dalam memelihara bahasa ibu mereka.
Pemerintah juga memiliki peran penting dalam pelestarian bahasa Kaili. Mereka dapat memberikan dukungan finansial, kebijakan, dan bantuan teknis kepada program-program yang bertujuan menjaga bahasa daerah, termasuk bahasa Kaili. Mendorong pendidikan bahasa Kaili di sekolah-sekolah menjadi suatu keharusan. Bahkan, pemerintah bisa mempertimbangkan untuk menjadikan pelajaran bahasa Kaili sebagai mata pelajaran wajib bagi pelajar yang berasal dari suku Kaili.
Dalam rangka mendukung keberlanjutan eksistensi bahasa Kaili, upaya kolaborasi antara berbagai pihak sangat penting. Pakar bahasa Kaili, pemerintah, pendidik, dan masyarakat setempat harus bersatu dalam upaya melestarikan dan mempromosikan bahasa ini. Perlu ada kerjasama yang kuat dalam merancang kurikulum yang relevan, menyiapkan materi ajar yang sesuai, serta melibatkan teknologi dan media sosial dalam pembelajaran bahasa Kaili.
Selain itu, generasi muda juga memiliki peran besar dalam mempertahankan bahasa Kaili. Mereka dapat menjadi agen perubahan dalam menjadikan bahasa Kaili sebagai bagian integral dari identitas dan budaya. Mereka juga dapat merancang inisiatif seperti kelas-kelas bahasa Kaili non-formal, komunitas pembelajaran bahasa Kaili, atau festival bahasa dan budaya Kaili yang merayakan kekayaan linguistik dan warisan budaya tersebut.
Dalam menghadapi perkembangan teknologi, menjaga bahasa daerah seperti bahasa Kaili bukanlah tugas yang mudah. Namun, eksistensi bahasa Kaili memiliki nilai yang tidak ternilai dalam melestarikan budaya dan identitas suku Kaili. Dalam sebuah dunia yang semakin terhubung, mempertahankan bahasa daerah menjadi salah satu cara untuk mempertahankan keragaman budaya yang begitu berharga. apabila tindakan konkret tidak diambil sekarang, kita mungkin akan kehilangan bahasa Kaili dan banyak bahasa daerah lainnya, sehingga merampas generasi mendatang dari warisan budaya yang kaya. Oleh karena itu, berperan aktif dalam melestarikan bahasa Kaili menjadi bagian hidup dalam keberlangsungan kebudayaan yang akan diwariskan kepada generasi mendatang. Selamatkan bahasa, selamatkan budaya!
https://books.google.com/books/about/Kamus_Kaili_Ledo_Indonesia_Inggris.html?id=cnBIHQAACAAJ
https://balaibahasa-sumbar.kemdikbud.go.id/revitalisasi-bahasa-daerah/#:~:text=Pada%20tahun%202022%20ini%2C%20jumlah,%2C%20M
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News