Menurut Priyatni (2010), cerita pendek merupakan salah satu bentuk karya fiksi. Dalam cerpen, penulis memiliki kebebasan untuk mengekspresikan beragam peristiwa yang pernah dialaminya. Melalui pembacaan cerpen, pembaca dapat merasakan emosi, memahami makna cerita, serta menangkap pesan positif yang ingin disampaikan oleh penulis. Nilai-nilai yang terdapat dalam cerpen dapat menjadi pelajaran berharga dan pantas dijadikan teladan.
Salah satu kumpulan cerpen yang menarik untuk dibahas karena memuat nilai-nilai religius adalah Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis. Buku ini diterbitkan pada tahun 1986 dan berisi sepuluh cerpen.
Kumpulan cerpen ini menghadirkan kisah tragis tentang seorang kakek penjaga surau kecil yang mengakhiri hidupnya secara tragis setelah mendengar cerita dari Ajo Sidi, seorang pencerita andal, mengenai seorang haji saleh yang tetap masuk neraka meskipun telah menghabiskan hidupnya untuk beribadah seperti halnya sang kakek.
Cerita-cerita dalam kumpulan ini menggali hubungan manusia dengan Tuhan serta relasi antarsesama. Melalui gaya bahasa yang khas, pengarang menyampaikan pesan-pesan keagamaan yang kuat dan menyentuh. Cerpen-cerpen ini mengajak pembaca untuk menumbuhkan sikap religius yang sejati, tidak hanya terpaku pada aspek lahiriah, tetapi juga mendalami makna spiritual secara menyeluruh
Nilai-nilai religius yang terdapat dalam cerpen memiliki peran penting dalam membentuk sikap dan perilaku positif, serta dapat menjadi sumber pembelajaran moral bagi para pembaca. Berdasarkan hal tersebut, penulis bermaksud mengungkapkan nilai-nilai religius yang mencakup aspek tauhid, fikih, akhlak, dan ajaran moral keagamaan dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis.
Nilai Religius Tauhid
Salah satu nilai religius yang terdapat dalam cerpen adalah nilai tauhid, yaitu keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tauhid bertujuan menegakkan keesaan Allah dalam zat maupun perbuatan-Nya, sehingga segala sesuatu ditujukan hanya kepada-Nya sebagai tujuan hidup di dunia. Nilai ini mengajarkan kita untuk senantiasa beribadah kepada Tuhan, berdoa, berserah diri, bersabar, serta merasa menyesal ketika melakukan kesalahan. Berikut kutipan yang terdapat dalam cerpen tersebut.
“... Karena aku percaya bahwa Allah itu ada dan Maha Pemurah lagi Maha Penyayang kepada umat-Nya yang beriman. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul beduk membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepadanya. Aku sembah yang setiap waktu. Aku puj-puji dia. Aku baca kitabnya.” (Robohnya Surau Kami, 1986:5)
“Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadat, bertawakal kepada Tuhan. Sudah begitu lama aku menyerahkan diriku kepadanya. Dan Tuhan akan mengasihi orang yang sabar dan tawakal.” (Robohnya Surau Kami, 1986:4)
Berdasarkan dua kutipan di atas menggambarkan tokoh dalam cerpen Robohnya Surau Kami yang sangat taat menjalankan ibadah dan rutinitas keagamaan, seperti bersuci, memukul beduk, sholat, memuji Tuhan, dan membaca kitab suci.
Ini menunjukkan bahwa sikap positif tersebut dapat memberikan dampak baik bagi pembaca, seperti menjalankan ibadah sholat yang digambarkan dalam kutipan sebagai bentuk ketaatan manusia kepada perintah Tuhan.
Nilai Religius Akhlak
Nilai religius dan akhlak yang terkandung dalam cerpen Robohnya Surau Kami digambarkan melalui perilaku baik dan buruk. Perilaku baik dalam cerpen ini mencakup sikap menolong tanpa mengharapkan imbalan serta bersikap sopan terhadap orang yang lebih tua.
Sementara itu, perilaku buruk yang ditampilkan meliputi sifat sombong, meremehkan orang lain, menghina, dan bertindak kasar. Berikut kutipan yang terdapat dalam cerpen tersebut.
“...Ia lebih di kenal sebagai pengasah pisau. Karena ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka meminta tolong padanya, sedang ia tak pernah meminta imbalan apa-apa.” (Robohnya Surau Kami, 1986:2)
Kutipan ini menggambarkan tokoh kakek sebagai pribadi yang tulus, rendah hati, dan ikhlas dalam membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Nilai religius tercermin melalui tindakan nyata yang dilakukan secara konsisten, meskipun tampak sederhana.
Hal ini menunjukkan bahwa kesalehan tidak hanya diukur dari ibadah formal, tetapi juga dari perilaku sosial yang memberikan manfaat bagi sesama.
Nilai Religius Fiqih
Nilai-nilai religius dalam ilmu fikih yang terdapat dalam cerpenRobohnya Surau Kami dapat diajarkan kepada siswa sebagai pedoman mengenai hal-hal yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan menurut norma atau aturan agama.
Nilai-nilai tersebut tercermin dalam cerpen, misalnya larangan bersentuhan antara laki-laki dan perempuan, serta larangan berprasangka buruk terhadap orang lain. Segala perbuatan yang melanggar ketentuan Tuhan akan mendatangkan dosa. Berikut adalah kutipan dari cerpen tersebut.
“Kemudian aku duduk di sampingnya dan aku jamah pisau itu.” (Robohnya Surau Kami, 1986:3)
Kutipan ini menunjukkan kedekatan emosional dan rasa hormat tokoh aku kepada sang kakek yang dikenal sebagai pengasah pisau. Gerakan 'menjamah pisau' bukan sekadar tindakan fisik, melainkan simbol penghargaan terhadap kerja keras dan kesederhanaan hidup sang kakek.
Tindakan tersebut merepresentasikan pengakuan terhadap nilai kerja dan ketulusan nilai-nilai yang menjadi inti pesan religius dalam cerpen ini. Selain itu, terdapat pula kutipan lain, yaitu.
“Aku sembahyang setiap waktu. Aku puji-puji Dia. Aku baca Kitab-Nya. ‘Alhamdulillah’ kataku bila aku menerima karunia-Nya. ‘Astagfirullah’ kataku bila terkejut. ‘Masya Allah’. Kataku bila aku kagum.” (Robohnya Surau Kami, 1986:5)
Kutipan ini memperlihatkan ungkapan-ungkapan keagamaan yang telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari tokoh, mencerminkan kedekatan batin dengan Tuhan. Penggunaan ucapan seperti alhamdulillah, astagfirullah, dan masya Allah menunjukkan bahwa agama tidak hanya dipahami secara ritual, tetapi juga menjadi ekspresi spontan dalam menghadapi berbagai situasi kehidupan.
Hal ini menggambarkan nilai religius tauhid, yakni kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam setiap aspek kehidupan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News